Ketaatan seseorang seringkali diukur dengan kepatuhan terhadap otoritas yang di atasnya. Seorang anak dikatakan sebagai anak yang taat kalau dia patuh dan mengikuti apa yang dikatakan oleh orangtuanya. Seorang karyawan dikatakan taat jika dia mematuhi semua peraturan di tempat kerjanya. Seorang warganegara dikatakan taat pada pemerintah apabila mengikuti undang-undang negara dan peraturan pemerintah dengan benar.
Berbicara tentang ketaatan, tentunya kita juga tidak boleh melupakan hal yang terpenting yaitu ketaatan kepada Tuhan. Alkitab mencatat banyak tokoh yang karena ketaatannya membuat dirinya diberkati dan juga memberkati orang-orang yang ada di sekitarnya. Sebaliknya, ada juga tokoh yang dicatat Alkitab karena ketidaktaatannya menyebabkan kehancuran bagi dirinya dan juga merugikan orang-orang di sekitarnya.
Pada pembahasan kali ini, penulis mencoba menyandingkan seorang tokoh yang dicatat oleh Alkitab sebagai seorang yang hidupnya taat kepada Tuhan, yaitu Hizkia.
Hizkia dicatat Alkitab, melakukan apa yang benar di mata Tuhan (2 Raja-raja 18 : 3), percaya kepada Tuhan dan berpaut kepada-Nya, tidak menyimpang dalam mengikuti Tuhan, dan melakukan perintahperintah-Nya (2 Raja-raja 18 : 5-6). Bahkan dikatakan bahwa di antara semua raja-raja Yehuda, baik yang sesudah maupun sebelumnya, tidak ada lagi yang sama seperti Hizkia.
Kalau kita mempelajari tentang Hizkia, mungkin kita akan terkejut karena ternyata Hizkia lahir dan tumbuh di tengah lingkungan yang tidak baik. Ayahnya, Ahas, adalah seorang raja yang melakukan hal yang jahat di mata Tuhan (2 Rajaraja 16 : 2-3). Penyembahan berhala marak dilakukan, bukan hanya di bukit-bukit pengorbanan, tetapi di tempat-tempat yang tinggi dan di bawah setiap pohon yang rimbun (2 Raja-raja 16 : 4).
Secara logika, tidak mungkin Hizkia mampu menjaga dirinya tetap bersih dan tidak tercemar oleh perilaku orang-orang di sekitarnya yang menyembah berhala. Besar kemungkinan ada campur tangan Tuhan yang memelihara Hizkia sehingga dia tetap hidup taat kepada Tuhan, walaupun sekitarnya tidak. Sayang sekali Alkitab tidak memberikan catatan tentang masa kecil Hizkia, hanya diberitahukan bahwa ibunya bernama Abi (mungkin ibunya yang memberikan bimbingan dan pengenalan akan Tuhan pada Hizkia).
Hizkia memerintah kerajaan Yehuda pada zaman keemasan Kerajaan Asyur. Pada saat itu kekuatan Kerajaan Asyur sangat menekan kerajaan-kerajaan lain, termasuk Yehuda. Bahkan pada awal pemerintahan Hizkia, Kerajaan Israel dihancurkan oleh Asyur. Padahal, Israel waktu itu sudah bersekutu dengan Mesir (2 Raja-raja 17 : 4). Asyur sangat mendominasi kekuatan dunia pada saat itu sehingga Sanherib, Raja Asyur, menyerang Yehuda dan berniat untuk menghancurkannya sama seperti raja sebelumnya menghancurkan saudara dari Kerajaan Yehuda.
Hizkia tidak goyah imannya dalam menghadapi pencobaan ini, dirinya tetap taat dan menyembah Tuhan. Ancaman dari Raja Sanherib dibawa di dalam doa kepada Tuhan. Hizkia tidak terpancing untuk menyerah kepada Asyur walaupun utusan Raja Sanherib memprovokasi dia dan seluruh rakyatnya. Dia juga tidak terpancing untuk membalas provokasi dengan provokasi. Yang dilakukannya ‘hanya’ berlutut dan berdoa kepada Tuhan.
Ujian bagi Hizkia tidak berhenti sampai di situ. Setelah Yehuda berhasil lepas dari ‘cengkeraman’ Sanherib dan pasukannya, datanglah suatu penyakit menimpa diri Hizkia, dan Nabi Yesaya menyatakan bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan dia dipastikan mati (2Raja-raja 20 :1). Sekali lagi Hizkia menunjukkan ketaatannya kepada Tuhan yaitu dengan berdoa kepada-Nya. Hizkia tidak bersungutsungut, apalagi menghujat Allah. Dia berdoa memohon Tuhan mengingat kesetiaannya kepada Tuhan. Hizkia tidak meminta disembuhkan, dia taat menerima keputusan Tuhan bahwa dirinya akan mati. Tetapi dia memohon Allah untuk mengingat semua perbuatannya yang tidak menyimpang ke kiri dan ke kanan.
Ketaatan Hizkia membuahkan hasil. Allah mendengar doa Hizkia dan melihat tangisan Hizkia yang sungguh-sungguh sehingga Dia berkenan menyembuhkan penyakit Hizkia dan menambahkan usianya 15 tahun lagi (2 Raja-raja 20 : 5-6). Hizkia sembuh dan selama 15 tahun berikutnya dirinya memerintah, Kerajaan Yehuda berada dalam keadaan damai dan makmur.
Pada keadaan yang aman dan makmur itulah Hizkia menjadi lengah dan melakukan kesalahan yang fatal bagi kelangsungan Kerajaan Yehuda. Hizkia menjadi angkuh dan melupakan Tuhan (2 Tawarikh 32 : 25-26). Dia menyombongkan seluruh kekayaannya, baik yang ada di perbendaharaan istananya, emas dan perak, rempah-rempah dan minyak yang berharga, gedung persenjataannya, dan juga di seluruh daerah kekuasaannya kepada tamu dari Negeri Babel (2 Raja-raja 20 : 13).
Hizkia tidak menyadari bahwa seluruh pencapaiannya berasal dari Tuhan, bukan dari dirinya sendiri. Setelah ditegur oleh Yesaya, akhirnya Hizkia sadar dan bertobat, sehingga hukuman Tuhan tidak terjadi selama pemerintahan Hizkia (2 Tawarikh 32 : 26). Kerajaan Yehuda pada zaman Hizkia adalah kerajaan yang aman dan makmur, diberkati oleh Tuhan.
Ketaatan kita kepada Tuhan juga harus diikuti dengan kerendahan hati. Jangan congkak dengan apa yang kita miliki, karena semuanya itu adalah dari Tuhan. Tuhanlah yang mengaruniakannya kepada kita untuk menjalankan rencana-Nya dalam hidup kita. Kecongkakan Hizkia memang tidak menghancurkan dirinya (karena dia menyadari kesalahannya dan bertobat), tetapi mendatangkan hukuman bagi generasi berikutnya.
Apakah kita mau dengan kerendahan hati melakukan rencana Tuhan dalam hidup kita atau dengan kecongkakan kita menghancurkan anak cucu kita?