Kata lari atau berlari merupakan suatu aktivitas yang cukup digemari sejak dahulu, bahkan cukup populer dalam salah satu cabang olahraga, khususnya cabang atletik. Dalam jenis olahraga ini, nama-nama pelari yang cukup populer dilahirkan dan menjadi teladan bagi orang-orang yang menggemari olahraga lari.
Sebut saja salah satu nama yang sangat populer, yaitu Usain Bolt, seorang pelari Jamaika yang mendapatkan julukan sebagai “manusia tercepat di dunia”. Predikat itu diperolehnya karena berhasil membukukan waktu tercepat dalam kategori lari jarak pendek. Selain itu, dari Indonesia juga terdapat satu nama yang cukup populer, yaitu Lalu Muhammad Zohri, pelari kebanggaan Indonesia kelahiran Lombok, yang telah berhasil menjadi yang tercepat pada kejuaran atletik junior.
Berkaca dari dua nama tersebut, tentulah kita mengajukan pertanyaan. Misalnya, bagaimana mereka bisa melakukannya? Apakah saat mereka berlari tidak pernah lelah, letih, dan lesu (3L)? Bahkan mungkin pertanyaan-pertanyaan lainnya juga akan diajukan kepada mereka karena keberhasilannya menjadi seorang pelari tercepat dan menjadi pemenang. Dengan kata lain, segala tindak-tanduk yang mereka lakukan akan disorot oleh para penggemar mereka karena prestasi yang mereka torehkan.
Sejenak kita tinggalkan nama-nama hebat itu. Mari kita membicarakan tema “Berlari Tanpa Menjadi Lesu”.
Bagaimana memaknai tema ini jika dikaitkan dengan peristiwa berlari di dalam kehidupan orang Kristen? Apakah yang akan kita hadapi saat proses berlari itu berlangsung dan apakah seorang Kristen juga akan turut mengalami lelah, letih, dan lesu? Hal ini yang perlu direnungkan bersama, sehingga kita dapat mempersiapkan mental, fisik, serta iman yang mumpuni ketika mengalami kondisi tersebut. Selain itu, dalam konteks inilah diperlukan daya juang yang tinggi, serta fokus dan tujuan yang tetap terarah.
Seperti yang sudah jelas dinarasikan di dalam Alkitab, kehidupan orang Kristen selalu dianalogikan seperti seorang pelari. Bahkan kehidupan kita diibaratkan seperti perlombaan lari; sebuah proses yang akan berlangsung secara terus-menerus sampai menuju Firdaus yang sesungguhnya. Kita semuanya akan berlari dan hanya akan ada satu pemenang untuk mendapatkan hadiah (lihat Filipi 3: 13-14; 1 Korintus 9:24).
Kehidupan kita diibaratkan seperti perlombaan lari; sebuah proses yang akan berlangsung secara terusmenerus sampai menuju Firdaus yang sesungguhnya. Kita dapat mempersiapkan mental, fisik, serta iman yang mumpuni ketika mengalami kondisi tersebut.
Kehidupan kita diibaratkan seperti perlombaan lari; sebuah proses yang akan berlangsung secara terusmenerus sampai menuju Firdaus yang sesungguhnya.
Saat ini kehidupan kita masih sama, yaitu sama-sama berada di dalam gelanggang atau sebuah lintasan lari di dalam kehidupan kita masing-masing. Hal yang berbeda adalah sikap dan cara kita untuk menjadi seorang pemenang, menuju lintasan kekekalan kehidupan bersama dengan Sang Kristus. Lantas sikap dan cara seperti apa yang sudah kita lakukan selama ini, di dalam melintasi gelanggang kehidupan dan menuju garis akhir yang telah ditentukan Allah? Dibutuhkan jawaban yang jujur untuk mengungkapkan jawabannya, sebagaimana iman kita selama ini kepada Allah.
