Zaman sekarang, individualisme subur berkembang. Contohnya? Dengan smartphone di tangan, anda bisa dilayani secara individu. Lapar? Tinggal pilih mau makan apa, tidak perlu bangun dari tempat duduk Anda.
Mau nonton, tidak mesti ke bioskop, ribet antri, bisa buka account Netflix. Mau nonton sendiri bisa, kapan saja bisa, tidak usah rebutan channel TV dengan orang lain. Kemajuan teknologi membawa beragam hal yang baik dan kemudahan, tetapi tanpa disadari terjadi perubahan gaya hidup dan berelasi. Kita menjadi semakin individualis. Apakah individualisme juga mempengaruhi gereja?
Hauerwas menulis sejak tahun 1999, bahwa individualisme sudah mempengaruhi gereja-gereja Protestan di Amerika, bisa dibayangkan bagaimana pengaruhnya terhadap gereja 20 tahun kemudian, termasuk di gereja-gereja sekitar kita? Saat ini, bisa jadi orang ke gereja karena mengikuti seleranya: memilih gereja sesuai selera musiknya, selera gaya penyampaian Firman Tuhan, program-program yang memenuhi ‘seleranya’.
Pilihan melayani pun bisa-bisa juga mengikuti selera kita, yang nyaman untuk dilakukan. Diri menjadi pusat dalam mengukur segala sesuatu. Menjadi Kristen, kita tidak dipanggil untuk hidup sendiri dan mengikuti dorongan individualisme. Menjadi Kristen, pertama-tama bukanlah masalah keinginan kita. Kita menjadi Kristen bukan karena pilihan kita, tetapi karena anugerah dan pemberian Tuhan.
Hanya karena anugerah Tuhan, kita bisa mengenal Kristus, dan memahami rencana Allah bagi hidup kita, karena Roh Kudus bekerja dalam hidup kita. Selanjutnya, sebagai murid Kristus, kita dipanggil untuk masuk ke dalam persekutuan “di dalam Kristus”. Persekutuan orang-orang yang sudah mengalami karya keselamatan Allah. Chan mengatakan, menjadi Kristen bukanlah soal bagaimana kita secara individu semakin beriman dan semakin suci, tetapi bagaimana kita bertumbuh bersama anggota lain, bertumbuh bersama ke arah Kristus yang adalah kepala. Mentalitas “aku dan Allahku saja”, bertentangan dengan inti kehidupan Kristen. Menjadi Kristen berarti dipanggil menjadi bagian dari tubuh Kristus. Ini bukan perkara ‘saya’ tetapi perkara ‘kita’.
Bagaimana saya menjadi bagian anggota tubuh Kristus dan bertumbuh bersama, menjadi saksi atas kehendak dari kepala tubuh, yaitu Kristus. Tim Keller4 menjabarkan 9 praktik sebagai tubuh Kristus yang perlu dikembangkan:
• Praktik pertama, saling meneguhkan kekuatan, kemampuan, dan karunia. Murid Kristus haruslah orang-orang yang suka memuji, mendukung, menghormati, dan ikut bersukacita untuk keberhasilan sesamanya (Roma 12:3-8,10; Yakobus 5:9). Kita perlu menjadi motivator untuk mendorong sesama kita mengembangkan kekuatan, kemampuan, dan karunia mereka. Kita menjauhkan iri dan mengomel pada satu sama lain.
• Praktik kedua, meneguhkan kedudukan satu sama lain yang sama dalam Kristus (I Kor 12:25; I Pet 5:5; Yak 2:1),“…terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita”(Roma 15:7). Gereja haruslah menjadi ‘display’ dari persekutuan antar orang-orang dengan perbedaan ras, kelas, keahlian, dan budaya yang saling menghormati dan mengasihi. Sikap menghargai orang lain hanya karena keahlian, kedudukan, status ekonomi, ataupun kesamaan suku, yang menjadi kebiasaan manusia lama, perlu diperangi. Kita perlu saling mengingatkan kedudukan satu sama lain yang setara, karena besarnya anugerah Kristus yang membenarkan dan melayakkan kita.
