Panggilan Tuhan Yesus kepada orang-orang yang mengikutiNya, bukanlah menjadi penggemar-Nya, tetapi menjadi pengikut = menjadi murid = orang yang mau diajar dan belajar dengan disiplin.
Panggilan ini tentu kita ketahui dengan jelas dan kita maknai dengan sungguh; bahkan ada kerinduan agar kita tidak hanya menjadi murid. Kita juga merindukan untuk berbagi Injil dan berbagi hidup kepada orang lain, sehingga mereka pun menjadi murid Tuhan Yesus. Saya akan menuliskan sebuah pola murid yang memuridkan, dari Kitab surat 1 Korintus.
Pertama-tama, saya akan sedikit memberikan gambaran tentang pelayanan Paulus di kota Korintus:
Jemaat di Korintus, penerima surat ini hidup di sebuah kota yang peradabannya sudah berkembang, perdagangan sudah maju, dan memiliki hidup keagamaan yang beragam, yang sangat berpengaruh kuat, karena banyak bangunan kuil-kuil dan patung-patung. Salah satu yang dipuja adalah Dewi Afroditus – cara menyembah sang Dewi adalah dengan melakukan hubungan seks dengan para pelacur bakti. Terjadi kehidupan seks bebas dan maraknya persembahanpersembahan daging korban kepada dewa-dewa (pasal 5-10).
Jemaat di Korintus dilayani Paulus pada perjalanan misi kedua, setelah Paulus mengunjungi Atena, suatu pelayanan yang tampaknya sarat dengan tantangan dan tekanan. Ada firman Tuhan yang diberikan secara khusus dalam suatu penglihatan kepada Paulus di kota ini (hanya terjadi di sini selama perjalanan misi Paulus yang pertama sampai yang ketiga). Paulus tinggal selama 18 bulan di Korintus. Pada suatu hari, ia harus meninggalkan Korintus dengan segera, karena ada orang-orang Yahudi yang hendak menyeretnya ke pengadilan, ke hadapan Gubernur Galio, maka ia pun meninggalkan kota ini. Paulus disertai oleh Akwila dan Priskila hingga di Efesus.
Jemaat Korintus tumbuh dengan pesat, dan tampaknya ada Petrus (Kefas) dan Apolos yang juga melayani di kota ini (Kis. 19:1).
Pengaruh dari manusia lama dan lingkungan sehari-hari yang tidak kondusif, karunia-karunia yang beragam, pengidolaan pemimpin tertentu, masalah-masalah yang muncul dalam hubungan dengan sesama dalam komunitas jemaat, semua ini memunculkan berbagai keadaan yang sangat tidak membangun. Paulus menulis surat kepada jemaat yang tampak amburadul dengan berbagai masalah: ketidakdewasaan dalam spiritualitas, perselisihan, bahkan cenderung terjadi perpecahan dalam tubuh jemaat tersebut.
Dalam surat ini, kita akan belajar bagaimana Paulus tetap menolong dan mendorong jemaat ini, untuk bertumbuh dewasa dan menjadi murid Tuhan Yesus, yang akan memberikan pengaruh besar pada tanah Yunani.
Bacaan: 1 Korintus 1:1-9
Paulus “melihat”, “memahami” dan menyapa jemaat di Korintus, yang merupakan jemaat Allah (the church of God that is in Corinth). Jemaat ini adalah milik Allah, sebab:
dikuduskan Allah di dalam Kristus Yesus. Allah yang aktif bekerja di dalam Kristus Yesus, menguduskan pribadi-pribadi ada di dalam jemaat, dari kondisi awal yang berdosa. Makna dikuduskan adalah dipilih, dipisahkan dan menjadi milik Allah, sebuah status dan posisi yang sungguh mulia.
dipanggil menjadi orang-orang kudus. Orang-orang ini berada di Korintus, kota yang berdosa, namun orang-orang ini sudah dikuduskan, menjadi orang kudus = saints, keberadaan pribadi yang sungguh mulia.
ini terjadi secara individual, tetapi mereka membangun diri dalam komunal. Orang-orang kudus seharusnya tidak terpecah, tetapi bersatu dalam kebersamaan, berseru kepada nama Tuhan Yesus Kristus.
yang menyertai jemaat adalah kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan dari Tuhan Yesus Kristus, dua penyertaan Allah yang tidak mungkin diberikan oleh siapapun dan disebabkan oleh apapun di bumi ini. Hanya Allah yang dapat menganugerahkan.
