Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan! (Pengkhotbah 11:9)
Pengkhotbah yang dikenal sebagai penulis tentang kesiasiaan, di pasal-pasal terakhirnya justru berbicara mengenai “Ayo, jangan buang waktumu! Nikmatilah hidupmu! Puaskanlah hidupmu! Dan siapkanlah hidupmu dengan bertanggungjawab di hadapan Tuhan!” Hal ini seharusnya menjadi berita yang baik bagi banyak anak muda yang sedang menangisi kehidupannya karena memiliki seribu alasan untuk segera menghabisi hidupnya di dalam kesia-siaan. Penampilan atau outfit-nya yang sangat kekinian ternyata tidak mewakili jiwanya yang runtuh dan tidak mampu melihat masa kini dengan kekinian yang disampaikan oleh Pengkhotbah. Berbicara waktu, seharusnya berbicara tentang arti kehadiran di dunia, berbicara tentang kesempatan yang ada, dan berbicara tentang catatan yang akan ditinggalkan untuk siap dipertanggungjawabkan. Waktu adalah kehidupan. Tanpa adanya waktu maka hidup tidak akan berdetak dan tidak ada yang dapat dibicarakan. Menurut catatan Perjanjian Lama, waktu memperlihatkan “sequence of God’s saving acts.”
Waktu adalah rangkaian pekerjaan Tuhan. Sehingga untuk mengenal Tuhan, lihatlah waktu yang sudah kita lewati dalam kehidupan ini. Setiap detik kehidupan menyatakan tindakan Tuhan. Melalui waktu kita dapat melihat setidaknya ada 3 hal, yaitu: peristiwa, kondisi atau keadaan dan catatan urutan peristiwa (kronologi). Seperti sebuah sajian makanan, ketiga poin tersebut menjadi bumbu yang mewarnai sajian kehidupan kita.
Pengkhotbah menyatakannya melalui pesan bahwa ada peristiwa matahari terbit, ada pula peristiwa matahari terbenam. Ada saat kondisi kita merasa kenyang, ada pula saat kita merasa tidak kenyang. Setiap manusia memiliki catatan urutan peristiwa kehidupan.
Tidak ada yang dapat menghindar dan tidak ada pula yang dapat menghapusnya. Waktu menjadi tinta bagi buku kehidupan manusia. Dalam keterbatasannya, manusia tidak mampu membuat dirinya mengerti atas seluruh tinta waktu yang telah dibukukan. Bahkan tidak semua peristiwa dan kondisi dapat dibukukan. Yohanes mengatakan: “Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.” (Yohanes 21:25).
Ada batasan kesanggupan manusia untuk melihat dan bahkan untuk membuat catatan tentang waktu. Dalam keterbatasan tersebut, manusia diintai oleh rasa putus asa dan asumsi tentang ketidakmungkinan Tuhan untuk berbicara di dalam waktu. Tidak aneh banyak anak muda yang memutuskan waktu kehidupannya, padahal 1 detik di depannya ada rancangan Tuhan yang indah yang tidak diketahuinya. Persoalannya bukan pada keterbatasan manusia untuk melihat misteri waktu, tetapi ada pada relasi manusia dengan Tuhan, Sang Pencipta waktu. Waktu memang “memiliki kekuatan” yang tidak mungkin sepenuhnya dikuasai oleh manusia. Waktu begitu luas. Tanggal kelahiran kita pun hanya dapat kita ketahui berdasarkan rasa percaya terhadap informasi yang disampaikan oleh orang tua kita. Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui melalui dirinya sendiri tentang tanggal kelahirannya. Hanya karena keberadaan orang tua dan relasi kita dengan mereka maka kita memiliki keyakinan penuh tentang tanggal kelahiran. Bahkan melalui hal tersebut, tanggal kelahiran diberikan kekuatan hukum yang mengikat (akte kelahiran).
Bagaimana dengan waktu masa depan? Siapakah yang bisa Anda percaya? Percayakah Anda bahwa ada waktuwaktu pembaharuan dalam kehidupan Anda? Percayakah Anda bahwa ada waktu kesempatan baru yang akan membawa berkat baru? Percayakah Anda bahwa ada kekuatan hukum di bumi dan di surga yang menyatakan Anda memiliki tanggal-waktu kekekalan? Apabila Anda dapat menjawabnya, dapatkah Anda menyampaikan jawaban tersebut kepada banyak orang?