Betapa panas hati dan pikiran menghadapi tekanan dunia ini
Beberapa waktu lalu ada sebuah berita yang menggemparkan. Dikabarkan di Sulawesi Selatan, ada seorang siswi yang mengakhiri hidupnya dengan menenggak racun serangga dan di Kalimantan ada seorang siswa ditemukan menggantung diri di kamarnya. Menurut keterangan para saksi, kemungkinan besar kedua siswa tersebut sekali pun berada di tempat yang berbeda, mengakhiri hidupnya karena stress dengan beban tugas sekolah online yang selama ini dijalani. Berita ini memberikan kabar duka yang mendalam. Bayangkan kondisi jiwa anak ini begitu tertekan sampai mereka memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Memang kondisi pandemi yang memaksa kita harus bekerja ataupun melakukan banyak aktivitas dari rumah, dapat membuat jiwa kita tertekan. Biasanya bertemu orang untuk me-recharge energi, sekarang segala sesuatu hanya di rumah saja. Biasanya banyak hal yang bisa dilakukan, sekarang segala sesuatu terbatas. Ada begitu banyak kejenuhan, kepenatan, dan tekanan yang dapat membuat seseorang menjadi burn out. Jika kita tidak dapat mengelola jiwa kita dengan baik, maka dampak buruk akan menanti di depan.
Ternyata Alkitab juga berbicara mengenai burn out (1 Raja-raja 18- 19). Adalah seorang nabi Tuhan yang sangat luar biasa melayani Tuhan, dialah Elia. Dia hidup pada zaman di mana bangsa Israel begitu kacau dan ada begitu banyak penyimpangan dari nabi-nabi palsu. Bahkan kalau kita membaca teks Alkitab tersebut, kita akan menemukan bagaimana Elia berjuang sendiri demi nama Tuhan untuk melawan 450 nabi palsu yang dibunuhnya di Gunung Karmel (1 Rajaraja 18:20-46). Dia nabi yang hebat dan membela nama Tuhan dengan begitu dahsyat. Setelah peristiwa itu, Izebel yang dapat dikatakan sebagai ratu Israel waktu itu, bernazar bahwa akan membunuh Elia. Lalu apa respons Elia mendengar hal tersebut? Firman Tuhan dengan jelas berkata bahwa Elia ketakutan dan melarikan diri bahkan ia berkata ia ingin mati (1 Raja-raja 19:1- 4). Coba kita telaah sejenak. Elia baru saja membunuh 450 nabi palsu dengan gagah berani, mengapa pada saat Izebel berkata ingin membunuhnya, Elia justru takut dan ingin mati? Ternyata nabi juga manusia. Peristiwa yang terjadi sebelumnya ternyata begitu menekan jiwa Elia. Dia merasa sangat lelah, berjuang sendirian dengan begitu banyak tekanan, dan sekarang ada ancaman ingin membunuhnya. Memang benar, jiwa kita itu ada batasnya. Tekanan yang hadir begitu banyak dapat membuat kita hilang arah, tujuan dan pengharapan. Bukankah itu yang terjadi pada banyak orang yang memutuskan bunuh diri?
Kisah tidak berhenti sampai di sana. Kita bersyukur bahwa Allah sangat memahami kondisi jiwa manusia yang lemah dan rapuh. Allah tidak memarahi Elia karena begitu takut melawan Izebel. Allah tidak menghukum Elia karena ingin mati saja. Apa yang dilakukan Allah? Menariknya, Allah justru mengirimkan malaikat agar Elia mendapatkan makanan. Menarik sekali, mengapa harus makanan? Ternyata Allah peduli pada tubuh Elia yang sudah lelah. Tubuh yang lelah dapat mempengaruhi jiwa seseorang. Allah tahu bahwa Elia butuh makanan dan istirahat. Tubuh yang segar dapat menolong jiwa yang kuat. Itulah pepatah yang sering dikatakan bukan? Allah mengerti dan Allah peduli. Setelah itu Elia berjalan menuju Gunung Horeb. Di sana Allah menghampiri Elia dan bertanya apa yang sedang dilakukannya? Elia menjawab dengan nada marah kepada Tuhan atas apa yang terjadi di dalam hidupnya. Elia sudah berjuang keras namun masih ada orang yang ingin membunuhnya! Wajar jika Elia mengatakan demikian, karena jiwanya sedang tidak stabil. Allah segera menampakan diri-Nya kepada Elia. Menariknya, Allah tidak hadir dalam gempa, dalam api, dalam angin yang keras. Mengapa Allah tidak hadir dalam suasana yang keras demikian? Karena Allah tahu, jiwa Elia yang marah, sehingga ketika Ia hadir dengan gemuruh yang besar, itu akan menegangkan jiwa Elia. Allah hadir dengan angin sepoi-sepoi. Suara yang sangat teduh dan nyaman bagi orang yang sedang tidak stabil jiwanya. Allah tahu bahwa Elia sedang tertekan dan marah dengan situasi yang ada, sehingga Allah hadir untuk menenangkan jiwanya.
