Apakah definisi bahagia? Bagi sebagian kita, bahagia dapat diartikan sebagai keadaan saat kita mencapai target tertentu, misalnya, berprestasi dalam pendidikan, karir, atau jika kita mendapatkan pasangan hidup, keturunan, mendapatkan hadiah, atau jika bisa berjalan-jalan ke tempat-tempat wisata tertentu. Dalam KBBI, bahagia diartikan sebagai keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan). Bagaimana jika keadaan yang kita hadapi tidak sesuai dengan harapan? Apakah kita dapat mengatakan bahwa kita berbahagia?
Salah satu lagu yang sering kita nyanyikan di gereja, KJ 392 yang berjudul “Ku Berbahagia”, adalah karangan Fanny Crosby, atau yang juga sering disebut sebagai Frances van Alstyne. Kidung indah ini menyatakan bahwa si pengarang lagu begitu berbahagia dalam hidupnya, karena memiliki Yesus. Namun siapa yang menyangka, bahwa pengarang lagu ini adalah seorang tuna netra?
Fanny Crosby dilahirkan pada tanggal 24 Maret 1820, dari pasangan John dan Mercy Crosby. Pada saat berusia 6 minggu, dia terkena flu dan peradangan mata. Setelah diobati dokter, dia malah menjadi buta. Ayahnya sendiri meninggal dunia saat Fanny berusia 6 bulan. Dibesarkan oleh ibunya yang menjadi janda pada usia 21 tahun, dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga, Fanny sering dititipkan kepada neneknya, Eunice Crosby. Sang neneklah yang mengajarkan Fanny pengetahuan tentang apa yang ada di sekitar, termasuk ajaran Alkitab yang menjadi dasar iman Fanny. Eunice mengajarkan Fanny prinsip kekristenan dan membuatnya menghafal Alkitab.
Pada usia 8 tahun, Fanny sudah menulis puisi. Karya pertamanya yang diterbitkan berjudul “A Blind Girl”. Di usia 10 tahun, dia bisa menghafal ayat-ayat alkitab yang panjang. Pada usia 15 tahun, dia bersekolah di sekolah khusus disabilitas di New York, Institute for the Blind (sekarang bernama New York Institute for Special Education). Di sekolah ini dia pun belajar piano, gitar, harpa, dan bernyanyi.
Fanny menjadi wanita pertama yang tampil di parlemen Amerika Serikat pada saat dia berusia 23 tahun. Dia juga bergabung dengan sebuah kelompok pelobi di Washington, D.C., yang mendorong program pendidikan untuk orang buta. Dari tahun 1847-1858, dia menjadi pengajar bahasa Inggris, retorika, dan sejarah di sekolahnya.
Hidup dalam disabilitas tidak membuatnya berhenti menghasilkan buah yang menginspirasi hidup orang banyak. Fanny menikah dengan Alexander Van Alstyne, seorang musisi buta dan sesama guru pada tahun 1858. Mereka mempunyai seorang putri, Francis, yang meninggal saat bayi. Tidak lama setelah putrinya meninggal dunia, Fanny menulis lagu, “Safe in the Arm of Jesus”. Alexander meninggal pada tanggal 19 Juli 1902. Sedangkan Fanny pada 12 Februari 1915.
Menjalani hidup dalam kekurangan tidak membuat Fanny patah semangat. Dia tidak meratapi dirinya, namun merasa hidupnya berkelimpahan dalam Tuhan, bahkan menjadi berkat bagi banyak orang melalui karya-karyanya. Ada satu kalimat yang pernah diucapkannya, “Jika aku punya sebuah pilihan, aku memilih untuk tetap buta, karena ketika aku mati, wajah pertama yang kulihat adalah wajah Juruselamatku.”
Pengalaman imannya melahirkan lebih dari 8000 hymne. Lagu-lagu lain yang sering kita nyanyikan seperti “Mampirlah Dengar Doaku” (KJ 26), “Di Jalanku Ku Diiring” (KJ 408), “S’lamat di Tangan Yesus” (KJ 388), “Aku MilikMu Yesus Tuhanku” (KJ 362) dan lain-lain adalah karangannya. Dalam kekurangannya, dia dikenal sebagai The Queen of Gospel Writer. Bagaimana dengan kita? Apakah kita yang menyatakan diri sebagai milik kepunyaan Allah pun dapat berbahagia seperti Fanny Crosby?
Sumber:
http://biokristi.sabda.org/frances_jan_van_alystine_fanny_crosby https://www.britannica.com/biography/Fanny-Crosby