Pada mulanya manusia diciptakan dengan karakter yang baik (Kej 1:26-27), manusia diciptakan segambar dan serupa Allah, sehingga dapat dikatakan bahwa manusia merupakan citra Allah. Tetapi sejak manusia jatuh ke dalam dosa (Kejadian 3) maka rusaklah citra Allah dalam diri manusia.
Manusia tidak lagi berkuasa atas dirinya karena dosa sudah mengambil alih kendali atas diri manusia. Manusia tidak dapat tidak berbuat dosa, apapun yang diperbuatnya selalu berdasarkan pada nafsu kedagingan yang berpangkal pada dosa.
Tetapi, bukan tidak mungkin manusia dapat juga mengendalikan dirinya dan mengalahkan nafsu kedagingannya, yaitu dengan taat kepada Allah. Bangsa Israel pada kitab Perjanjian Lama merupakan contoh atau cerminan dari diri kita yang selalu berjuang untuk membangun kembali citra atau gambar Allah yang sudah rusak itu. Allah memberikan perintah kepada bangsa Israel di Gunung Sinai dengan perantaraan Musa dengan tujuan supaya mereka tidak berdosa kepada Allah. Syaratnya adalah menaati perintah-perintah Allah dan menjalani hidup dengan bertanggungjawab kepada-Nya.
Banyak tokoh dalam Perjanjian Lama yang hidup taat dan bertanggungjawab kepada Allah, diantaranya adalah Yusuf dan Daniel. Mereka memperlihatkan bahwa dengan taat kepada perintah Allah dan hidup bertanggungjawab kepada-Nya, maka mereka bisa menang dari nafsu kedagingan mereka (Kejadian 39; Daniel 1). Tetapi, ada juga tokoh-tokoh yang hidup sebaliknya, tidak taat dan bertanggungjawab kepada Allah, seperti Saul dan Ahab (1 Samuel 13, 15; 1 Raja-Raja 20).
Sebenarnya, apakah taat dan bertanggung jawab?
Definisi taat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah senantiasa tunduk (kepada Tuhan, pemerintah, dan sebagainya); patuh (kata sifat); mematuhi; menurut (perintah, aturan, dan sebagainya) dan bertanggungjawab adalah berkewajiban menanggung; memikul tanggung jawab; menanggung segala sesuatunya (kepada). Jadi taat dan bertanggungjawab dapat disederhanakan menjadi mematuhi (tanpa syarat) seluruh perintah dan aturan yang diberikan Tuhan dengan penuh tanggung jawab.
Dalam Alkitab, ada dua tokoh yang dari sebelum dilahirkan sudah ditentukan Allah menjadi ‘Penyelamat’. Karena tugas mereka berat maka Allah ’memperlengkapi’ dengan kelebihan yang tidak dimiliki oleh manusia biasa. Allah hanya meminta untuk mereka taat dan bertanggungjawab pada perintahNya, tidak lebih dan tidak kurang.
Tokoh yang pertama ada pada Perjanjian Lama yaitu Simson. Simson dilahirkan pada saat bangsa Israel dijajah oleh bangsa Filistin (Hakim-hakim 13 : 1). Tetapi berbeda dengan The Cycle of Sin in Judges, kali ini Allah bertindak tanpa menunggu ‘kesadaran’ bangsa Israel akan dosa-dosa mereka terhadap Allah. Allah ‘berinisiatif ’ mengirimkan seorang penyelamat dengan mendatangi istri dari Manoah, keturunan suku Dan, yang mandul (Hakim-hakim 13 : 2).
Kelahiran Simson dimulai dengan syarat-syarat yang harus ditaati oleh ibunya selama mengandung dan juga syarat yang harus ditaati oleh Simson sendiri. Dalam mengemban tugasnya menyelamatkan bangsa Israel dari tangan orang Filistin, Tuhan memperlengkapi Simson dengan kekuatan yang luar biasa. Hal ini ditunjukkan dengan mengalahkan singa (Hakim-hakim 14 : 6), membunuh 30 orang Filistin di Askelon (Hakim-hakim 14 : 19), memukul mati 1000 tentara Filistin dengan senjata tulang rahang keledai (Hakim-hakim 15 : 14-15), dan mengangkat daun pintu gerbang kota Gaza (Hakim-hakim 16 : 3).
Dengan kemampuan yang dimilikinya, sangat mudah bagi Simson untuk menghancurkan bangsa Filistin. Tetapi hal itu tidak dilakukannya. Anugerah yang didapatkan dari Allah membuatnya menjadi sombong (Hakim-hakim 15 : 16), menganggap remeh tugas yang diberikan Allah kepadanya sebagai hakim (Hakim-hakim 16 : 1, 4). Bahkan Simson juga ‘bermainmain’ dengan ketaatannya kepada Allah sampai akhirnya dia jatuh dalam dosa (Hakim-hakim 16 : 7, 11, 13, 17) dan ditinggalkan oleh Roh Allah (Hakim-hakim 16 : 20). Simson terlalu percaya diri bahwa dia tidak dapat dikalahkan dengan kekuatannya yang luar biasa itu sehingga dia membiarkan dirinya terlena pada cobaan Iblis melalui mulut Delilah sampai akhirnya dia melupakan Allah dengan mengatakan rahasia kekuatan dirinya.
