Di dalam konteks berbahasa, persoalan makna menjadi salah satu fokus kajian yang penting. Pembahasan tentang makna dapat dijumpai pada salah satu pokok kajian yang disebut dengan semantik. Selanjutnya, dalam kajian semantik yang cukup sering diperbincangkan adalah persoalan relasi makna.
Relasi makna sendiri dapat diartikan sebagai kesalingterhubungan antara makna yang satu dengan yang lainnya di dalam keseluruhan aspek kebahasaan, dari tingkat yang paling sederhana sampai yang kompleks. Demikian jugalah dengan relasi manusia dengan Allah. Relasi itu tentu juga beragam adanya. Adapun bentuk-bentuk relasi manusia itu berupa kesamaan makna, perlawanan makna, keragaman makna, dan ketercakupan makna.
Relasi manusia berupa kesamaan makna kurang lebih berarti bahwa manusia menjadi semakna atau satu pengertian dengan Allah dan firman-Nya. Dengan kata lain, ia akan sejalan dengan perintah dan tujuan Allah atas kehidupannya. Relasi semacam ini terverifikasi melalui pelaksanaan ajaran Allah karena ia dapat memaknai sama dengan maksud Allah di dalam kehidupannya. Relasi berupa perlawanan makna berarti bahwa manusia itu sendiri tidak sepaham dengan maksud Allah. Dengan kata lain, keberadaan Allah dan firman-Nya dimaknai dengan titik tolak yang berbeda. Ia sesungguhnya memiliki makna yang bertolak belakang dengan maksud Allah.
Oleh karena itu, relasi semacam ini akan terverifikasi melalui penolakan terhadap ajaran Allah. Tindak-tanduknya akan selalu mempertentangkan Allah dengan tidak mengakuinya sebagai Allah, Sang Pemberi napas kehidupan. Relasi berupa keragaman makna berarti bahwa manusia itu memiliki pemaknaan ganda terhadap maksud Allah. Dengan kata lain, ia akan bersifat ambivalen. Di saat tertentu ia dapat memaknai Allah dan ajaranNya. Di saat yang lainnya ia tidak dapat memaknai Allah dan ajaranNya dengan baik.
Pemahaman seperti ini akan membuatnya menjadi manusia yang tidak memiliki pendirian teguh. Relasi semacam ini akan terverifikasi melalui tindakan yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan firmanNya yang dilaksanakannya secara sekaligus. Selanjutnya, relasi berupa ketercakupan makna dapat diartikan bahwa manusia itu hanya mampu memaknai maksud Allah secara parsial. Ia akan berpikir bahwa dengan hanya memaknai sebagian kecil dari maksud Allah sudah mencakup keseluruhan maksud Allah dan firman-Nya. Pemahaman seperti ini akan membuatnya menjadi manusia yang minimalis karena sudah merasa tercakup. Padahal apa yang dilakukannya hanyalah bagian kecil saja dari pemaknaan secara keseluruhan. Relasi semacam ini akan terverifikasi melalui tindakan sekadarnya dari maksud Allah dan firman-Nya.
Pemahaman bentuk-bentuk relasi manusia dengan Allah itu perlu diketahui, agar kita dapat mengintrospeksi relasi diri kita dengan Allah, seperti apa bentuk relasi yang kita miliki. Hal ini penting, karena nantinya akan menentukan konsistensi pelaksanaan disiplin rohani sebagai umat Kristen. Dengan demikian, konsisten tidaknya pelaksanaan disiplin rohani umat Kristen akan ditentukan oleh bentuk-bentuk relasi manusia itu dengan Allah.
Lantas bagaimana memaknai relasi makna manusia dengan Allah seperti pembagian di atas? Bahkan secara khusus, bagaimana memaknai konsistensi pelaksanaan disiplin rohani umat Kristen di dalam situasi yang pelik seperti di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini? Di sinilah kita sebagai umat Kristen harus kembali pada tujuan Allah atas kehidupan kita. Jika mencoba memaknainya, berikut ini pandangan saya terkait hal itu:
1. Bentuk relasi kesamaan makna manusia dengan Allah membuat umat Kristen tidak akan terpengaruh dalam pelaksanaan disiplin rohani.
