If you want to change to the world, go home and love your family,

- Mother Theresa-

Membahas keunikan keluarga Kristen, kita dapat berbicara dari A sampai Z. Pada kesempatan kali ini penulis akan mengajak kita mengkaji terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan keluarga Kristen, sebelum kita membicarakan keunikan-keunikannya, yang menurut penulis begitu kaya.

1. Fondasi

Bangunan yang baik harus dibangun di atas fondasi yang kokoh, begitu pula keluarga, seperti yang tertulis pada Matius 7:24-27,

“Jadi, setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia bagaikan orang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Lalu turunlah hujan dan datanglah banjir, dan angin bertiup melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak roboh sebab didirikan di atas batu. Namun, setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia bagaikan orang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Lalu turunlah hujan dan datanglah banjir, dan angin bertiup melanda rumah itu, sehingga robohlah rumah itu dan besarlah kerusakannya.”

Perbedaan ini bukan hanya sebatas penampakan fisik, tetapi mencerminkan landasan hidup masing-masing individu.

Dalam perikop ini, Yesus mengumpamakan kehidupan kita sebagai sebuah rumah. Kita semua membangun “rumah” masing-masing melalui keputusan, pilihan, dan tindakan kita sehari-hari. Batu melambangkan kebenaran dan kestabilan. Orang yang membangun rumah di atas batu adalah mereka yang memiliki dasar keyakinan yang kuat dalam ajaran-ajaran Yesus. Mereka memahami nilai-nilai kerajaan Allah, dan membangun hidup mereka berdasarkan prinsip-prinsip tersebut. Ketika terjadi badai, mereka tetap kokoh atas dasar keyakinan dan keimanan mereka yang kuat1.

Istilah yang digunakan dalam Perjanjian Baru (PB) untuk keluarga adalah kata Yunani “patria”, yang berarti “keluarga dari sudut pandang relasi historis, seperti garis keturunan”. Kata ini hanya disebutkan tiga kali dalam PB. Yang pertama, digunakan dalam Lukas 2:4. Dalam ayat tersebut, disebutkan Yusuf berasal dari keluarga dan keturunan (patria) Daud. Kedua, Kisah Para Rasul 3:25 juga menggunakan istilah ini untuk menerjemahkan janji Alllah kepada Abraham. Dijanjikan bahwa semua bangsa (patria) di muka bumi akan diberkati. Ketiga, Paulus dalam suratnya untuk jemaat Efesus mengatakan, “Itulah sebabnya aku sujud kepada Bapa, yang dari-Nya semua keluarga (patria) yang di dalam surga dan di atas bumi menerima namanya” (Efesus 3: 14-15).

Kata Yunani lainnya untuk keluarga adalah “oikos” (bentuk tunggal, bentuk jamaknya “oikia”). Kata ini lebih umum dari pada “patria”. Kata ini dimengerti sebagai keluarga dalam arti rumah tangga. Kata “oikos” mempunyai arti yang sama dengan kata Ibrani “bayit”. Dalam dunia Yunani Romawi, “Oikos” dipahami sebagai sebuah unit sosial yang lebih luas. Unit sosial itu tidak hanya mencakup sanak keluarga sedarah, tetapi juga orang lain yang tidak sedarah, seperti para budak, pekerja, dan orang-orang yang bersandar pada seorang kepala rumah tangga2.

Ada berbagai referensi ayat Alkitab tentang keluarga yang diberkati oleh Allah. Firman Tuhan memandang keluarga sebagai sebuah institusi yang suci dan penting dalam menjalani hidup di dunia ini. Allah ingin keluarga menjadi tempat yang penuh dengan kasih dan penghormatan.

Kata “keluarga Kristen” dalam Alkitab merujuk pada pengikut Kristus Yesus. Istilah “Kristen” diambil dari bahasa Yunani, “Kristianos(χριστιανος), yang dipakai untuk pengikut Kristus, atau pendukung Kekristenan. Dalam Yeremia 31:31, juga dinubuatkan tentang perjanjian baru yang akan menggantikan perjanjian lama dengan bangsa Israel. Jadi, istilah “keluarga Kristen” mengacu pada komunitas orang percaya yang mengikuti ajaran Yesus dan memegang teguh iman Kristen.

