Manusia seringkali menghakimi, menyakiti, melukai, bahkan mencaci sesamanya, karena mereka tidak saling peduli, mengerti, dan memahami sesamanya. Walau telah dianugerahi keselamatan oleh Kristus, sifat yang sudah mendarah daging ini tidak bisa hilang dan lepas begitu saja dari dalam diri manusia. Namun Tuhan Yesus tak henti-hentinya mengajari cara mencintai, menyayangi, dan mengampuni sesama. Sudahkah kita menerima dan menerapkan ajaran-Nya?
Perkenalkan nama saya Monica Horezki Vivacioingriani. Nama saya memang panjang dan juga unik, contohnya pada nama Horezki yang terdiri dari 2 kata: hoki dan rezeki, tapi saya tidak menyangka, bahwa kehidupan saya juga unik seperti nama saya. Saat ini saya berusia 22 tahun, dan sudah menerbitkan buku pertama saya. Semua karena pertolongan Tuhan.
Dua tahun yang lalu, saya divonis mengidap dandy walker syndrome atau kehilangan keseimbangan tubuh, karena otak kecil saya tidak bertumbuh sempurna. Sindrom apa itu? Kata dandy diambil dari nama penemu sindrom itu, seorang dokter saraf Amerika bernama Walter Dandy, pada tahun 1914. Kata walker artinya berjalan. Gejalanya dilihat dari hal yang sangat sederhana, seperti sewaktu TK, saat membawa segelas susu, pasti ada tumpahnya. Saya paling tidak bisa meniti. Jadi saya langganan dipanggil oleh guru olahraga deh.
Ketika saya menerima vonis tersebut, saya merasa marah, saya murka, saya kecewa, saya emosi, hingga saya sempat berpikir untuk mengakhiri hidup dengan cara meminum pil tidur yang banyak. Lalu saya tersadar, saya punya Tuhan. Saya pun lalu berdoa, belajar dengan giat, rutin menjalani terapi, dan istirahat dengan cukup, demi kelulusan saya dari semester 5 – karena ketika saya divonis, saya masih berusia 20 tahun. Kekuatan doa yang mengalir dari saya dan keluarga membuat saya mampu melewati semester demi semester.
Akhirnya pada bulan Juli 2019, saya lulus dengan nilai yang cukup baik. Kekuatan doa memang nyata. Saya sudah membuktikannya dalam dunia perkuliahan saya. Bulan September 2019, saya sudah diwisuda dan meraih gelar sarjana tepat pada waktunya, yakni 4 tahun. Namun saya tak mau cepat berpuas diri. Saya ingin membuktikan, bahwa saya bukan tak bisa menghasilkan suatu karya.
Dunia menaruh kasihan pada saya. Dunia tak lagi menaruh harapan pada saya. Namun Tuhan tidak pernah memandang saya lemah, sebagaimana dunia memandang saya. Saya terus mengetik dan mengetik curahan hati demi curahan hati saya, cukup banyak dan tebal, hingga bisa dibukukan. Saya ingin sekali tulisan saya dibukukan, karena saya ingin melihat banyak orang terberkati juga seperti saya, yang sudah lebih dulu terberkati oleh Tuhan. Dengan keberanian yang saya miliki dari Tuhan, saya mengirim karya tulis saya ke beberapa penerbit. Tak disangka, ada penerbit yang tertarik pada tulisan saya. Setelah proses diskusi, saya bisa menarik kesimpulan, bahwa penerbit tersebut menyukai karya saya, dan bersedia menerbitkannya hingga proses pencetakan dan penerbitan.
Pada tanggal 18 Agustus 2018, terlaksanalah acara launching buku “Menjalani Apa yang Tidak Dijalani”. Saya memberi judul seperti itu karena saya sadar, bahwa tidak semua orang dapat menyaksikan dan merasakan kasih, kebaikan, dan pertolongan Tuhan dalam hidupnya. Saya merupakan salah satu orang yang dapat merasakannya, maka saya harus membagikannya. Dan yang membuat saya semakin senang dan bersemangat untuk berkarya, adalah semakin banyaknya orang yang terberkati oleh buku saya. Bahkan ada pula yang menanti karya saya selanjutnya. Mungkin saudara pun kelak akan menjadi salah satu yang terberkati pula.
Terima kasih. Sebelum mengakhiri kesaksian ini, saya ingin mengingatkan, bahwa Tuhan tetap setia dan mendukung kita, walau kita menerima banyak sekali penolakan dari dunia. Amin