“Yoyo, kenapa kamu bersedih?”, tanya Yaya si Angsa heran. Padahal biasanya, Yoyo si Monyet jenaka1 sahabatnya itu selalu berwajah ceria2 dengan senyum yang lebar.
“Bagaimana aku tidak bersedih? Dua bulan lalu kakekku meninggal3. Minggu lalu paman yang sering membelikanku mainan juga. Tadi malam, mamaku masuk rumah sakit. Aku takut kalau nanti … hua… hua…hua…!” Yoyo tidak dapat menyelesaikan kalimatnya.
“Aku bisa merasakan kesedihanmu, Yoyo!” sambung Yaya. “Papaku beberapa hari yang lalu juga sakit, aku takut sekali! Lalu kami sekeluarga berdoa bersama, dan puji Tuhan, papaku sudah sembuh sekarang,” lanjut Yaya.“
Yaya, apakah aku nakal sekali? Apakah aku sudah membuat dosa yang tidak dapat dimaafkan oleh Tuhan?” Yoyo bertanya di antara isaknya. “Kenapa kamu bertanya seperti itu, Yoyo? Tuhan mengasihi kita. Kalau anak-Nya saja Dia serahkan, maka tidak ada dosa kita yang tidak Dia ampuni!” Yaya menambahkan.
“Tapi sepertinya Tuhan memang marah sama aku. Ketika kakek meninggal, aku ingat, aku berbuat nakal kepada Bembi, rusa yang berbadan paling kecil itu. Lalu malamnya aku meminta maaf kepada Bembi, dan berdoa kepada Tuhan, namun terlambat, esoknya kakekku meninggal!”
“Lalu ketika aku memecahkan mainanmu, besoknya pamanku masuk rumah sakit dan dirawat. Aku berdoa kepada Tuhan, namun pamanku juga meninggal! Semalam, aku tidak mau mendengarkan kata-kata mama, lalu mama sakit, dan…dan…dan…aku takut sekali, Yaya!” ucap Yoyo sambil menutup muka dengan kedua tangannya yang sekarang basah oleh air mata.
“Kenapa doamu didengarkan Tuhan, Yaya, sedangkan doaku tidak?” tanya Yoyo.
“Aku pasti anak yang sangat nakal!”, tangis Yoyo semakin keras.
“Aku tidak tahu, Yoyo!” jawab Yaya.
“Tuhan memberikan kuasa kepadaku dan kepadamu, anak-anak yang percaya kepada-Nya, sesuai4 dengan isi Kisah Para Rasul. Kamu dan aku sudah memiliki Roh Kudus di dalam hati kita masing-masing, namun kita tidak selalu dapat langsung mengerti rencana Tuhan!” ujar Yaya.
“Sepertinya Tuhan dan Roh Kudus sudah meninggalkan aku, Yaya!” sambung Yoyo dengan sedih.
“Kamu masih ingat cerita Pak Singa kemarin, tentang membuat jus mangga?”
“Untuk membuat jus mangga yang enak dan bergizi, kita harus membuang kulitnya, dan memilih bagian buah yang baik dan matang. Kita tidak mungkin membuat jus mangga tanpa buah mangga. Maksud dari cerita Pak Singa ini, apa yang kita lakukan itu adalah cerminan dari identitas5 diri kita. Bila kita memiliki Tuhan dan Roh Kudus di dalam hidup kita, ketika masalah datang, kita akan menampakkan jati diri kita yang asli, yaitu anak-anak yang percaya Tuhan. Seperti kamu, ketika musibah6 datang, yang kamu lakukan adalah berdoa dan berserah7, walaupun itu terasa sulit dan tidak menghasilkan apa-apa!” Yaya melihat ke Yoyo yang sudah mulai menghentikan tangisnya.
“Yoyo, bila kamu tidak memiliki Tuhan dan Roh Kudus di hidup kamu, kamu mungkin sudah melakukan hal-hal yang akan kamu sesali sekarang! Ingat, dalam mengikut Tuhan, kamu bukan hanya mau menerima keadaan yang baik, tapi kamu juga harus mau menerima ketika kamu sedang dibentuk dan didewasakan oleh masalah yang kamu hadapi!” lanjut Yaya sambil menepuk-nepuk bahu Yoyo.
“Yaya, terima kasih! Kamu sudah mau mendengarkan aku! Aku mau minta tolong satu hal lagi, boleh?” tanya Yoyo yang sudah mulai tenang.
"Untuk sahabatku, apa yang tidak mau aku tolong?” ucap Yaya dengan berseri-seri.
“Doakan kesembuhan mamaku yah? Aku mau mamaku sembuh seperti sedia kala. Gak pa-pa kalau nanti aku dimarahi lagi. Aku sayang mamaku. Juga doakan agar aku selalu kuat dalam menghadapi segala masalah, dan selalu mengingat kuasa Tuhan yang sudah diberikan di dalam diriku, serta Roh Kudus yang hidup di dalam hatiku, agar aku tidak mengambil keputusan yang salah!” pinta Yoyo.
“Amin! Itu akan jadi pokok doaku dan keluarga hari ini, Yoyo! Yuk, kita jenguk8 mamamu, pasti beliau senang melihatmu! Hapus juga air matamu itu, yah!” ajak Yaya.
jenaka/je·na·ka/ membangkitkan tawa; kocak; lucu; menggelikan
ceria/ce·ria/ berseri-seri (tentang air muka, wajah); bersinar; cerah
meninggal/me·ning·gal/mati; berpulang
sesuai/se·su·ai/ selaras; seirama; berpatutan; bersamaan
identitas/iden·ti·tas/ /idéntitas/ ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang; jati diri
musibah/mu·si·bah/ kejadian (peristiwa) menyedihkan yang menimpa
berserah/ber·se·rah/ mempercayakan diri dan nasib (kepada)
jenguk/je·nguk/ menengok; mengunjungi; mendatangi