Tak seorang pun siap ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Perubahan gaya hidup terjadi seketika, tanpa seorang pun sempat mempersiapkan diri. Tiba-tiba saja, hampir semua kegiatan yang biasa mengisi hari-hari kita berhenti, atau berubah. Suami dan anak tiba-tiba bekerja dan bersekolah dari rumah. Saya yang merupakan seorang ibu rumah tangga lebih kebingungan.
Mendadak, saya tidak bisa mengikuti latihan vocal group di gereja, hanging out bersama teman-teman dekat. Saya pun tidak lagi dapat mempekerjakan asisten rumah tangga harian, demi mencegah penularan COVID-19. Yang tadinya saya bisa menerima pekerjaan sambilan menerjemahkan buku-buku berbahasa Inggris, kini tidak bisa lagi, karena para penerbit untuk sementara waktu tidak menerbitkan buku apa pun, sehingga tidak ada buku yang perlu diterjemahkan. Saya pun mencoba mengisi waktu dengan mengurus rumah tangga, membaca, menonton TV, bermain teka-teki di grup WhatsApp teman-teman kuliah, dan bermain game. Demikian terus berjalan hingga tiga bulan, sungguh tidak produktif!
Hingga suatu hari di bulan Mei 2020, seorang teman sekelompok tumbuh bersama menelpon saya, menawarkan saya untuk menjual produk ayam segar dari rumah pemotongan ayam di mana ia bekerja. Saya ingat, saat itu saya menolak sekuat tenaga. Saya bahkan sempat marah padanya, karena saya merasa ia memaksa saya berjualan, sesuatu yang sangat tidak saya sukai dan tidak saya kuasai. Saya tidak pernah memandang diri saya bisa berjualan. Tidak! Saya tidak mau berjualan!
Namun dengan kepiawaiannya membujuk, teman saya ini akhirnya membuat saya terpaksa mengiyakan tawarannya. Pusing kepala saya, karena untuk mendatangkan barang, saya harus mengumpulkan jumlah pesanan tertentu yang cukup banyak, padahal saya belum pernah berjualan, dan tidak tahu harus bagaimana. Mau tidak mau, saya harus segera memutar otak. Berbekal kepercayaan pada teman saya tadi, bahwa produk yang dijualnya bermutu tinggi, saya pun mencoba menawarkan produk ayam segar tadi ke teman-teman sesama orang tua dari sekolah anak saya. Sudah menghubungi ke sana ke mari, tetap saja saya belum berhasil mengumpulkan pesanan sejumlah minimal order-nya. Pasrah, saya hanya bisa berdoa, meminta Tuhan untuk mencurahkan berkat-Nya, agar saya tidak mengecewakan hati teman-teman saya tersebut: “Hujan berkat-Mu, itu yang kami perlu, sudah menetes berkatMu, biar tercurah penuh!” Demikian permohonan saya saat itu kepada Tuhan.
Puji Tuhan, ketika menawarkan kepada seorang teman sesama mantan guru yang kini juga berbisnis, ia berinisiatif membantu menawarkannya pada teman-teman dan para pelanggannya yang banyak itu, bahkan berbaik hati memasang iklan barang dagangan saya di status WhatsApp-nya sendiri. Dengan cepat, pesanan pun bertambah, hingga memenuhi minimal order yang disyaratkan. Betapa saya kagum melihat cara Tuhan menolong saya. Siapa sangka? Sungguh lega hati saya, paling tidak minggu pertama berhasil dilalui, dan saya tidak mengecewakan teman-teman yang sudah memesan.
Memasuki minggu kedua, saya lebih kewalahan lagi. Di minggu pertama saja saya sudah hampir kehabisan ‘stok’ teman yang bisa saya tawari, lalu mau menawari siapa lagi minggu ini? Saya pun berdoa, memohon Tuhan menunjukkan jalan. Lalu saya teringat, dulu saya pernah menyimpan cukup banyak nomor telepon rekan peserta sebuah acara parenting, di mana saya menjadi koordinatornya. Maka saya pun mencoba menghubungi nomor-nomor telepon tersebut. Karena saya menjual produk segar, untuk sementara, saya hanya menjual di area perumahan tempat tinggal saya, agar produk dapat diantarkan dalam waktu singkat, untuk menjamin kesegarannya. Maka saya pun hanya menghubungi mereka yang saya pikir tinggal di area perumahan saya.
Tak disangka, ketika menghubungi salah satu nomor tersebut, penerimanya langsung tertarik, dan bahkan langsung meminta izin untuk menjadi reseller saya. Wow Tuhan, saya pikir, saya ini baru berjualan dua minggu! Sudah dapat reseller? Ini jelas perbuatan tangan-Mu, bukan karena kehebatan saya! Kegembiraan sesaat berubah menjadi kecemasan kecil, karena ternyata ia tinggal di perumahan lain, yang walaupun masih berdekatan, mengantarkan produk ke rumahnya tentu akan lebih menyita waktu. Bekerja sama dengan suami, untunglah masalah kecil ini dapat teratasi. Ini semua begitu asing bagi saya. Sambil berkonsultasi dengan teman yang menawari saya berjualan itu, saya pun belajar memberikan harga jual khusus dan target penjualan untuk reseller, sesuatu yang benar-benar baru bagi saya.
Demikianlah, sang reseller pun membantu saya mengumpulkan pesanan di minggu kedua, sambil saya sendiri juga tetap berusaha menawarkan pada orang-orang yang saya kenal, dan sang teman sesama mantan guru itu pun tetap memberikan bantuannya. Lebih kagum lagi, di akhir minggu itu, ternyata sang reseller baru ini sungguh piawai berjualan! Saya jadi sangat terbantu dalam mengumpulkan jumlah pesanan, dan jumlah pesanan yang masuk pun cukup meningkat dibandingkan minggu sebelumnya.