• Praktik ketiga, saling mendukung dengan kasih Kristus yang nyata (Roma 16:16, Yak 1:19, Ef 4:32, I Tes 3:12). Sebagai sesama anggota keluarga Kristus, kita perlu berlatih untuk saling mendahului dalam menunjukkan kasih, dalam menyapa, dan mendengarkan dengan penuh perhatian. Orang Kristen harus melawan sikap egois yang hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri.
• Praktik keempat, berbagi ruang, materi dan waktu satu sama lain (Roma 12:10, I Pet 4:9, Gal 6:10). Dunia mendorong kita untuk menjaga privasi dan kepentingan pribadi, tetapi Firman Tuhan mengajar kita untuk memberi tumpangan seorang terhadap yang lain. Sebagai anggota keluarga Allah, kita berbagi hidup dengan sesama anggota, berbagi berkat, dan meluangkan waktu bersama.
• Praktik kelima, berbagi satu sama lain dalam kebutuhan dan masalah (Gal 6:2; I Tes 5:11, Ibr 3:13). Selama menjalani hidup di dunia ini, kita akan menghadapi tantangan, masalah dan beragam kebutuhan. Namun, kita tidak dipanggil untuk menanggung itu sendiri. Sesama anggota keluarga Allah perlu saling mendukung dan menopang, saling menanggung beban. Ini adalah kekuatan rancangan Allah yang menyatukan kita dalam kesatuan tubuh Kristus.
• Praktik keenam, saling berbagi iman, pemikiran dan spiritualitas (Kol 3:16; Ef 5:19). Kita tidak dipanggil untuk belajar firman Tuhan sendirian, mempererat hubungan dengan Tuhan sendirian. Kita perlu belajar Firman Tuhan bersama-sama, berbagi bagaimana mempraktikkan Firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan saling mengasah bersama sesama anggota tubuh Kristus, kita akan diperkaya dengan beragam perspektif, dan menantang kecenderungan kita untuk memperkuat egoisme dan pandangan pribadi yang sempit.
• Praktik ketujuh, saling melayani dengan mempertanggungjawabkan diri satu sama lain (Yak 5:16; Roma 15:14; Ef 4:25). Betapa penting kita memiliki orang-orang di sekitar kita yang menjadi saudara yang mengasihi, untuk menguji apakah tindakan kita adalah bagian dari ketaatan kita kepada Tuhan. Betapa mudah dalam kecenderungan kita yang berdosa untuk membenarkan tindakan kita, hanya untuk mengikuti egoisme kita. Kita membutuhkan orang lain untuk menguji integritas tindakan yang kita pilih adalah sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.
• Praktik kedelapan, saling melayani melalui pengampunan dan rekonsiliasi (Kol 3:13; Yak 4:11; Mat 5:23-24, 18:15). Setelah mengalami dan menyadari anugerah pengampunan Allah, kita perlu berjuang untuk saling mengampuni, berjuang untuk memperbaiki hubungan yang rusak. Sekali lagi, gereja harus menjadi ‘display’ kasih Allah yang nyata, bekerja membawa transformasi dan rekonsiliasi atas hubungan-hubungan yang rusak.
• Praktik kesembilan, saling melayani kepentingan orang lain. Roma 15:1-2 menuliskan, “...jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya.” Ini adalah perintah melawan dorongan untuk menempatkan diri sendiri lebih utama dan benar dari orang lain. Menjadi Kristen, kita dipanggil untuk memikirkan kepentingan tubuh Kristus, memikirkan keutamaan Kristus sebagai Kepala Gereja.
Di tengah-tengah arus individualisme yang semakin keras melanda hidup orang-orang Kristen, kita dipanggil untuk menjadi komunitas yang berbeda. Orang-orang yang sudah mengalami kasih Allah, hidup dalam aturan Kerajaan Allah yang unik dan khusus. Dunia membutuhkan gereja yang mendisiplin diri menjalankan apa yang Tuhan kehendaki sebagai umat-Nya. Mari berjuang, supaya gereja mencerminkan kuasa kasih yang memulihkan dan menyatukan. Mari mawas diri dan tidak membiarkan individualisme mendominasi kehidupan keluarga Allah.