Kata leader (pemimpin) dan leadership (kepemimpinan) sudah tak asing bagi kita, karena para akademisi dan praktisi manajemen sering membahasnya.
Mayoritas masih berpendapat, bahwa dalam pengembangan diri, leader dan leadership adalah hal yang paling penting dipelajari, karena menjadi faktor penentu kesuksesan seseorang; sedangkan follower (pengikut) dan followership (kepengikutan) terabaikan. Follower dan followership dianggap seolah-olah tidak ada sangkut pautnya dengan leader dan leadership, padahal membahas leader harus juga harus membicarakan follower, karena tidak ada leader tanpa follower. Bahkan menurut Barbara Kellerman, follower sama pentingnya dengan leader.
Dalam keseharian, lebih banyak di antara kita yang berperan sebagai follower ketimbang sebagai leader. Pada saat yang sama, seringkali kita menjalankan peran leader dan follower sekaligus. Dengan kata lain, seorang pemimpin akan juga mengikuti orang lain, apa pun posisi dari pimpinan tersebut. Every leader is a follower. Oleh sebab itu, membahas leadership juga harus membicarakan followership, karena tidak mungkin ada leader tanpa follower. Followership dan leadership merupakan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Relasi keduanya bersifat dinamis.
Untuk menjadi seorang ‘good leader’ maka ia harus menjadi ‘good follower’ terlebih dahulu. Organisasi memerlukan kerjasama antara pemimpin dan pengikut untuk mewujudkan tujuan bersama.
Karakteristik Follower
Barbara Kellerman dalam bukunya “Followership: How Follower Are Creating Change and Change Leaders” menjelaskan tipe-tipe follower yang harus diketahui oleh seorang pemimpin. Dengan memahami karakteristik para pengikutnya, maka pemimpin akan mampu mengembangkan cara yang efektif untuk mengoptimalisasi dan menyinkronkan karakteristik dari para pengikutnya, dalam mewujudkan visi dan tujuan organisasi.
Barbara Kellerman mengembangkan sebuah kontinum yang membagi karakteristik follower menjadi 5 tipe. Di sisi paling kiri, terdapat karakteristik follower yang mempunyai sikap tidak peduli dengan apa yang sedang terjadi dalam organisasi, terus bergeser ke sisi kanan, ke karakteristik follower yang terlibat aktif dalam kegiatan yang sedang berlangsung di organisasi.
Kelima tipe tersebut adalah isolates, bystanders, participant, activists dan diehard.
Karakteristik Isolates (Isolatif)
Pengikut tipe isolates tidak peduli dengan apa yang terjadi dalam organisasi, dan tidak merespons pemimpinnya. Isolates ini tidak memiliki informasi, tidak tertarik, dan tidak termotivasi dalam lingkungan kerjanya. Mereka tidak membangun relasi dengan pemimpinnya. Mereka berada dalam organisasi, tetapi keberadaannya tidak terlacak dalam sistem, kelompok maupun kegiatan organisasi.
Karakteristik Bystanders (Penonton)
Pengikut tipe bystanders adalah pengikut yang berperan sebagai pengamat, menyadari situasi yang terjadi, namun tidak mau melibatkan diri secara aktif dalam kegiatan organisasi.
Karakteristik Participants (Partisipan)
Pengikut tipe participants mengetahui dan peduli terhadap kondisi yang berlangsung dalam organisasi, dan mau menginvestasikan waktu dan tenaga untuk melakukan perubahan yang berdampak terhadap kegiatan yang berlangsung. Mereka memiliki sikap, baik untuk mendukung ataupun untuk beroposisi terhadap pemimpin. Dukungan pengikut tipe ini akan mengoptimalkan kinerja pimpinan. Sebaliknya jika ada yang tidak berkenan, mereka dapat menjadi bumerang bagi sang pemimpin.
Karakteristik Activist (Aktivis)
Pengikut tipe activist adalah pengikut yang enerjik, bersemangat, dan terlibat pada situasi yang sedang terjadi di organisasi. Mereka mau bekerja keras dalam mewujudkan tujuan, karena memiliki motivasi yang kuat terhadap kepemimpinan pemimpin. Di sisi lain, mereka juga tak segan untuk mendongkel pemimpin mereka secepat mungkin, apabila mereka tidak menyukainya.
Karakteristik Diehard (Berani Mati)
Pengikut tipe diehard rela berkorban, bahkan sampai mati demi sang pemimpin dan kebijakannya. Loyalitas mereka terhadap pemimpin sangat tinggi. Jika tidak puas terhadap pemimpin mereka, mereka juga tak segan untuk mendongkelnya dari kepemimpinan dengan cara apa pun.
Pengikut seperti ini jarang ada dalam organisasi. Pengikut ini biasanya muncul pada saat organisasi dilanda situasi konflik dan krisis.
Good and Bad Follower
Pemimpin diharapkan mampu mengidentifikasi karakteristik kelemahan dan kekuatan pengikut untuk diajak bersama-sama mewujudkan visi dan tujuan organisasi. Sedangkan bagi para pengikut, mereka pun akan mendapatkan manfaat, jika mereka dapat memetakan dirinya, untuk mengembangkan langkahlangkah yang harus dilakukan dalam menyesuaikan diri dengan visi, misi, nilai-nilai organisasi.
Pengikut yang baik memberikan nilai tambah bagi organisasi. Baik pemimpin maupun pengikut dapat mengidentikasi dirinya apakah mereka termasuk dalam good atau bad follower. Jika ditinjau dari tingkat intensitas keterlibatan pengikut dalam organisasi, pengikut yang aktif lebih baik dari pengikut yang tidak mau melibatkan diri (pasif). Pengikut tipe isolates dan bystanders, yang walaupun berada dalam organisasi tetapi menunjukkan sikap tak peduli (uninterested and inactive), termasuk dalam kategori bad follower.
