Banyak orang berspekulasi jika tahun 2022 akan berubah menjadi tahun yang lebih baik, sementara yang lain tidak. Beberapa merasa tahun 2022 masih dalam kegelapan. Tetapi kita memiliki pengharapan, “berharap yang terbaik tetapi bersiaplah untuk yang terburuk.” Jika Anda bertanya kepada saya, saya tidak tahu apa-apa, tetapi tetap berharap. Apa alasannya? karena Covid-19 memang telah mengubah dunia kita, tetapi tidak dapat mengubah Tuhan kita.
Firman Tuhan meyakinkan kita, ada Tuhan yang tidak pernah berubah di dunia yang selalu berubah, tidak ada yang pernah mengubah Tuhan di dunia yang selalu berubah (Wahyu 1:8). Janji itu adalah fakta, bahwa kebaikan-Nya adalah kenyataan yang konsisten dalam hidup kita. Tuhan yang tidak berubah di tengah dunia yang berubah, mengajak setiap orang percaya menghadirkan kasih Tuhan yang tak berubah bagi dunia. Apa yang harus kita lakukan sebagai orang Kristen di tengah masyarakat? Mengapa kita harus meneruskan kasih Tuhan bagi dunia yang berubah karena pandemi Covid-19?
Syalom berarti kehidupan dengan damai sejahtera sepenuh-penuhnya dan seutuh-utuhnya
1. Melanjutkan misi Tuhan Yesus di dunia. Apa tugas gereja di dunia ini? Apa tugas Anda dan saya? Jawabnya “melanjutkan” tugas Tuhan Yesus di dunia. Itu sebabnya gereja harus mengarahkan diri ke Tuhan dan dunia. Apakah Anda setuju?
Apa tugas Yesus? Tugas Yesus dalam Yohanes 3:16 adalah membawa keselamatan bagi dunia ini. Keselamatan disebut syalom. Syalom berarti kehidupan dengan damai sejahtera sepenuhpenuhnya dan seutuh-utuhnya, jiwa raga, lahir batin, material, emosional, personal dan sosial, sekarang dan nanti, di sini dan di sana (Yesaya 11).
Syalom :
- Kesuburan di seluruh negeri dengan panen yang baik.
- Umur panjang dengan hidup yang penuh makna.
- Selamat atau terhindar dari ancaman bahaya.
- Berhasil dalam upaya dan jerih payah.
- Hidup rukun dengan orang lain.
- Tidak mendendam, tidak khawatir, tidak takut dan cemas.
2. Gaya hidup murid. Apa tuntutan Yesus terhadap para murid-Nya? Kita perlu tahu konsep murid zaman Yesus, yaitu:
1. Memutuskan untuk mengikuti seorang guru
2. Mengingat apa yang dikatakan oleh gurunya
3. Belajar cara gurunya melayani
4. Mengimitasi hidup dan karakter gurunya
a 5. Memuridkan orang lain agar juga menjadi murid gurunya (multiplikasi).
Para murid harus mengikuti dan mengimitasi hidup dan karakter Yesus, juga meneladani pelayanan-Nya.
3. Matius 25:31-46 tentang penghakiman terakhir. Matius 25: 31-46 menceritakan bagaimana Yesus sebagai hakim akan meminta pertanggung jawaban dari semua orang. Yang dipertanggungjawabkan bukan sejauh mana kemurnian ajaran, pelaksanaan ritual, atau jumlah orang yang telah dipertobatkan, melainkan apa yang telah dilakukan terhadap sesama yang miskin, atau perbuatan konkret apa yang telah dilakukan terhadap salah satu saudara yang paling hina, yakni yang lapar, yang haus, yang asing, yang telanjang, yang sakit, dan yang dipenjara. Artinya menyatakan kasih kepada sesamalah yang paling membutuhkan.
Dengan tegas dikatakan Yesus: ”Ketika aku lapar, kamu memberi aku makan, ketika aku haus, kamu memberi aku minum, ketika aku telanjang kamu memberi aku pakaian ... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukan untuk Aku” (Matius 25:31-46). Dengan tegas dikatakan, bahwa menolong orang yang paling hina berarti melayani Tuhan, tetapi mengabaikan orang yang paling hina berarti mengabaikan Tuhan.
4. Hakikat sebagai umat yang telah diselamatkan. Dalam 1 Yohanes 3:11-18 Tuhan memberi standar yang lebih tinggi bagi orang Kristen. Ukurannya bukan kasih kepada diri sendiri tetapi kasih Kristus. Dalam 1 Yoh. 3:16, “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita, jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.” Apa artinya menyerahkan nyawa bagi saudara-saudara kita? Artinya bukan hanya berdoa tetapi berbuat, mengasihi dengan seluruh diri kita, bukan hanya dengan setengah-setengah atau sisa-sisa. Mudah untuk mengasihi orang dengan memberikan sisasisa yang sudah tidak terpakai: pikiran sisa, makanan sisa, baju sisa, walau pun ini juga kadang-kadang masih sulit dilakukan.
Kadang-kadang kita lebih suka makanan kita busuk tidak termakan daripada membagikan kepada pembantu atau orang lain. Kenapa tidak memberi yang terbaik? Ingat tanda kasih Allah ada pada kita, yaitu memberi yang baik karena kita telah diberi yang baik. Tidak memberi, berarti tetap di dalam maut. Mengerikan sekali? Karena itu bukalah hati bagi sesamamu. Apa yang harus kita lakukan?
Refleksi gereja: Gereja tidak luput dari pandemi ini. Hampir dua tahun ini gereja-gereja ditutup (walau sudah ada yang on site terbatas), pelayanan-pelayanan dibatasi, bahkan tidak dapat dilakukan – tentu bukan karena takut, tetapi demi keselamatan bersama. Bentuk pastoral daring (online) digalakkan di setiap gereja, seperti kebaktian online, perwil online, katekisasi online. Harapannya, pada masa pandemi ini, umat Allah tetap disapa, walau pun hanya secara virtual. Harapan lainnya, ini bukan untuk gaya-gayaan, tetapi untuk menyatakan kasih Allah.
Marilah kita berbagi untuk dunia, terutama kepada sekeliling kita, di mana Tuhan telah menempatkan kita