Kekuatan Simson lenyap pada saat Allah meninggalkan dirinya (Hakim-hakim 16 : 20). Peristiwa ini merupakan awal dari kejatuhan Simson. Dimulai dengan dicungkil matanya, dibelenggu dengan rantai tembaga, dan akhirnya menjadi penggiling di dalam penjara. Penulis menduga bahwa pada saat di penjara itulah Simson menyadari ketidaktaatannya kepada Allah dan menyesalinya.
Klimaks dari kisah hidup Simson sangat menarik untuk diperhatikan. Ada 3 pihak yang berperan penting dalam peristiwa tersebut, yaitu raja-raja orang Filistin, Allah, dan Simson sendiri. Pada saat perayaan dengan korban sembelihan yang besar kepada Dagon. Para raja orang Filistin merayakan kemenangan dewa mereka, Dagon, atas pahlawan bangsa Israel, Simson. Untuk mengokohkan kehebatan Dagon dan sekaligus mempermalukan Simson maka mereka meminta mengeluarkan Simson dari penjara untuk menghibur mereka (Hakim-hakim 16 : 25). Simson merasakan itulah momen yang tepat untuk ‘menyelesaikan’ tugas yang diberikan Allah kepadanya. Simson menyadari bahwa hanya Allah saja sumber kekuatannya, maka dia berseru kepada Allah memohon belas kasihan-Nya untuk membalaskan perbuatan orang-orang Filistin kepadanya (Hakim-hakim 16 : 28). Tuhan mendengar doa Simson dan mengabulkannya. Simson mendapat kekuatannya kembali dan berhasil membunuh banyak sekali orang Filistin (Hakim-hakim 16 : 30).
Tokoh yang kedua ada dalam Perjanjian Baru, yaitu Yesus. Kelahiran Yesus sudah dinubuatkan dari jaman Perjanjian Lama (Kejadian 3 : 15; 12 ; 3; 49 : 10, Yesaya 7 : 14; 11 : 1, Mikha 5 : 1, dan sebagainya). Kedatangan Yesus ke dunia juga atas ‘inisiatif ’ Allah sendiri. Pada saat manusia jatuh ke dalam dosa (Kejadian 3 : 15) maka tanpa diminta oleh Adam maupun Hawa, Allah langsung memutuskan akan memberikan seorang penolong yang akan membebaskan manusia dari dosa.
Kehidupan Yesus sebagai seorang Mesias yang dijanjikan oleh Allah tidaklah seperti kehidupan manusia biasa. Pada proses kelahiranNya, diwarnai dengan mukjizat, diantaranya adalah proses kehamilan Maria, malaikat dan sekelompok balatentara surga mengunjungi beberapa gembala, dan munculnya bintang di Timur yang menuntun kawanan Majusi menemui bayi Yesus.
Pada saat dewasa pun, Yesus muncul dengan penuh kuasa Allah. Dia banyak membuat mukjizat seperti mengubah air menjadi anggur, menyembuhkan orang kusta, mencelikkan orang buta, membuat orang lumpuh berjalan, orang tuli mendengar, bahkan membangkitkan orang mati. Hal-hal ini yang membuat orang-orang Yahudi menaruh harapan besar di pundak Yesus untuk menjadi Mesias yang membebaskan mereka dari penjajahan Romawi, bahkan membangun kembali kerajaan Israel yang kuat seperti pada zaman raja Daud.
Namun Yesus sebagai Anak Allah yang memiliki kuasa, tidak menggunakan kekuasaan-Nya untuk lepas dari tugas menanggung dosa manusia, mati di Golgota. “Ya BapaKu, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi. “ (Luk 22:42). Doa Yesus di taman Getsemani menunjukkan bagaimana Ia taat menyerahkan seluruh keputusan kepada kehendak Bapa. Walaupun dalam Luk 22: 44, tertulis, ”Ia sangat ketakutan dan makin bersungguh-sungguh berdoa. PeluhNya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.” Siksaan dan kematian yang hina di atas kayu salib ditaati-Nya demi menanggung dosa kita semua.
Pada akhirnya Yesus berhasil menyelesaikan tugas yang diembanNya dari Allah Bapa dengan sempurna. Dia taat kepada Allah, dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan-Nya selama hidup. Tidak ada sesuatu kesalahan yang dilakukan Yesus, semua kehendak Allah Bapa ditaati-Nya dengan penuh tanggung jawab. Tuhan sedang memberikan tugas pada setiap orang percaya sebelum dirinya dilahirkan. Tidak ada seorangpun yang dari lahir sudah mengetahui tugas yang diberikan Tuhan kepada dirinya, tetapi dengan berjalannya waktu, tugas itu sedikit demi sedikit disingkapkan dan dapat dirasakan, dan hidup kita mulai mengarah kepada tugas tersebut. Disinilah ujian ketaatan kita sebagai orang percaya dimulai. Apakah kita bertanggung jawab atas tugas kita seperti Yesus, atau kita mencoba ‘bermain-main’ pada tugas kita seperti Simson?