Kita sering mendengar dan membaca berita tentang bunuh diri. Bunuh diri berangkat dari terputusnya harapan, kehilangan arah dan terasa semua telah berakhir. Saya menyadari bahwa hidup ini memang tidak mudah. Seringkali, kita juga menemukan jalan buntu dan merasa tidak ada harapan atau hal positif lagi. Kalau sudah demikian, apakah kita harus mengakhirinya dengan bunuh diri? Saya rasa tidak. Sebagai remaja Kristen, kita perlu membangun nilai iman dalam kehidupan kita.
Apa itu iman? Ibrani 11: 1 tertulis, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Melalui definisi iman ini, kita dapat melihat bahwa iman adalah dasar dan bukti. Kita diajak membangun dasar beriman kita pada Tuhan. Walaupun kita sering bingung apa yang menjadi maksud Tuhan dalam hidup ini. Dengan iman, kita mengerti bahwa alam semesta telah dijadikan oleh Firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat (Ibrani 11: 3). Tidak hanya itu, kita juga bisa belajar bahwa karena iman, dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan, Nuh dapat dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya (Ibrani 11: 6a). Masalahnya, bagaimana kita dapat membangun iman? Roma 5: 3-5 mengingatkan kita bahwa pengharapan muncul dari kesengsaraan. Apa maksudnya? Kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.
Kesengsaraan yang diproses dengan baik dapat menghasilkan pengharapan. Dengan kata lain, kesengsaraan yang kita alami tidak boleh dijadikan ruang mengasihani diri sendiri. Pengharapan dibangun atas dasar kasih Allah yang telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus. Kala kita mengalami kesengsaraan atau masalah, hal itu justru menjadi hal positif untuk membangun iman. Siapa yang bersedia mengalami kesengsaraan? Terdengar aneh memang. Tidak ada orang yang mau sengsara. Kesengsaraan dapat membuat kita kehilangan kebahagiaan. Tapi bukankah kita sudah tahu bahwa Tuhan senantiasa berjalan bersama kita. Kita tidak sendirian. Kita memiliki Tuhan yang selalu ada bersama kita, sebagaimana Tuhan menguatkan Yosua. Hal ini tertulis dalam Ulangan 31: 6, 8, “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau. Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau. Sebab Tuhan, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati.” Pada akhirnya, bagaimana membangun iman?
Kita perlu mengembangkan perspektif iman ketika mengalami kesengsaraan. Iman yang aktif dan tetap tertuju pada Tuhan. Rick Warren dalam bukunya The Purpose Driven Life, khususnya penjelasan pada hari ke-26, menunjukkan ada tiga hal yang dapat kita kembangkan ketika mengalahkan kesengsaraan. Tiga hal tersebut yaitu jangan mau diintimidasi, kenalilah pola pencobaan terhadap Anda dan bersiaplah menghadapinya, dan mintalah pertolongan Allah. Pada hal ‘jangan mau diintimidasi’, kita dapat belajar bahwa dicobai tidak berarti berdosa. Yesus dicobai, tetapi Ia tidak pernah berdosa.
Hal ini berarti Yesus tidak pernah menyerah untuk berbuat dosa. Ia melawan dosa. Kita juga diarahkan untuk hal ini. Kita perlu melawan dosa. Martin Luther berkata, “Anda tidak dapat melarang burung terbang di atas kepala Anda, tetapi Anda dapat mencegah burung itu membuat sarang di rambut Anda.” Gagasan Luther dapat ditafsirkan bahwa kita tidak dapat menghardik dosa di luar sana, tetapi kita dapat melawan dosa yang hendak dan sedang menguasai kita. Dengan kata lain, kita diajak untuk tidak menjadi hamba dosa. Pada hal ‘kenalilah pola pencobaan terhadap Anda dan bersiaplah menghadapinya’, kita dapat belajar bahwa pencobaan yang membawa kesengsaraan cenderung terkait dengan kelemahan-kelemahan kita.
Dalam hal ini, Rick Warren membantu kita dengan pertanyaan reflektif: Kapankah aku paling dicobai? Pada hari apa? Jam berapa? Di manakah aku paling banyak dicobai? Siapakah yang bersama aku ketika aku paling sering dicobai? Bagaimanakah biasanya perasaanku ketika aku dicobai? Mungkin ketika Anda merasa lelah, kesepian, bosan, tertekan, terluka, marah, khawatir, sukses besar, atau pengalaman rohani yang luar biasa. Berangkat pada pola ini, kita diajak untuk mengelola kelemahan kita agar kelemahan ini tidak menyeret kita pada kesengsaraan. Pada hal ‘mintalah pertolongan Allah’, kita dapat belajar bahwa kita perlu berseru pada Tuhan kala menghadapi kesengsaraan. Kita diajak untuk tidak tunduk dan menyerah, melainkan memandang Tuhan dan meminta pertolongan Allah. Hal ini selaras dengan apa yang tertulis dalam Matius 11: 28, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Oleh karenanya, jangan ragu datang pada Tuhan dan berseru pada-Nya.