Konsep keluarga sangatlah penting dalam Alkitab, baik secara fisik maupun teologis. Konsep ini diperkenalkan sejak awal, seperti yang kita lihat dalam Kejadian 1:28, “Allah memberkati mereka, dan berfirman kepada mereka, ‘Beranak cuculah dan bertambah banyaklah. Penuhilah bumi dan taklukkanlah bumi. Berkuasalah atas ikan-ikan di laut, burung-burung di udara dan atas segala binatang melata di bumi!’” Sejak penciptaan, Allah merencanakan agar pria dan wanita menikah dan mempunyai anak. Seorang pria dan seorang wanita akan membentuk “kesatuan daging” melalui pernikahan (Kejadian 2:24), dan bersama anak-anak, mereka menjadi sebuah keluarga, yang merupakan landasan penting dalam peradaban manusia.

Alkitab mempunyai pengertian yang lebih komunal tentang manusia dan kekeluargaan dibandingkan budaya Barat pada umumnya, yang lebih bersifat individual dibandingkan dengan orang-orang di Timur Tengah dan Timur Dekat kuno. Ketika Tuhan menyelamatkan Nuh dari air bah, yang terjadi bukanlah keselamatan individual, namun keselamatan baginya, istrinya, anak-anaknya, dan istri anak-anaknya. Dengan kata lain, keluarganya diselamatkan (Kejadian 6:18). Ketika memanggil Abraham keluar dari Haran, Allah memanggilnya beserta keluarganya (Kejadian 12:4-5). Tanda perjanjian Abraham (sunat) harus diterapkan pada semua laki-laki dalam rumah tangga, baik mereka yang dilahirkan dalam keluarga, maupun para pembantu rumah tangga (Kejadian 17:12-13). Dengan kata lain, perjanjian Tuhan dengan Abraham berlaku untuk seluruh keluarganya, bukan perseorangan.

Pentingnya keluarga dapat dilihat dalam ketentuan perjanjian Musa. Misalnya, dua dari Sepuluh Perintah Allah berkaitan dengan menjaga kesatuan keluarga. Perintah kelima tentang menghormati orang tua dimaksudkan untuk menjaga kewibawaan orang tua dalam urusan keluarga, dan perintah ketujuh yang melarang zina melindungi kesucian perkawinan. Dari kedua perintah ini mengalir berbagai ketentuan lain dalam hukum Musa, yang berupaya melindungi pernikahan dan keluarga. Kesehatan keluarga begitu penting bagi Tuhan, sehingga hal ini ditegaskan dalam perjanjian nasional Israel.

Ini bukan semata-mata fenomena Perjanjian Lama (PL). Perjanjian Baru pun memberikan banyak perintah dan larangan yang sama. Yesus berbicara tentang kesucian pernikahan dan menentang perceraian dalam Matius 19. Rasul Paulus berbicara tentang seperti apa seharusnya rumah tangga Kristen, ketika dia memberikan nasihat, “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan,” dan bagi para orang tua, “Janganlah sakiti hati anakmu," dalam Efesus 6:1 dan Kolose 3:21. Dalam 1Korintus 7:14, pasangan yang tidak beriman “dikuduskan” melalui pasangan yang beriman. Salah satu artinya, pasangan yang tidak beriman dapat diselamatkan melalui kesaksian dari pasangan yang beriman.

Mari alihkan perhatian kita pada konsep teologis keluarga. Selama tiga tahun pelayanan-Nya, Yesus mematahkan beberapa gagasan umum tentang apa artinya menjadi bagian dari sebuah keluarga,

“Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu, ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya berdiri di luar dan ingin berbicara dengan Dia. Seseorang berkata kepada-Nya, ‘Lihatlah, ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin berbicara dengan Engkau.’ Jawab Yesus kepada orang yang berkata kepada-Nya, ‘Siapa ibu-Ku? Siapa saudara-saudara-Ku?’ Lalu kata-Nya, sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya, ‘Inilah ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku! Sebab, siapa saja yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, saudara-Ku perempuan, dan ibu-Ku.’” (Matius 12:46-50).

Sekarang, kita harus menjernihkan beberapa kesalahpahaman tentang bagian ini. Yesus tidak mengatakan bahwa keluarga biologis tidak penting; Dia tidak mengabaikan ibu dan saudara-saudara kandung-Nya. Apa yang Dia lakukan menegaskan poin teologis, bahwa di Kerajaan Surga, hubungan keluarga yang paling penting adalah hubungan rohani, bukan jasmani. Ini adalah kebenaran yang secara eksplisit dijelaskan dalam Injil Yohanes, ketika ia berkata, “Namun, semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya hak supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya, mereka yang dilahirkan bukan dari darah atau dari hasrat manusia, bukan pula oleh hasrat seorang laki-laki, melainkan dari Allah” (Yohanes 1:12-13).