Paulus melanjutkan dengan menulis sebuah doa, bahwa ia senantiasa mengucap syukur kepada Allah atas jemaat Korintus, karena:
Allah menganugerahkan kasih karunia di dalam Kristus Yesus kepada jemaat:
- Jemaat dijadikan kaya: dalam segala macam perkataan dan segala macam pengetahuan – semuanya adalah dalam kekudusan, kebenaran, dan kesaksian tentang Kristus yang diteguhkan, sebuah kehidupan spiritual yang diperkaya.
- Jemaat tidak kekurangan (are not lacking = present countinuous tense = tidak sedang dalam keadaan berkekurangan) suatu karuniapun selama menantikan kedatangan Tuhan Yesus Kristus.
- Tuhan Yesus Kristus akan meneguhkan jemaat sampai pada kesudahannya, sehingga tidak akan bercacat pada hari kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang kedua kali.
Allah yang memanggil jemaat ke dalam persekutuan dengan AnakNya, Yesus Kristus, Tuhan, adalah setia.
Kita jadi bersyukur dan kagum membaca pembukaan surat ini, sebab kita disegarkan, untuk memaknai posisi dan status kita, yang dianugerahkan Allah di dalam Kristus Yesus. Kata “di dalam Kristus” digambarkan bukan seperti seseorang di dalam ruangan, tetapi seperti akar pohon di dalam tanah, dan seperti ikan di dalam air. Di dalam Yesus Kristus berarti menyatu dengan Dia, tidak dapat dipisahkan. Kasih karunia yang Allah anugerahkan sangat istimewa, sebab Ia memulai dengan pengudusan, menyatukan tiap-tiap orang kudus menjadi satu tubuh di dalam Anak-Nya, menyertai, memperkaya, meneguhkan, memelihara. Semuanya itu dilakukan oleh Allah yang setia.
Pembukaan surat ini memberikan dorongan pada pembaca untuk memahami pola hidup sebagai seorang yang “dipisahkan dari dunia” ini untuk Allah. Diawali dengan Paulus dengan menanamkan fondasi, yaitu Yesus Kristus (3:11) dan ia mendorong setiap orang untuk membangun dirinya menjadi Bait Allah, maka Roh akan diam di dalamnya. Tentu bukan dengan hikmat dan kekuatan diri sendiri, tetapi Allahlah yang mengerjakan, dan jemaat memberi respons terhadap beberapa nasihat dan panutan dari Paulus:
Pasal 1:10 – 3:23: Munculnya masalah dalam komunitas jemaat, bermula dari pribadi-pribadi yang belum dewasa di dalam Kristus, yang diberi istilah oleh Paulus, yaitu manusia duniawi yang memunculkan iri hati, perselisihan, yaitu pola hidup manusiawi. Sebab itu Paulus mengatakan, bahwa di dalam dirinya, ia memiliki pikiran Kristus. Mempunyai pikiran Kristus merupakan suatu hal yang perlu diutamakan, agar seseorang yang sudah dipisahkan dari dunia tidak lagi berpikir dengan cara dunia, dan tidak memiliki pikiran manusiawi, melainkan membangun diri dengan pikiran Kristus.
Pasal 4: 1 – 21: Pasal 4 ditulis Paulus setelah dia menuliskan masalah-masalah dalam komunitas jemaat – tidak dewasa rohani, perselisihan, cenderung terjadi perpecahan, jemaat tidak menghidupi hikmat dan pikiran Kristus, tetapi hidup dengan hikmat dunia ini (1:10-3:23). Selanjutnya sesudah pasal 4, Paulus menuliskan kondisi yang lebih buruk, karena masalah amoralitas, integritas dan komunitas yang sangat tercemar dan penyembahan kepada berhala, menyatu dengan memakan daging persembahan berhala (5:1 sampai 8:13). Paulus memulai dengan jati dirinya dan kawan-kawan sekerjanya (4:1), yaitu hamba yang harus dapat dipercayai, sebab kepada mereka dipercayakan rahasia Allah, dan hanya “sah” kalau yang memuji adalah Allah sendiri. Paulus memakai subjek “kami” dan juga “aku”, sebab Paulus ingin memberikan contoh secara pribadi dan mengajukan nasihat pribadinya kepada jemaat. Agar jemaat tetap bertumbuh dan memberikan pengaruh kepada orang-orang di dalam komunitas atau di masyarakat luas, hendaknya:
- tidak menghakimi satu terhadap yang lain, sebab hak penuhnya adalah pada Tuhan.
- menyadari sepenuhnya, bahwa segala hal yang dimiliki adalah berasal dari pemberian Tuhan, jemaat hanyalah menerima. Oleh sebab itu jangan memegahkan diri dan merendahkan yang lain.
- memperhatikan kehidupan para rasul, dan secara khusus kepada Paulus, sebagai bapa bagi jemaat, oleh Injil yang diberitakan. Paulus memberikan teladan, bahkan secara khusus mengirimkan Timotius, untuk mengingatkan jemaat tentang hidupnya yang menuruti Kristus. Tidak hanya menulis surat, tetapi ia pun akan datang kembali kepada Jemaat.
