Meneladani Kristus merupakan panggilan semua orang Kristen, termasuk para remaja. Remaja diajak untuk tidak sekadar melakukan ajaran agama sebatas ritual, melainkan sungguh-sungguh mengenal siapa Kristus dan meneladani apa yang dilakukan-Nya. Kristus bertindak dengan nilai kasih, keadilan, perdamaian, dan pembebasan. Perwujudan nilai tersebut dapat remaja perhatikan di sepanjang Injil. Kristus mewujudkannya ketika Ia bertemu siapa pun, khususnya mereka yang mengalami keterasingan dan penindasan. Kehadiran Kristus dirasakan mereka. Mereka memperoleh solusi dari masalah yang dihadapi. Tentu, apa yang dilakukan Kristus mengarah pada ketaatan pada Bapa yang mengutus-Nya. Seandainya, Kristus tidak taat pada Bapa, maka nilainilai itu tidak mungkin terwujud.
Bagaimana remaja dapat meneladani Kristus? Saya menimbang, ada satu proses penting yang perlu dilakukan remaja. Proses itu ialah pembatinan nilai. Apa itu pembatinan nilai? Dalam bukunya Ongoing Formation: Pergulatan Menjadi Seperti Yesus, Wardi Saputra menunjukkan, pembatinan nilai merupakan proses merenungkan dan menginternalisasi nilai yang diperoleh dari Alkitab, gereja, pendidikan, dan pola asuh. Proses ini membutuhkan keterbukaan pada rahmat Tuhan dan kesediaan untuk menjalani pergulatan iman yang mendalam. Wardi Saputra memetakan, bahwa pembatinan nilai dilakukan melalui tiga proses, yaitu: filter pembatinan nilai, tanda-tanda adanya pembatinan nilai, dan membangun habitus untuk idealisme rohani (Saputra, 2016: 125-131).
Filter pembatinan nilai mengindikasikan proses tuntutan nilai yang remaja ketahui dan remaja yakini kebenarannya, namun tidak serta-merta ia setujui dan batinkan seutuhnya. Ternyata secara sadar pun, remaja mulai memilah dan menyaring nilai, sebelum masuk dan menjadi miliknya. Proses pemilahan dan penyaringan tersebut meliputi kompromi, untuk menyenangkan orang lain (compliance), identifikasi, dan internalisasi.
Kompromi biasa diartikan sebagai sikap tawar-menawar dengan Tuhan atau sesama. Ungkapan yang biasa muncul di proses kompromi ialah “Ya Tuhan, tolong Tuhan mengerti apa yang terjadi selama ini dan apa yang ada di dalam hati saya. Saya belum sanggup sekarang, nanti saja saja, Tuhan.” Kompromi merupakan hal yang wajar, tetapi hal ini bisa berbahaya, apabila kompromi menjadi kebiasaan yang terus berkembang dan memperlemah komitmen remaja.
Menyenangkan orang lain (compliance) biasa dipahami dengan ABS (Asal Bapak Senang). Apa itu ABS dalam proses pembatinan ini? Remaja bisa menjadi menyenangkan orang lain, jika menaati nilai agar orang lain atau Tuhan tersenyum dan menganggap dia sebagai orang baik. Pembatinan nilai dengan pola ini terkesan lemah. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan dorongan pembatinan nilai bukan berasal dari diri sendiri, melainkan orang lain. Padahal, dalam mempraktikkan nilai, remaja perlu sadar bahwa semua dilakukan karena kesadaran pengenalan akan Kristus dan karya-Nya, ketimbang menyenangkan Dia.
Identifikasi dalam pembatinan nilai membutuhkan model atau tokoh panutan. Apa maksudnya? Kehadiran tokoh panutan memungkinkan remaja melakukan proses peneladanan. Remaja melihat apa yang dilakukan model atau tokoh tersebut, sehingga ia terinspirasi dari apa yang dilakukannya. Model atau tokoh ini biasa berasal dari lingkungan sekitarnya. Sayangnya, identifikasi tidak sepenuhnya baik, karena remaja yang tidak menemukan model bisa menjadi frustasi dan kesepian. Padahal, dalam perjalanan iman, kemandirian sangat dibutuhkan dan model atau tokoh tersebut tidak harus melulu orang lain, melainkan Kristus adalah model sejati.
Internalisasi dapat dikatakan sebagai pola yang baik. Mengapa? Pola ini memberi ruang bagi remaja untuk berani mengerti secara benar nilai tersebut, dan penuh kesadaran dalam memilih dan menghayatinya. Dengan kata lain, apabila remaja sudah sadar memilih dan menghayati ajaran Kristus, maka ia akan berani membayar harga dan berkorban untuk mewujudkan nilai tersebut. Tentu, internalisasi dapat dikatakan sebagai langkah orang yang memiliki kedewasaan kerohanian. Remaja tidak lagi berpikir untung dan rugi, melainkan terbangun kesadaran, bahwa meneladani Kristus merupakan sebuah panggilan umat beriman.
Remaja yang melakukan proses pembatinan nilai akan menampilkan tanda-tanda. Namun, pembaca perlu mengetahui, bahwa tanda-tanda ini tidak serta-merta menunjukkan, bahwa kemahiran dalam mempresentasikan dan menerangkan nilai, berarti remaja sudah memiliki dan menghayati nilai itu. Tanda-tanda terwujud dari adanya usaha sebaik mungkin, kapan dan di manapun remaja melakukan nilai. Nilai dipakai sebagai bagian dari hati nurani, dan remaja merasa bersalah, apabila ia melanggar atau tidak melakukan nilai. Pendek kata, penampakan dari tandatanda terlihat di kehidupan sehari-hari remaja. Orang lain yang hidup bersama remaja akan melihat apa yang dilakukan remaja, dan menyimpulkan bahwa remaja telah bertumbuh dan hidup dalam Kristus.
Pada akhirnya, saya dapat mengatakan, bahwa meneladan Kristus melalui proses pembatinan nilai membutuhkan sebuah proses pembiasaan. Remaja sudah memperoleh pengajaran nilai sejak kecil. Sudah waktunya, remaja mempraktikkan nilai tersebut. Praktik ini tercermin dari kebiasaan mereka sehari-hari, bagaimana mereka menanggapi situasi, mengambil keputusan, dan berelasi dengan sesama di lingkungannya. Saya menyadari, bahwa meneladani Kristus sangat sulit, tetapi kesadaran bahwa Kristus senantiasa menolong, dapat memampukan remaja untuk meneladani Kristus. Selamat memasuki proses pembatinan nilai. Tuhan beserta Saudara!
Daftar Pustaka
Saputra, Ign. Wardi. Ongoing Formation: Pergulatan Menjadi Seperti Yesus. Jakarta: Obor, 2016