Allah meminta Elia untuk pergi ke Damsyik mengurapi raja dan juga Elisa menjadi nabi menggantikannya. Allah juga berkata bahwa diri-Nya telah meninggalkan tujuh ribu orang Israel yang kudus. Apa maksudnya Allah mengatakan demikian? Allah ingin menyatakan kepada Elia, bahwa ia tidak sendirian. Masih ada orang-orang kudus lainnya yang siap membantunya. Selama ini Elia berjuang sendirian dan itulah yang membuat jiwanya tertekan. Cara Allah untuk menenangkan jiwa Elia yang burn out sangatlah baik. Dia adalah the Wonderful Counselor (Yesaya 9:5) yang pernah ada di dunia ini!
“Dia menyembuhkan hati yang hancur dan membalut kepedihan mereka” Mazmur 147:3
Hal-hal yang telah Allah lakukan bagi Elia, dapat menjadi prinsip yang sehat bagi kita juga ketika tekanan hidup hadir yang dapat membuat kita stress, jenuh, bahkan sampai burn out. Pertama, istirahatlah yang cukup dan makanlah makanan yang sehat dan menyenangkan buatmu. Ingat, jika jiwa kita tertekan, yang dibutuhkan pertama kali adalah istirahat. Sebagaimana Elia diberi makan oleh malaikat, tubuh ini memegang kendali penting dalam kesehatan jiwa. Jika memang kita lelah, jenuh, stress dan banyak tekanan, ambillah waktu sejenak untuk beristirahat, tidur maupun makan. Ini akan menolong membuat tubuh kita segar dan memberikan kekuatan bagi jiwa yang sedang rapuh. Kedua, datanglah kepada Allah. Allah sangat memahami kondisi hati kita yang sedang rapuh. Dia akan menenangkan hati kita yang sedang tergoncang. Ingatlah bahwa Dia akan menolong kita untuk memikul beban yang sedang kita hadapi (Mat 11:28). Datanglah dalam doa, menangislah di hadapanNya, berkeluh kesahlah tentang segalanya, Dia akan mendengarkan segala curhatan hati kita. Terakhir, jangan hadapi permasalahan sendiri. Ingat, kita tidak diciptakan untuk hidup sendiri. Allah saja berkata bahwa tidak baik manusia itu hidup sendiri saja (Kej 2:18). Kita perlu orang lain, teman maupun komunitas. Carilah teman di mana kita dapat terbuka apa adanya, dengan segala beban yang kita miliki. Orang-orang yang dapat dipercaya dan memberikan kekuatan kepada kita. Orang tersebut bisa teman gereja, ataupun sahabat kantor, maupun keluarga. Dengan menceritakan beban kita, itu dapat melegakan jiwa kita yang sedang sesak. Bagi yang menjadi teman cerita, ambilah peran seperti Tuhan, yang datang dengan meneduhkan dan memahami bagaimana jiwa manusia dapat rapuh.
Mengapa Allah tidak hadir dalam suasana yang keras demikian?
Kondisi pandemi dapat membuat jiwa kita semakin rapuh. Kita harus berhatihati dan dapat mengelolanya dengan baik. Jangan sampai ditengah kondisi yang tidak ideal ini, kita mengambil keputusan dengan gegabah. Jadilah tenang dan rawatlah jiwa kita. Ingat, Tuhan mengerti dan peduli terhadap jiwa kita. “Dia menyembuhkan hati yang hancur dan membalut kepedihan mereka” Mazmur 147:3. Dengan jiwa yang kuat bersama Tuhan, kita dapat menerjang badai dunia yang semakin lebat.