Persamaannya cukup jelas. Ketika kita dilahirkan secara jasmani, kita dilahirkan dalam keluarga jasmani, namun ketika kita “dilahirkan kembali,” kita dilahirkan dalam keluarga rohani. Dalam bahasa Paulus, kita diadopsi ke dalam keluarga Tuhan (Roma 8:15). Ketika kita diadopsi ke dalam keluarga rohani Tuhan, yaitu gereja, Tuhan menjadi Bapa kita dan Yesus menjadi Saudara kita. Keluarga rohani ini tidak terikat oleh suku, gender atau status sosial. Seperti yang Paulus katakan,

“Sebab, kamu semua adalah anak-anak Allah melalui iman di dalam Yesus Kristus. Sebab, kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. Lagi pula, jikalau kamu milik Kristus, kamu adalah keturunan Abraham dan ahli waris menurut janji Allah” (Galatia 3:26-29).

Jadi, apa yang Alkitab katakan tentang keluarga? Keluarga secara fisik merupakan unsur pembangun terpenting bagi peradaban manusia, dan oleh karena itu, keluarga harus dipupuk dan dilindungi. Namun, yang lebih penting adalah ciptaan baru, yang Tuhan ciptakan di dalam Kristus, yang terdiri dari sebuah keluarga rohani, yaitu gereja, yang terdiri dari semua orang yang berseru kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Ini adalah sebuah keluarga yang diambil “dari segala bangsa, suku, umat, dan bahasa” (Wahyu 7:9).

2. Tujuan

Tujuan sebuah keluarga Kristen adalah memuliakan Allah, serta menjadi teladan bagi sesama, karena itu hidup kita harus menginspirasi. Contoh keluarga Kristen dalam PL maupun PB, yang hidupnya dapat dijadikan teladan adalah3:

a. Keluarga PL: Keluarga Nuh (Kejadian 6-9), keluarga Abraham (Kejadian 12-25), keluarga Yusuf (Kejadian 37-50), keluarga Musa (Keluaran 2-4 dan 6-7)

b. Keluarga PB: Keluarga Yesus (Matius 1-2 dan Lukas 1-2), jemaat dan keluarga di Tesalonika (1Tesalonika 1:7)4

Karena tujuannya sedemikian penting, setelah calon pasangan menimbang bibit, bebet, bobot, latar belakang keluarga, dan kepribadian calon teman hidupnya, serta menjalani masa pacaran Kristiani yang sehat, gereja pun memandang penting untuk menyelenggarakan pembinaan bagi calon pasangan suami istri, yang biasa disebut sebagai pembinaan pranikah. Dalam pembinaan ini, pasangan akan lebih mendalami pengetahuan tentang sisi biologis-kedokteran, seksualitas-reproduksi5, hukum, psikologis, kesehatan finansial ekonomi, spiritual-teologis6, dan meninjau dampaknya pada kehidupan mereka di masa depan7. Hal ini yang termasuk dianggap sebagai pondasi unik keluarga kristen karena dibangun dari dasar yang kokoh untuk berakar kuat dan bertumbuh juga keluarga dapat berbuah indah sesuai dengan waktu Tuhan.

3. Keunikan Keluarga Kristen

Keluarga Kristen memiliki beberapa keunikan yang tidak ditemukan dalam komunitas lain. Agar mudah diingat, dapat disingkat menjadi KTP-MarDiKo-UNIK, yaitu:

a. KTP

Kasih - Saling Mengasihi

Ciri khas dari keluarga rohani ini adalah saling mengasihi, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi. Sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, jikalau kamu saling mengasihi” (Yohanes 13:34-35).

Dalam Kolose 3:19, Paulus meminta, “Hai suami-suami, kasihilah istrimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia.” Kata kasih yang digunakan berarti tidak menuntut balas, atau dengan kata lain berarti mengasihi istri tanpa syarat. Ini memerlukan pengorbanan. Istri sebagai mahluk yang perasaannya halus, harus diperlakukan sebagaimana mestinya di dalam Tuhan.