Karena pada dasarnya, disiplin rohani yang dilakukannya tidaklah bersifat mekanis. Dalam pengertian, disiplin rohani tidak dilakukan sebagai bentuk rutinitas yang terus diulangulang tanpa dimaknai dengan baik. Akan tetapi, disiplin rohani yang dimaksud harus bersifat religius. Dalam pengertian, disiplin rohani harus dilakukan dalam kesadaran akan pentingnya membangun relasi dengan Allah secara pribadi khususnya dalam melaksanakan ibadah kepada Tuhan (lihat 1 Tim. 4: 6-8) dan kepada sesama meskipun itu dalam kondisi didera pandemi COVID-19. Dengan demikian, disiplin rohani yang dilakukan secara konsisten lebih mengarah pada makna pentingnya ibadah itu dilakukan. Bukan semata-mata dilakukan secara berulang-ulang agar disebut konsisten, melainkan sebagai bentuk latihan spiritualitas atas relasi kita dengan Allah yang semakin berkualitas.
2. Bentuk relasi perlawanan makna manusia dengan Allah akan membuat umat Kristen tidak melaksanakan disiplin rohani secara konsisten.
Kondisi pandemi COVID-19 akan menjadi salah satu alasan untuk mempertentangkan keberadaan Allah dengan berbagai macam argumennya. Pelaksanaan disiplin rohani menjadi tidak masuk akal di tengah-tengah adanya virus orona karena terlalu khawatir mengurusi pandemi itu sampai melupakan relasinya dengan Allah. Meskipun tetap melaksanakan ibadah misalnya, sesungguhnya hatinya berlawanan makna dengan itu (lihat Mat. 15: 8-9).
3. Bentuk relasi keragaman makna manusia dengan Allah akan membuat umat Kristen memaknai pelaksanaan disiplin rohani secara beragam.
Terlebih lagi kondisi pandemi COVID-19 juga dapat mengaburkan makna terhadap maksud Allah kepada manusia. Umat Kristen mungkin gagal memaknai maksud Allah di tengah-tengah kondisi seperti ini, karena seolah-olah kita harus memaknai ulang Allah dan firman-Nya di tengah serangan virus yang telah mengguncang dunia. Misalnya, umat Kristen akan berupaya memaknai ulang bagaimana arti sebuah ibadah dan gereja, memaknai ulang bagaimana arti sebuah persekutuan di dalam ruang virtual, memaknai ulang bagaimana sumber pembacaan firman Allah. Hal itu karena ada semacam pemaknaan seperti jika tidak pergi ke gedung gereja itu tidak dinamakan ibadah, karena ibadah atau persekutuan virtual dianggap menghilangkan esensi makna ibadah yang sebenarnya. Jika membaca firman Allah dari sumber Alkitab dalam bentuk cetakan, pembacaan itu dianggap sesuai dengan kebenaran Allah. Sebaliknya, jika membaca firman Allah dari sumber Alkitab, dianggap tidak sesuai dengan kebenaran Allah (lihat Ibr 12: 2; Ibr 12:28). Demikianlah semakin banyak munculnya keragaman makna yang semakin tidak jelas.
4. Bentuk relasi ketercakupan makna manusia dengan Allah membuat umat Kristen memaknai disiplin rohani secara sempit.
Ia merasa bahwa dengan melakukan salah satu bentuk disiplin rohani saja berarti ia sudah melakukan semua bentuk disiplin rohani lainnya. Padahal disiplin rohani harus dipahami secara komprehensif. Seperti pendapat Whitney (dalam Mutak 2016:6), bentuk-bentuk disiplin rohani itu antara lain merenungkan firman, berdoa, ibadah, penginjilan, pelayanan, penatalayanan, puasa, keheningan, jurnal, dan belajar. Di tengah pandemi seperti ini, pemaknaan terhadap disiplin rohani akan terpisah-pisah. Misalnya, mungkin ada sebuah pendapat yang menyatakan bahwa menyanyikan lagu rohani saja sudah berarti melakukan disiplin rohani, mendengarkan bagian khotbah para pendeta saja sudah melakukan disiplin rohani, mendengarkan firman Allah melalui YouTube sudah berarti melakukan disiplin rohani (lihat Ibr 10: 22).
