“Karena Pilatus ingin memuaskan hati orang banyak itu, ia membebaskan Barnabas bagi mereka, sedangkan Yesus dicambuknya lalu diserahkannya untuk disalibkan” (Markus 15:15).
Pilatus (Pontius Pilate) adalah nama yang sangat dikenal umat Kristen. Pada setiap peringatan kematian Tuhan Yesus, tokoh Pilatus selalu menjadi tokoh yang disorot, karena ia adalah tokoh penguasa yang mengeksekusi penyaliban Tuhan Yesus. Lebih menarik lagi, nama Pontius Pilatus disebutkan dalam Pengakuan Iman Rasuli (Packer, J.I. Kristen Sejati Vol.1. 2014). Apa yang mau diingatkan kepada kita atas penyaliban Yesus Kristus di bawah pemerintahan Pontius Pilatus?
Pada zaman itu, para imam kepala dan tua-tua Israel tidak memiliki kuasa politik. Maka setiap keputusan hukuman mati harus datang dari otoritas Romawi. Itulah sebabnya mereka menyerahkan Yesus kepada Pilatus, penguasa pemerintahan Romawi pada saat itu (Stambaugh, John dan Balch, David. Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula, 2008). Mereka mendesak Pilatus, menghasut banyak orang, bahkan juga menyebarkan fitnah di tengahtengah rakyat, sehingga banyak orang menjadi terpengaruh dan memaksa Pilatus memberi hukuman mati kepada Yesus.
Ada beberapa hal yang sudah diketahui Pilatus sebagai penguasa wilayah kala itu, sebelum peristiwa ini terjadi. Antara lain, kedatangan Yesus ke wilayah Yerusalem pada Minggu Palma disambut oleh orang banyak (Rachman, Rasid. Hari Raya Liturgi. 2015). Pilatus juga mengetahui, Yesus diserahkan karena kedengkian para imam kepala (Markus 15:10) dan hasutan mereka agar rakyat menuntut untuk membebaskan Barnabas, bukan Yesus (Markus 15:11).
Saat diserahkan kepadanya, Pilatus juga berpendapat bahwa Yesus tidak bersalah (Yohanes 18:38, Lukas 23:4, 14; Mat. 27:23-24). Istrinya pun sudah mengingatkan, Yesus adalah orang benar (Matius 27:19). Ia mencoba menawarkan untuk membebaskan-Nya. Tetapi, orang banyak itu sudah bersepakat untuk membunuh Yesus. Pilatus tidak berani menolak, karena khawatir akan terjadi pemberontakan besar. Ia takut kepada Yesus, tetapi lebih takut kepada orang banyak (Matius 27:24). Sebelumnya, ada beberapa gejolak pemberontakan yang sudah pernah dilakukan orang Yahudi dalam masa pemerintahan Pilatus. Tentunya jika sampai terjadi pemberontakan lagi, kariernya di pemerintahan Roma akan terancam. Karena itu, Pilatus lebih memilih membiarkan Yesus disalibkan. “Karena Pilatus ingin memuaskan hati orang banyak itu, ia membebaskan Barnabas bagi mereka, sedangkan Yesus dicambuknya lalu diserahkannya untuk disalibkan” (Markus 15:15).
Bagaimana dengan imam-imam? Markus 15:10 mencatat, para imam kepala menyerahkan Yesus karena dengki. Mereka merasa terancam, takut kehilangan pengikut, karena banyaknya pengikut Kristus. Mereka juga kehilangan harta, dalam artian kehilangan pemasukan dari para pengikutnya, termasuk penghasilan dari kegiatan dagang di depan Bait Allah yang disucikan oleh Yesus. Lalu timbullah niat untuk menyingkirkan-Nya. Sebagai pelayan Allah, yang mereka lakukan bukan melayani Allah, tetapi mementingkan ego sendiri serta kepentingan ekonomi. Untuk itu, mereka tidak segansegan menyingkirkan kebenaran. Sikap Pilatus dan para imam ini sangat kontras dengan sikap Yesus, yang rela kehilangan nyawa dan mengorbankan diri-Nya bagi orang berdosa. (Keller, Timothy. Berjalan Bersama Allah Melalui Kesulitan dan Penderitaan, 2019).
Dietrich Bonhoeffer mengatakan, “Ketika kita menghadapi salib, kita berhadapan dengan sesuatu yang luar biasa” (Bonhoeffer, Dietrich. The Cost of Discipleship. 1995). Yesus mencintai kita dengan cinta yang datang dari ketaatan-Nya kepada Bapa. Ia menderita di kayu salib, berkorban, dan memberikan nyawaNya bukan untuk mendapatkan sesuatu, tapi justru agar manusia berdosa mendapatkan pengampunan dan kehidupan yang kekal.
Oleh karena itu, baiklah kita menjadi pribadi yang mengalami perubahan, dengan menghayati, memahami, dan memberi respons atas kematian Kristus. Kiranya kehidupan kita selalu diperbaharui oleh kekuatan dan keterlibatan Roh Kudus, yang mengatur dan menuntun kehidupan kita semua.
*Penulis adalah penatua GKI Gading Serpong.