Ada empat bentuk kasih yang kita kenal, yaitu agape, philia, storge, dan eros8, yang diambil dari bahasa Yunani. Agape adalah kasih yang tidak memperhitungkan dan mempedulikan orang macam apa yang dikasihinya. Sering kali disebut sebagai “kasih yang walaupun”. Philia adalah kasih sayang yang sejati antar sahabat dekat yang tidak mempunyai hubungan darah. Storge berarti kasih mesra dari orang tua kepada anaknya, dan begitu juga sebaliknya. Eros adalah kasih asmara antara pria dan wanita yang mengandung nafsu birahi. Keempat bentuk kasih ini, harus dilatih dalam mengaplikasikannnya secara tepat.

Tunduk

Kolose 3:18 menyerukan, “Hai istri-istri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan!” Ketundukan yang dimaksud adalah pada otoritas Tuhan Yesus, sebagai kepala rumah tangga. Ini berbicara tentang istri yang tunduk kepada suami. Jangan saling tanduk, tapi saling tunduk. Penolong yang bukan perongrong dan penggonggong. Bagaimana keberagaman juga dapat dijadikan suatu kekuatan, dan bukan dijadikan ajang adu kekuasaan.

Paham - Mendidik Anak-anak

Dalam ayat ke-20 pasal yang sama, ada seruan bagi anak-anak dan orang tua, “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu dalam segala hal, karena itulah yang berkenan kepada Tuhan. Hai bapak-bapak, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.” Jadi, jangan hanya menuntut anak-anak untuk hormat pada orang tua, melainkan seimbang. Orang tua perlu memahami dan memberikan pendidikan rohani yang terbaik bagi anak anaknya. Demikian pula anak-anak seimbang perlu memahami dan patuh pada kedua orang tuanya. Penulis jadi mengaitkan dengan pola didik shema, seperti yang terdapat pada Ulangan 6:4-9, tentang pendidikan Kristiani yang perlu dilakukan di mana pun, agar paham benar.

Dengarlah, hai orang Israel: TUHANlah Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah kautaruh dalam hatimu. Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya, ketika engkau duduk di rumahmu atau sedang dalam perjalanan, ketika engkau berbaring atau bangun. Engkau harus juga mengikatkannya sebagai tanda di dahimu. Haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbang kotamu (Ulangan 6:4-9).

Berjuanglah dengan sepenuh hati, agar dunia tahu, garam sedang mengasinkan, terang sedang menerangi.

b. Marturia, Diakonia, dan Koinonia (MarDiKo)9

Marturia, diakonia, dan koinonia adalah tiga konsep Kekristenan yang sangat penting dalam kehidupan gereja dan keluarga Kristen. Ketiga konsep ini berhubungan erat satu sama lain dan saling melengkapi. Ini adalah ajaran dan tindakan yang dilakukan oleh Yesus Kristus dan seharusnya diteladani oleh para pengikut-Nya, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

Marturia, dalam bahasa Yunani adalah kesaksian, yaitu cara umat Kristen berbicara mengenai pengalaman pribadi dalam kehidupan rohaninya yang dipimpin Roh Kudus, serta memperkenalkan Yesus Kristus kepada orang lain. Kesaksian adalah cara untuk menyebarkan kabar baik dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Artinya, sebagai keluarga kristen kita harus memberi kesaksian hidup dan tentang Yesus yang tepat, di mana pun kita berada.

Diakonia10, dalam bahasa Yunani berarti pelayanan. Pelayanan dapat dilakukan oleh siapa pun dan di mana pun. Ini dapat berupa memberikan dukungan pada orang lain yang sedang kesulitan, menjadi relawan di gereja atau organisasi sosial, untuk membantu sesama yang membutuhkan. Keluarga Kristen dapat melayani di komisi-komisi yang ada di gereja, aktif dan rajin, setia melayani di mana talenta itu dapat diasah.

Koinonia, dalam bahasa Yunani adalah persekutuan, yang berarti berkumpul bersama, saling menguatkan iman, mendengarkan firman Tuhan, dan berdoa bersama-sama. Dalam gereja, koinonia sering dilakukan melalui kegiatan seperti ibadah, kelas Alkitab, dan kegiatan sosial. Sebagai keluarga Kristen, kita diharapkan untuk tidak menjauhkan diri dari sesama orang percaya, dan aktif bersekutu di gereja, melalui badan pelayanan, kelompok tumbuh bersama, dan aktivitas lainnya.

c. Berkat Tuhan Bagi Keluarga dan Bangsa: UNIK

“Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan-jalan-Nya! Engkau akan memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau karena baiklah keadaanmu! Istrimu akan menjadi seperti pokok anggur yang subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang yang takut akan TUHAN. Kiranya TUHAN memberkati engkau dari Sion, supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu, dan melihat anak-anak dari anak-anakmu! Damai sejahtera atas Israel!” (Mazmur 128:1-6)

Mazmur 128 terdiri dari dua bagian. Ayat 1-4 membahas tentang berkat Tuhan bagi keluarga, sedangkan ayat 5 dan 6 membahas berkat Tuhan bagi bangsa.

