Hal yang unik dari rangkaian kebaktian masa raya Paskah 2024 di GKI Gading Serpong adalah keterlibatan banyak anggota dari kesepuluh wilayah GKI Gading Serpong, misalnya dalam bentuk persembahan pujian, sebagai lektor, petugas persembahan, maupun sebagai penyambut jemaat. Demikian juga pada Kebaktian Minggu Pra-Paskah IV, 10 Maret 2024, pukul 10.30 WIB, paduan suara intergenerasi dari wilayah VI GKI Gading Serpong mempersembahkan sebuah lagu pujian, setelah firman Tuhan yang dibawakan oleh Pdt.Devina Erlin Minerva. Kebaktian diselenggarakan di aula lantai 6, SMAK Penabur Gading Serpong, Jl. Kelapa Gading Barat, Pakulonan Barat, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten.

Kebaktian hari itu bertemakan “Anugerah-Nya Pulihkanku”. Dalam khotbahnya, Pdt. Devina mengatakan, lambang salib adalah pengingat, kita adalah orang-orang berdosa yang pantas dibinasakan oleh Allah. Lambang salib juga mengingatkan akan kasih Yesus yang begitu besar. Oleh pengorbanan Yesus di kayu salib, tersedia keselamatan bagi jiwa kita. Bagi yang percaya pada-Nya, ia tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.

Sebagai respons atas khotbah tersebut, paduan suara intergenerasi dari wilayah VI menyanyikan lagu yang berjudul "Sudahkah yang Terbaik Kuberikan". Paduan suara ini terdiri dari delapan keluarga, dengan total personel tiga puluh orang: 7 anak-anak, 8 remaja dan pemuda, serta 15 orang dewasa. Eunike Emilia Oen Hertanto melayani sebagai pengiring, sedangkan Marselina Viase Sinurat berperan sebagai pelatih dan dirigen.

Paskah 2

Lagu ini diambil dari buku Nyanyikanlah Kidung Baru nomor 199, yang berjudul asli I Wonder, Have I Done My Best for Jesus, karya Ensign Edwin Young. Young menuliskan lagu ini pada tahun 1924, setelah mendengar kisah tentang seorang mahasiswa yang juga seorang perenang penyelamat (lifeguard) bernama Edward Spencer. Edward Spencer adalah seorang mahasiswa di Northwestern University pada tahun 1860, ketika kapal uap bernama Lady Elgin bertabrakan dengan sebuah sekunar (schooner, sejenis kapal layar) bernama Augusta di perairan Danau Michigan. Sebagian besar dari hampir tiga ratus penumpang dan awak kapalnya tewas, karena lambung kapal terkoyak dan akhirnya karam. Banyak korban mengapung di air yang dingin sambil berpegangan pada puing-puing kapal. Beberapa dapat mencapai tepian, namun kembali terseret kembali ke tengah oleh arus yang deras.
Spencer mengikatkan tali di tubuhnya, kemudian menerjang ombak untuk meraih penumpang yang kelelahan. Rekan-rekannya di ujung tali menarik Spencer dan korban ke tepian. Demikian mereka lakukan berulang-ulang selama enam jam. Spencer berhasil menyelamatkan tujuh belas orang malam itu. Setelah itu ia pingsan, dengan tubuh penuh goresan dan memar. Kata-kata pertamanya saat siuman adalah "Apakah saya telah melakukan tugas saya? Apakah saya sudah melakukan yang terbaik?"

Aksi heroik yang dilakukan Spencer membuatnya dipuji dan dihormati oleh banyak orang. Ia menjadi topik hangat di koran-koran nasional. Northwestern University membuatkan sebuah memorial di batu nisannya sebagai penghormatan. Kita dapat mengatakan, Spencer telah melakukan tugasnya sebagai perenang penyelamat dengan baik, bahkan itu adalah usahanya yang terbaik.

Pada tahun 1924, Ensign Edwin Young mendengar kisah Spencer ini. Dia menarik sebuah pelajaran spiritual dari insiden yang dialami oleh Spencer, dan menuangkannya dalam sebuah lagu yang menanyakan pada kita semua, "Sudahkah yang terbaik kuberikan kepada Yesus Tuhanku?"