Minggu demi minggu pun berjalan, syukur pada Tuhan, berkat kualitas produk yang dijual dan bantuan dari teman-teman yang Tuhan letakkan di sisi saya, kami selalu dapat melampaui minimal order yang ditetapkan. Suatu hari, seorang teman yang sudah sangat berhasil dalam multi level marketing sebuah produk kesehatan, membeli produk yang saya jual. Di luar dugaan, ia memberikan testimoni tentang produk yang dibelinya di laman Facebook-nya, dan mempersilakan mereka yang penasaran mencoba produk ini untuk menghubungi saya.
Walah, selama ini saya hanya berjualan dengan WhatsApp, yang saya rasa lebih mudah dan simple. Dengan sentilannya ini, mau tidak mau, saya pun tergerak untuk berjualan di media sosial yang baru. Saya lalu mencoba mengikuti cara teman saya ini menawarkan produknya, yaitu dengan konsisten hari demi hari mem-posting barang dagangannya di status WhatsApp, Facebook dan Instagram. Tidak berapa lama kemudian, ternyata cara ini membuahkan hasil. Beberapa teman yang tinggal agak jauh dari perumahan saya pun tertarik untuk memesan produk dagangan saya. Beruntung, sebelumnya saya baru saja diberitahu seorang penjual kue langganan, cara mengantarkan barang dagangan dengan ojek dengan biaya yang relatif murah. Tidak hanya itu, bahkan beberapa teman yang tinggal cukup jauh, setelah membaca postingan saya di media sosial, mengajukan diri untuk juga menjadi reseller, sehingga semakin membantu saya meningkatkan angka penjualan.
Berjualan dengan menggunakan WhatsApp, Facebook, dan Instagram sudah saya lakoni, tetapi saya masih penasaran. Selama ini pembeli produk yang saya jual hanya berkisar di kalangan teman-teman dan saudara saya, yang tentu saja sangat terbatas jumlahnya. Saya berdoa lagi, memohon Tuhan menunjukkan jalan kepada saya, apa lagi yang harus saya lakukan, agar saya dapat menjual produk ini juga kepada orang-orang yang tidak saya kenal. Kemudian timbul ide, untuk menggunakan cara lama, yaitu dengan menyebarkan brosur dari rumah ke rumah. Hal ini pun kemudian saya lakukan. Sedikit demi sedikit, brosur demi brosur saya sebarkan dari rumah ke rumah, sambil berolah raga jalan pagi dan berjemur, yang konon baik untuk meningkatkan imunitas tubuh.
Puji Tuhan, dengan cara ini, muncul para pembeli baru yang sebelumnya tidak saya kenal. Bahkan, di antara brosur yang disebar, ternyata dibaca oleh sebuah katering kesehatan, yang kini menjadi langganan tetap. Awalnya saya sempat ragu juga, karena katering ini meminta hari pengiriman yang berbeda dari jadwal pengiriman saya yang biasanya. Ini berarti, saya harus melakukan dua kali pengiriman. Apakah nanti tidak sulit memenuhi minimal order-nya? Namun menilik pengalaman beberapa bulan berjualan, saya sudah merasakan, minggu demi minggu saya selalu melihat pekerjaan tangan Tuhan yang memampukan saya untuk selalu memenuhi minimal order yang ditentukan. Maka, saya pun memberanikan diri untuk menerima tantangan baru ini.
Dan benar saja, kembali saya melihat pertolongan Tuhan setiap minggunya. Tidak selalu semua berjalan mulus. Terkadang ada reseller andalan yang sakit, ada pelanggan tetap yang tiba-tiba tidak mau memesan lagi, entah apa alasannya, ada pelanggan yang beralih ke reseller produk yang sama karena jaraknya lebih dekat dari rumahnya, kenaikan ongkos kirim dari aplikasi ojek yang diandalkan, dan sebagainya. Tetapi minggu demi minggu, di saat-saat seperti itu, saya belajar dan diajar Tuhan untuk berserah dan percaya, bahwa Tuhan sanggup memenuhi kebutuhan saya dengan kuasa-Nya: tiba-tiba ada pelanggan yang membeli dalam jumlah besar di luar kebiasaannya, tiba-tiba ada teman yang berinisiatif memperkenalkan produk yang saya jual kepada temantemannya, dan mereka beramai-ramai memesan, ada seseorang yang sudah ditawari sejak lama tapi tidak pernah merespons, tiba-tiba memesan, dan seterusnya. Ada saja cara Tuhan bekerja. (Pokoknya, I do my best, God do the rest)
Melihat ke belakang, terkadang saya masih geli jika mengingat bagaimana dulu saya mati-matian menolak tawaran berjualan ini. Sekarang saya justru berterima kasih kepada teman sekelompok kecil saya, yang sudah menawari saya itu. Betapa kegiatan berjualan ini tidak hanya menjadi sebuah pengalih perhatian dari berita-berita suram tentang penyebaran COVID-19 di tanah air, namun kegiatan ini sudah menjadi sebuah pengalaman iman, yang membuat saya belajar betapa Tuhan adalah Allah yang menyediakan, Allah yang berkuasa. Bahwa dengan konsisten berjualan, saya pun dapat membantu kondisi ekonomi beberapa teman yang ikut menjadi reseller produk ini. Bahwa melalui interaksi dengan para reseller dan pelanggan, saya pun belajar mengenal diri saya sendiri, belajar bekerja sama, dan belajar memahami serta menyesuaikan diri dengan orang lain, sesuatu yang masih harus banyak saya pelajari. Terima kasih Tuhan, sudah memperkenalkan pengalaman ini kepada saya!