Unique vs universal. Pengaruh sebuah keluarga berasal dari para individunya. Pertama-tama, individu tersebut akan memengaruhi keluarganya, lalu pengaruh itu meluas ke bangsa dan negaranya. Tuhan akan memberkati setiap laki laki yang takut akan TUHAN dari Sion, supaya dapat melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidup dan melihat anak cucunya. Damai sejahtera atas keluarga, sejahtera atas bangsa dan negara. Damai sejahtera atas Israel. Dalam konteks GKI, akan menjadi berkat bagi bangsa dan negara Indonesia.

New paradigm. Kerohanian bukanlah suatu nostalgia, sesuatu yang pernah dilakukan dahulu, tetapi sekarang tidak dilakukan lagi. Bukan tentang perkara saya dulu pernah melakukan perkara-perkara rohani begini atau begitu, tetapi tentang sekarang pun, kita masih memiliki relasi yang intim dengan Tuhan.

Intelligent paradigm. Apa yang kita ketahui berimbas pada rasa takut kita pada Tuhan. Taat dan takut pada otoritas-Nya. Apa yang kita ketahui membekali kita untuk tidak hidup dalam taraf kognisi saja, tetapi juga dalam taraf pemahaman dan penghayatannya, serta tentu saja aplikasi kehidupan konkretnya, baik dahulu, kini, dan nanti, baik untuk hal yang kita ketahui maupun tidak (iman). Selain itu, ada berbagai kecerdasan majemuk yang baiknya dikuasai secara alami, maupun yang perlu dikembangkan. Kita seharusnya belajar mengolah berbagai kecerdasan, talenta kehidupan itu untuk membangun sebuah keluarga yang berkenan kepada Allah, berkualitas Kristiani, yang tangguh terhadap perkembangan zaman.

Kreatif. Ini berhubungan dengan “memakan hasil jerih payah” yang diupayakan secara kreatif, tekun, produktif, karena itu artinya kita kita menjadi rekan sekerja-Nya yang nyata dan menjadi kepanjangan tangan Allah yang nyata. Jadilah kreatif, sekalipun kita beriman pada berkat Allah. Dikatakan dalam ayat pertama, siapa yang hidupnya takut akan TUHAN dan hidup menurut jalan yang ditunjukan-Nya akan berbahagia. Jangan takut tentang pendapatan keluarga, akan Tuhan cukupkan. Imani, kita akan memakan hasil jerih tangan kita. Berkat perjanjian ini merupakan konsep di zaman Alkitab, bahwa berkat bagi anak istri setiap laki laki yang takut akan TUHAN akan dipenuhi.

Tuhan memampukan kita untuk menemukan keunikan keluarga kita masing masing, dan menjadikannya sebagai bagian keberagaman yang menunjukkan betapa kayanya realitas Tuhan.

1https://tambahpinter.com

2https://teologiareformed.blogspot.com/2018/12/keluarga-kristen-pengertian-pentingnya.html

3https://www.jawaban.com/read/article/id/2023/02/28/2/230224145624/ini_lho_5_keluarga_yang_paling_inspiratif_dalam_alkitab

4https://gkjnehemia.net/sermons/keluarga-yang-menjadi-teladan-i-tesalonika-1-1-10/

5Bina Pranikah, Bidang Persekutuan Sinode GKI

6Mesach Krisetya, Diktat konseling perkawinan dan keluarga, Fakultas theologi UKSW 2001

7Pre-Marital class, Buku pegangan Mentor GKI Gading Serpong.

8https://paulusutedjo.weebly.com/my-blog/rahasia-4-jenis-kasih-storge-eros-phileo-dan-agape

9https://pakguru.co.id/diakonia-koinonia-marturia/

10https://bersamakristus.org/pengertian-diakonia/

*Penulis adalah konselor dan penulis, anggota GKI Gading Serpong