Sebagai anak muda, melayani Kristus bukanlah hal yang mudah. Tantangan terbesar acapkali muncul dari dalam diri sendiri, karena pada masa muda, iman belum sepenuhnya kokoh. Ada keinginan untuk mengeksplorasi banyak hal, sehingga pelayanan kadang menjadi goyah.

Di tengah pergumulan itu, sering kali timbul perasaan tidak layak. Namun, pengalaman dan iman mengingatkan, sebenarnya tidak seorang pun yang layak untuk melayani. Justru, di dalam kasih karunia Kristuslah setiap orang dilayakkan-Nya. Kita melayani bukan karena layak, melainkan karena kasih Kristus yang terlebih dahulu memanggil kita untuk melayani.

Perjuangan lainnya adalah menyeimbangkan pelayanan dengan kehidupan keluarga. Keduanya sama pentingnya, sebab melayani keluarga juga merupakan bagian dari pelayanan, hanya berbeda tempat dan bentuk. Dalam dinamika itu, kadang pelayanan terasa hanya sebagai rutinitas. Namun, pada saat berdoa dan meminta kekuatan dari Tuhan, rutinitas itu kembali menemukan maknanya—menjadi berkat yang lahir dari hati.

Tidak jarang pula, pelayanan bisa menyebabkan kekecewaan, karena adanya konflik maupun rasa tidak dihargai. Akan tetapi, dari situ kita akan mendapatkan pelajaran berharga. Sebab, Kristus pun sering tidak dihargai dalam pelayanan-Nya. Oleh karena itu, saat menghadapi konflik, yang terpenting adalah menata hati, agar tidak terjebak menjadi bagian dari masalah. Pada akhirnya, esensi pelayanan adalah melayani Kristus, bukan mencari penghargaan manusia.

Di tengah tekanan sosial, anak muda yang melayani kerap merasa sendiri, karena jumlah pelayan seusianya tidak banyak. Belum lagi distraksi media sosial yang begitu kuat, mendorong orang muda lebih sibuk menampilkan citra diri yang indah, cantik, populer, dan menyenangkan, ketimbang menekuni pelayanan.

Di balik semua tantangan itu, ada kesadaran mendalam, pelayanan bukan sekadar aktivitas, melainkan respons atas kasih dan panggilan Tuhan. Sebab, Tuhan lebih dahulu melayani manusia, sehingga pelayanan yang kita lakukan hanyalah bentuk syukur dan ucapan terima kasih kepada-Nya. Melalui proses itu, Tuhan membentuk karakter, kesabaran, integritas, keramahtamahan, dan ketulusan.

Semua pengalaman ini menjadi perjalanan iman yang indah. Sebab, antara layar dan mimbar, antara kesibukan dunia dan panggilan pelayanan, Tuhan selalu hadir untuk membentuk, menuntun, dan melayakkan.

*Penulis adalah alumnus STT SAAT dan kader pendeta GKI, yang melayani di GKI Gading Serpong mulai tanggal 1 Maret 2025 sampai 31 Agustus 2025.