Berdasarkan bentuk-bentuk relasi makna di atas, tindak lanjut kita sebagai umat Kristen adalah memaknai ulang bagaimana konsep disiplin rohani di tengah-tengah pandemi COVID-19 ini. Apakah virus korona turut menciptakan bentuk relasi makna baru manusia dengan Allah? Apakah virus korona juga menjadikan umat Kristen semakin konsisten dalam pelaksanaan disiplin rohaninya? Atau mungkin sebaliknya, virus korona justru menjadikan umat Kristen tidak konsisten dalam pelaksanaan disiplin rohaninya. Di sinilah pilihan umat Kristen atas bentuk relasi makna dengan Allah benar-benar harus jelas adanya. Umat Kristen tidak dapat berpurapura dan berusaha mencari berbagai alasan untuk tidak melaksanakan disiplin rohani.
Umat Kristen harus dapat melaksanakan disiplin rohani secara konsisten meskipun di tengah-tengah pandemi COVID-19 ini. Sangat sulit, tetapi kita harus berusaha keras melalui pertolongan dan melalui anugerah-Nya. Tulisan ini merupakan bentuk refleksi dan introspeksi diri penulis yang juga sedang bergumul dalam melaksanakan disiplin rohani. Secara manusia, mungkin sebagian dari kita akan sulit menjawab bentuk relasi makna seperti apa yang kita miliki hari ini dengan Allah. Namun, kita tidak perlu berlamalama tunduk dan berdiam diri untuk memikirkan hal itu.
Kita hanya perlu fokus pada perintah Allah. Kita hanya perlu berlari menuju bentuk relasi yang semakna dengan Allah, berlari menuju tujuan dan maksud Allah kepada semua umat Kristen di tengah-tengah masa pandemi COVID-19 ini. Dengan kata lain, kita harus tetap berdiri dan berlari bersama Allah, Sang Mahahadir dalam segala hal baik di segala tempat, waktu, maupun kondisi apapun yang kita alami. Allah dengan pertolongan Roh Kudus-Nya memberi kekuatan pada umat Kristen untuk dapat melaluinya. Terlebih kepastian kehidupan kekal yang sudah digaransi Allah melalui peristiwa lahir, mati, bangkit, dan naiknya Yesus Kristus untuk menyediakan tempat bagi umat Kristen yang sampai akhir hayatnya konsisten percaya kepada Allah. Hanya melalui dan di dalam Dia saja, kita dapat melaksanakan disiplin rohani dengan baik. Hal itu dapat terlaksana dengan satu persyaratan utama yaitu relasi yang semakna dengan Allah. Jikalau tidak semakna, umat Kristen akan gagal dalam pelaksanaan disiplin rohaninya. Umat Kristen mungkin hanya konsisten pada bagian pelak saja. Sinonim kata pelak sendiri yaitu keliru, luput, dan salah (Endarmoko, 2016:503).
Kemudian ia bebas melakukan apapun di sana (dalam arti tidak menentu lokasi atau tempatnya). Sebagai akibatnya, umat Kristen hanya konsisten dalam kekeliruan, dalam keluputan, dan dalam kesalahan memaknai disiplin rohani. Bahkan dalam memaknai tujuan dan maksud Allah, yang memberi izin atas situasi pandemi COVID-19 dialami manusia. Akhirnya, selamat memilih bentuk relasi makna kita dengan Allah di tengah situasi saat ini. Marilah kita memaknai ulang tujuan kita melakukan disiplin rohani. Memaknai kembali tujuan dalam pelaksanaan disiplin rohani secara konsisten agar tidak terkesan sebagai sebuah tindakan yang mekanis, tetapi sebagai sebuah tindakan yang religius. Selamat memaknai kembali konsistensi pelaksanaan disiplin rohani kita. Semoga Allah memberikan kekuatan melalui Roh Kudus, yang selalu menggerakkan jiwa dan hati kita dengan kesadaran akan pentingnya relasi yang semakna dengan Allah.