Sudahkah yang terbaik kuberikan
kepada Yesus Tuhanku?
Besar pengorbanan-Nya di Kalvari!
Diharap-Nya terbaik dariku.

Berapa yang terhilang t’lah kucari
dan kulepaskan yang terbelenggu?
Sudahkah yang terbaik kuberikan
kepada Yesus Tuhanku?

Yesus telah menyelamatkan jiwa manusia dari belenggu dosa dan memberi hidup kekal bagi yang percaya kepada-Nya. Hal terbaik apakah yang dapat kita berikan untuk-Nya? Lagu ini mengajak kita mencari jiwa-jiwa yang terhilang, agar mereka pun berkesempatan mendengarkan cerita tentang Yesus, yang telah menebus mereka. Banyak orang terombang-ambing dalam badai kehidupan. Letih dan tak memiliki harapan. Tenggelam dalam dosa. Tak dapat menyelamatkan diri mereka sendiri. Mereka butuh Yesus yang telah menang atas kuasa dosa. Di dalam Dia ada pengharapan hidup kekal.

Kisah Spencer selanjutnya menyebutkan dia menghabiskan hidupnya di kursi roda, akibat luka parah yang dialaminya. Ketika dikunjungi bertahun-tahun kemudian, dengan berurai air mata, Spencer berkata, orang-orang yang telah ia selamatkan itu tak seorang pun yang pernah mengunjunginya barang sekali dan mengucapkan terima kasih. Meskipun ia menyelamatkan mereka bukan untuk mendapat ucapan terima kasih, namun curahan hati Spencer ini mengungkapkan kekecewaan yang sangat mendalam dan hati yang hancur karena diabaikan oleh ketujuh belas orang tersebut. Mereka sama sekali tidak menghargai Spencer yang telah berkorban bagi mereka. Sekadar meluangkan waktu untuk mengirimkan ucapan terima kasih pun tidak mereka lakukan. Apabila kita berada di posisi Spencer, saya yakin kita pun akan sangat kecewa dan hancur hati. Yesus pun pasti kecewa dan hancur hati jika kita mengabaikan-Nya, dan tidak bersyukur atas anugerah keselamatan yang telah diterima.

Bait kedua lagu ini mengajak kita untuk mempersembahkan waktu terbaik kita sebagai ungkapan syukur dan kasih kita kepada-Nya. Tuhan rindu menjalin relasi yang akrab dengan umat yang sangat dikasihi-Nya, namun kita terlalu sering diseret oleh berbagai kesibukan dan pekerjaan, hingga kita lalai untuk bercakap-cakap dengan Yesus di dalam doa. Berbagai hiburan dan kesenangan merebut perhatian kita, hingga lupa meluangkan waktu untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan. Dengan berbagai dalih, sering kali kita mengabaikan persekutuan dengan saudara-saudara seiman, dan mengabaikan panggilan pelayanan dari Tuhan.

Begitu banyak waktu yang terulang,
sedikit kub’ri bagi-Nya.
Sebab kurang kasihku pada Yesus
Mungkinkah hancur pula hati-Nya?

Lagu ini kemudian mendorong kita untuk menyebarluaskan kasih Kristus di mana pun kita berada. Kita diundang secara aktif untuk meneruskan kasih Kristus kepada sesama kita. Marilah kita mulai dari keluarga kita.

Telah kuperhatikankah sesama,
atau kubiarkan tegar?
‘Ku patut menghantarnya pada Kristus
dan kasih Tuhan harus kusebar.

Mulailah dengan memperkenalkan kasih Kristus dan karya keselamatan-Nya pada anak-anak kita. Membaca firman Tuhan dan berdoa bersama-sama dengan mereka. Memberi teladan dalam bertutur kata, bersikap dan bertindak sesuai dengan firman Tuhan, sehingga melalui keluarga kita, kasih Yesus mengalir kepada keluarga besar, tetangga, rekan kerja, dan setiap orang yang kita jumpai.