Terlepas dari sikap dan cara yang kita lakukan masing-masing saat berlari di lintasan yang telah ditentukan, kita perlu menyepakati beberapa hal yang harus dilakukan seorang pelari agar menjadi pemenang dan tidak cepat lelah, letih, dan lesu. Apakah kesepakatan yang kita dapat mempersiapkan mental, fisik, serta iman yang mumpuni ketika mengalami kondisi tersebut dimaksudkan itu? Kesepakatan yang dimaksud adalah kepatuhan kita pada aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah.
Seperti halnya dalam olahraga lari, setiap peserta harus mematuhi dan menyepakati regulasi yang telah ditetapkan oleh panitia, untuk dapat dikatakan sebagai peserta lomba lari. Demikian halnya dalam berlari untuk memenangkan hadiah dari Allah, kita juga harus menyepakati segala aturan yang telah ditetapkan oleh Allah. Bahkan yang lebih penting lagi agar kita menjadi pemenangnya, Allah telah memberikan regulasi praktis yang dapat menjadi pedoman kita:
(1) Perihal oknum penggerak. Maksudnya, sebagai murid Kristus sudah sepantasnya kita sadari dan sepakati siapa oknum penggerak kita saat berlari di dalam lintasan Allah. Kita harus betul-betul memastikan bahwa kita semua berlari karena digerakkan oleh Kristus. Kita harus menyadari dan sepakat bahwa tanpa Kristus kita tidak akan dapat berlari. Dengan kata lain, tanpa Kristus, kehidupan kita tidak akan bergerak sama sekali. Dengan demikian, agar saat berlari tidak menjadi 3L, kita harus melakukan cara berlari yang sesuai dengan instruksi Yesus. Kita harus selalu bersama-sama dengan-Nya agar kekuatan berlari kita konstan. Kita selalu beriringan dengan Yesus agar apapun yang terjadi di dalam lintasan kehidupan kita dapat dilalui bersama.
(2) Perihal fokus destinasi akhir. Maksudnya sebagai pengikut Kristus, sejak awal sudah sepantasnya kita mengetahui dan berfokus pada destinasi akhir kita. Artinya, kita harus sudah mengetahui dengan pasti bahwa tujuan akhir kita berlari bersama dengan Allah akan sampai pada destinasi akhir yang disebut dengan kehidupan kekekalan. Dengan demikian, pada saat berlari, apapun yang terjadi di dalam lintasan, entah itu di awal lintasan, tengah lintasan atau di bagian akhir lintasan, apabila terjadi hal-hal yang membuat langkah lari kita melambat dan melemah maka saat itulah kita harus ingat kembali pada tujuan awal yang hendak kita capai.
(3) Perihal efektivitas waktu. Maksudnya sebagai pengikut Kristus, akan ada banyak hal yang terjadi di sepanjang lintasan, yang membuat waktu akan terkuras. Namun perlu diingat, bahwa waktu manusia sudah ditentukan oleh Allah: ada yang cepat sampai dan ada yang cenderung melambat. Di sinilah kita harus mengefektifkan waktu saat berlari bersama-sama dengan Allah. Jangan sampai lengah melihat halhal yang terjadi di sepanjang lintasan kehidupan kita.
(4) Perihal perolehan hadiah. Saat kita sudah berlari bersama-sama dengan Allah, dengan berfokus pada destinasi akhir kita, dan juga mampu mengefektifkan waktu untuk sampai pada tujuan akhir, maka dengan seizin dan kasih karunia Allah serta sesuai janji-Nya, kita akan selamanya bersama Dia di dalam kehidupan kekal. Selamat berlari menempuh lintasan bersama dengan Tuhan.
Kita harus menyadari dan sepakat bahwa tanpa Kristus kita tidak akan dapat berlari.
Referensi:
Lembaga Alkitab Indonesia. 2010. Alkitab. Jakarta: LAI.
Keterangan: Penulis adalah Dosen Tetap Universitas Pelita Harapan, Tangerang.