Apakah ketika tubuh fisik sehat, kita pasti akan hidup sejahtera?
Saat dunia dilanda pandemi COVID-19, semua manusia tiba-tiba menjadi sangat waspada dengan kesehatan fisiknya. Mulai dari berolahraga di bawah sinar matahari, makan makanan yang bergizi seperti memperbanyak konsumsi buah dan sayur, menambah asupan suplemen dan vitamin, istirahat cukup, mencuci tangan dengan sabun, menggunakan hand sanitizer di luar rumah, mandi setelah bepergian di luar rumah, dan lainnya. Hal-hal yang selama ini seharusnya memang sudah dilakukan, namun seringkali diabaikan oleh kita manusia.
Selain itu memang ada kebiasaan yang baru diperkenalkan ketika virus corona ini melanda, misalnya penggunaan masker di luar rumah, menjaga jarak fisik antar manusia (physical distancing), penggunaan thermometer tubuh di tempat umum, mengurangi kapasitas angkutan umum hingga setengahnya, dan kegiatan sehari-hari seperti bekerja, bersekolah, beribadah dilakukan di dalam rumah.
Semua itu adalah upaya manusia, bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia, untuk menjaga kesehatan tubuhnya di tengah cepatnya penularan virus corona ini. Tentu ini adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Namun bagaimana dengan kesehatan mental? Apa yang dinamakan kesehatan mental? Menurut WHO (World Health Organization), kesehatan mental adalah keadaan sejahtera di mana setiap individu bisa mewujudkan potensi mereka sendiri. Artinya, mereka dapat mengatasi tekanan kehidupan dan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan sehari-hari.
Apakah ketika tubuh fisik sehat, kita pasti akan hidup sejahtera? Ternyata tidak. Justru di saat semua manusia mati-matian bertempur secara fisik dengan virus corona ini, manusia mulai dilanda berbagai masalah psikologis. Mulai dari kecemasan berlebih, sulit tidur, nafsu makan berkurang, kesepian, depresi karena masalah ekonomi, hubungan keluarga yang memburuk, semangat hidup menurun, pusing setelah membaca berita, takut mati, takut ke luar rumah, merasa hampa di dalam rumah terus-menerus, kesal karena sulitnya komunikasi dan beraktivitas secara online atau bahkan marah karena harus wisuda online.
Kebiasan mencuci tangan berulang-ulang melebihi normal yang biasanya dapat dikategorikan sebagai gangguan mental Obsesi Kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder) sekarang sepertinya dilakukan oleh hampir semua orang untuk menjaga kesehatan fisiknya. Gangguan mental Fobia Sosial (Social Anxiety Disorder) sekarang sudah menjadi sulit dideteksi, karena hampir semua orang akan menghindari kerumunan sosial seperti anjuran pemerintah dan menjadi takut untuk bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenalnya.
Saat ini, walaupun COVID-19 masih terus merajalela, namun kehidupan harus terus berjalan. Indonesia pun sudah mulai memasuki masa “new normal” atau masa di mana kita semua harus mulai beradaptasi untuk beraktivitas seperti dahulu, namun dengan berbagai protokol, pembatasan dan penyesuaian demi menjaga kesehatan fisik masing-masing. Mal dan tempat wisata mulai dibuka, penerbangan kembali dibuka, kantor mulai aktif, sekolah sudah kembali berjalan, namun semuanya terasa berbeda dengan dahulu sebelum kita mengenal COVID-19. Dahulu kita bisa tertawa ceria bermain di tempat wisata, sekarang harus menggunakan masker yang notabene tidak ada orang yang bisa melihat kita tertawa. Dahulu kita dengan mudah pergi ke rumah duka untuk menghibur dan memeluk teman yang berduka, sekarang jadi serba salah antara datang atau tidak karena kesulitan mengekspresikan penghiburan yang tidak melanggar protokol kesehatan.
Dahulu kita bersemangat pergi ke kantor untuk berkarya, sekarang pergi ke kantor menjadi sumber kecemasan karena harus bertemu banyak orang yang bisa saja merupakan carrier COVID-19.
Dengan kata lain, kita dipaksa memasuki budaya baru, yang bisa saja membuat banyak orang tidak siap dan kesulitan untuk beradaptasi. Belum lagi pola pikir (mindset) dan kebiasaan yang sudah terbentuk selama 3 bulan belakangan ini, tentu tidak mudah untuk tiba-tiba harus diubah lagi. Jadi bagaimana caranya kita bisa menjaga kesehatan mental, di tengah upaya menjaga kesehatan fisik dari serangan COVID-19?
1. Pilih asupan yang positif bagi otak kita. Bacalah artikel yang menguatkan iman, ikuti webinar yang bisa menambah pengetahuan dan keterampilan baru, membaca buku tentang pengembangan diri, dan melakukan hal berdampak positif lainnya. Hindari berita negatif baik dari portal berita online, TV, maupun WhatsApp group.
2. Keluar dari emosi negatif dengan beraktivitas yang menimbulkan emosi positif. Baik bersifat aktivitas fisik seperti olah raga, memasak, berkebun, membersihkan rumah, atau bermain dengan binatang peliharaan. Maupun juga aktivitas mental seperti memikirkan strategi bisnis ke depan, membuat rencana traveling berikutnya, mengisi teka teki silang, bermain games yang mengasah otak, membaca novel, dsb. Sangat baik jika bisa melakukan aktivitas yang menyenangkan bersama keluarga. Hindari menyendiri atau berdiam diri tanpa tujuan yang jelas.
3. Belajar beradaptasi. Manusia yang menolak hal baru serta bertahan dengan pemikiran maupun cara hidup yang lama, akan semakin tertekan dan menuju pada masalah mental dan psikologis. Mulailah pergi ke pasar dengan menggunakan masker atau bahkan face shield, mulailah bertemu dengan teman-teman secara fisik walau harus menjaga jarak, mulailah bekerja dengan cara yang baru, mulailah untuk bisa mengatur jadwal belajar walaupun secara online, mulailah mencari sumber penghasilan baru bagi yang terkena PHK, mulailah membuat area “kantor” di rumah bagi yang menjalankan WFH (work from home), bagi usia rentan yang harus lebih banyak berada di rumah perlu mulai menerima kenyataan dan berusaha mencari aktivitas yang bisa dikerjakan di rumah.
4. Ungkapkan kecemasan, emosi negatif dan masalah yang masih mengganggu pada orang lain, jangan disimpan sendiri. Hubungi tenaga ahli atau psikolog untuk bisa mendapatkan pendampingan, terapi emosi maupun jalan keluar terbaik. Saat ini banyak layanan psikologis yang tersedia secara gratis melalui berbagai media. Anda bisa menghubungi Layanan Psikologi untuk Sehat Jiwa (kerjasama Himpunan Psikologi Indonesia dengan Pemerintah) atau mengirimkan email ke Layanan Konsultasi Psikologis GKI Gading Serpong.
Selamat menjaga kesehatan kita semua, baik secara fisik maupun secara mental. Tuhan memberkati!