Hidup yang berintegritas seperti yang ditunjukkan oleh Paulus dan kawan-kawan inilah, yang akan memampukan seseorang untuk tidak jatuh ke dalam perselisihan, arogansi, menghakimi, penyembahan berhala, dan berbagai perbuatan amoral, asusila.
Pasal 9:1-27: sebelum Paulus menuliskan pasal 9, ia memaparkan tentang daging persembahan berhala yang diperjualbelikan di pasar. Ada pendapat, bahwa bebas saja untuk makan, sebab sepertinya mereka punya “pengetahuan” yang mendasari. Dan sesudah Paulus menulis pasal 9 ia melanjutkan ke pasal 10 – ia menuliskan tentang Israel yang sudah menikmati setiap berkat begitu keluar dari Mesir dan berjalan menuju tanah perjanjian; namun Allah tidak berkenan kepada angkatan pertama ini, dan mereka tidak masuk ke tanah perjanjian, kecuali Kaleb dan Yosua dan keluarga. Paulus menuliskan kepada jemaat Korintus sebagai contoh, dan ia dengan tegas berkata ”JANGAN…………..(10:5-12). Perhatikan ayat 5 dan 12; Paulus mengingatkan, agar jangan mereka merasa diperkenan Allah dan merasa kuat berdiri, harus berhatihati dan waspada. Jemaat Korintus harus bisa menanggung, kalau ada pencobaan-pencobaan yang akan menjatuhkan (ingat 5 kata “Jangan”). Secara khusus, Paulus mengingatkan tentang penyembahan berhala (10:14-33). Paulus sudah mengambil tekad (8:13), dan jemaat bisa meneladani Paulus dalam mengambil keputusan (11:1a).
Tulisan Paulus di pasal 9 ditulis dengan pertanyaan-pertanyaan “retorika” – pertanyaan yang tidak perlu dijawab, sebab dalam pertanyaan itu sendiri sudah terkandung jawabannya. Dalam pasal 9 ini, Paulus: Menuliskan pasal 9 didahului dengan 8:13, yaitu tekad dan komitmen untuk tidak menjadi batu sandungan. Untuk itu Paulus menyatakan bahwa:
ia adalah seorang rasul. Ia telah melihat Yesus Tuhan, dan jemaat adalah bukti dari buah pekerjaannya, sehingga ia mempunyai hak hidup sebagaimana rasul-rasul yang lain (9:1-14).
ia tidak pernah mempergunakan haknya itu; ia melepaskannya, sebab ia lebih suka mati daripada “mempertahankan” haknya. Paulus hanya ingin berfokus pada pemberitaan Injil.
ia menyadari, bahwa dirinya adalah seorang hamba; maka ia melayani kepada semua orang, sesuai dengan konteks lintas budaya dan sosial, dan belajar menjadi segala-galanya (bukan menjadi sama persis). Sikap menghambakan diri dan merendahkan diri ini dimungkinkan karena ia memakai pikiran Kristus.
Paulus memberikan ilustrasi, yaitu dengan menggambarkan dirinya berada dalam sebuah gelanggang pertandingan; maka ia menyikapinya dengan:
• hanya ada satu hadiah – dan ia sangat ingin memperolehnya, yaitu “mahkota abadi”
• ia berlari dengan tujuan yang sudah pasti, yaitu Injil – mendapatkan bagian dalam Injil, jangan sampai ditolak (= disqualified).
• ia menguasai diri dalam segala hal – untuk bertanding
• ia melatih tubuh dan mengusai seluruhnya – untuk Injil agar ia memperoleh bagian dalam Injil (fellow partaker)
Memahami, mencermati dan memaknai bagian-bagian dari surat Paulus ini, pembaca masa kini harus terus bertumbuh kembang dalam status orang-orang kudus, di mana pun berada. Bertumbuh menjadi manusia yang rohani, yang dewasa di dalam Kristus, sebab Allahlah yang sudah menguduskan, memperkaya dan memberikan pertumbuhan. Mengikuti cara hidup, cara berpikir, cara melayani dari Paulus, yang ia teladani dari Kristus, maka kita akan menjadi murid yang serupa dengan Kristus, dan kitapun dapat menjadi teladan bagi sesama kita. Di manapun, di dalam keluarga, lingkungan gereja, masyarakat, kita senantiasa mengingat pola hidup yang sudah Paulus teladankan, baik secara individu maupun dalam komunitas. Marilah memuliakan Allah dengan apa yang sudah Allah kuduskan, yang sudah diperkaya, dan disertai.