Walaupun pengikut tipe participants, activist, dan diehard dapat dikategorikan sebagai good follower, kita harus tetap memperhatikan keyakinan dan nilai-nilai yang mereka pegang. Bisa saja mereka gigih mempertahankan keyakinan dan nilai-nilai mereka, tetapi mungkin apa yang mereka yakini tersebut salah secara moral. Kita tidak dapat menjadi good leader jika tidak belajar menjadi good follower.
Untuk membedakan good dan bad follower, kita dapat mengukur tingkat motivasi keterlibatannya dalam organisasi: apakah ia sangat termotivasi untuk mengejar kepentingan yang lebih besar, atau ia hanya mendahulukan kepentingan diri dan kelompoknya sendiri. Followership adalah seni. Kita belajar untuk melihat segala sesuatu secara utuh dan menyeluruh.
Pemimpin maupun pengikut harus berfokus pada big picture, sehingga dapat menyingkirkan sikap self-centered dan self-serving yang menjadi penghalang kerja sama tim. Kita memerlukan kedewasaan dan tanggung jawab untuk mengubah perspektif kita, dengan berfokus pada big picture, dalam mewujudkan visi. Dengan mengukur tingkat intensitas keterlibatan dan motivasi pengikut, Kellerman menjelaskan kriteria perbedaan perilaku antara good dan bad follower sebagai berikut:
• To do nothing – to be in no way involved – is to be a bad follower.
• To support a leader who is good – effective and ethical – is to be a good follower.
• To support a leader who is bad – ineffective and/or unethical – is to be a bad follower.
• To oppose a leader who is good – effective and ethical – is to be a bad follower.
• To oppose a leader who is bad – ineffective and/or unethical – is to be a good follower.
Sebagaimana ditekankan, untuk dapat menjadi pemimpin yang baik, terlebih dahulu kita harus menjadi pengikut yang baik. Bagaimana menjadi pengikut yang baik? Dimulai dengan sikap dan pendekatan yang benar: kita harus menghargai pemimpin yang baik, dan mau mengambil bagian sebagai anggota tim yang mendukung dan membantu pemimpin tersebut.
Jikalau ada suatu keputusan, masalah, atau kondisi tertentu yang kita pertanyakan atau tidak setujui, maka kita harus melakukannya secara obyektif, bukan subyektif demi kepentingan kita atau kelompok kita. Pengikut Kristus Yesus memanggil kita untuk menjadi pengikut-Nya. Sebagai jemaat Kristus, Yesus memimpin kita dan kita mengikuti kepemimpinan-Nya. Yesus berkata, ”Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” (Mat 4:19). Kekristenan adalah tentang mengikuti, bukan memimpin. Walaupun kita menggunakan istilah pemimpin yang melayani, pada hakikatnya pemimpin yang melayani tersebut adalah pengikut. Inilah paradoks kepemimpinan yang melayani: pemimpin sekaligus pengikut. Sebagai pengikut Kristus, kita harus berpijak pada sumber kebenaran, yaitu Yesus Kristus dan Alkitab. Sebagai Jjemaat GKI, kita harus berpegang pada nilai-nilai yang tercantum pada Pasal 3, Pengakuan Iman, Tata Dasar, Tata Gereja GKI:
1. GKI mengaku imannya bahwa Yesus Kristus adalah:
a. Tuhan dan Juru Selamat dunia, Sumber kebenaran dan hidup;
b. Kepala Gereja, mendirikan gereja dan yang memanggil gereja untuk hidup dalam iman dan misinya.
2. GKI mengaku imannya bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah, yang menjadi dasar dan norma satu-satunya bagi kehidupan gereja. Sebagai manusia berdosa (the being and the doing) yang telah kehilangan kemulian Allah (Roma 3:23), kita memerlukan norma berperilaku dan bertindak. Yesus adalah Sumber Kebenaran dan Hidup. Kebenaran ini menjadi dasar dari nilai-nilai dan norma yang harus kita pegang. Kegiatan dalam kehidupan kita tidak bebas nilai. Nilainilai berkaitan erat dengan followership.
Nilai-nilai bersifat absolut. Nilai-nilai yang kita pegang juga dapat menjadi patokan untuk membedakan, mana pemimpin/pengikut yang baik dan mana yang buruk. Eksistensi gereja berlandaskan pada kebenaran ini; kalau tidak, maka gereja identik dengan country club. Ketaatan kita diukur dari seberapa besar kita menempatkan Kristus dan Alkitab dalam kehidupan kita. Sebagai pengikut Kristus, kita harus mempunyai kerendahan hati untuk dikritisi Kepala Gereja melalui Firman-Nya – Alkitab.
Sebagai follower, kita harus mendukung pemimpin yang efektif dan beretika, serta memegang nilai-nilai kebenaran Alkitab. Sebaliknya, kita harus mengkritisi pemimpin yang tidak efektif dan tidak beretika, yang mengaborsi nilai-nilai kebenaran Alkitab. Jika kita termasuk sebagai pengikut tipe isolates dan bystanders yang berkarakteristik self-centered dan self-serving, maka kita harus mentransformasi diri kita. Jadilah pengikut tipe participant, activist, dan diehard, yang berkarakteristik setia berpegang pada kebenaran Tuhan kita, Yesus Kristus: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yoh 14:6).