Kepemimpinan sering dipersepsikan sebagai pemupukan kekuasaan yang berpusat pada diri sang pemimpin; sedangkan kepemimpinan spiritual sering dikaitkan dengan aspek rohani yang ada dalam diri pemimpin. J. Oswald Sanders dalam bukunya Spiritual Leadership: Principles of Excellence for Every Believer menguraikan ciri-ciri kepemimpinan spiritual, yaitu confident in God, also knows God, seek God’s will, humble, follows God’s example, delight in obedience to God, loves God and others, depend on God (Sanders, 2007, 29).

Pemimpin spiritual percaya dan beriman kepada Tuhan, bukan kepada diri sendiri; ia mengenal dan mendekatkan diri kepada Tuhan; mencari kehendak Tuhan, bukan kehendak diri sendiri; memiliki kerendahan hati, bukan keangkuhan; mengikuti teladan Tuhan; memiliki sukacita dalam ketaatan kepada Tuhan; mengasihi Tuhan dan sesama; serta bersandar kepada Tuhan, bukan pada kekuatan diri sendiri.

Kepemimpinan spiritual harus memiliki kerendahan hati untuk mengakui keberdosaan dirinya, yang memerlukan karya penyelamatan/penebusan Kristus. Paulus menyadari keberdosaan dan ketidaklayakannya sebagai pemimpin, sebagaimana diungkapkannya dalam 1Timotius 1:15, “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya, ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.” Pemimpin spiritual harus memiliki keberanian untuk mengakui ketidakberdayaannya, karena natur dosa yang ada di dalam dirinya.

Gereja adalah kumpulan orang percaya yang memiliki statement of faith (pengakuan keyakinan iman), yang dapat disetarakan dengan core value (nilai inti) suatu organisasi. Core value ini menjadi acuan, norma, etika, pegangan hidup, way of life bagi anggota organisasi dalam melaksanakan misinya, untuk mewujudkan visi organisasi.

Demikian pula GKI mempunyai Pengakuan Iman (Pasal 3, Tata Dasar, Tata Gereja GKI edisi 2009), yang harus menjadi way of life anggota gereja, khususnya pemimpin gereja. Pdt. Eka Darmaputera menyebutnya sebagai identitas GKI.

1. GKI mengaku imannya, bahwa Yesus Kristus adalah:

a. Tuhan dan Juru Selamat dunia, sumber kebenaran dan hidup.

b. Kepala Gereja, yang mendirikan gereja dan memanggil gereja untuk hidup dalam iman dan misi-Nya.

2. GKI mengaku imannya, bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah firman Allah, yang menjadi dasar dan norma satu-satunya bagi kehidupan gereja. Apakah kita, terutama pemimpin spiritual gerejawi, sudah menghidupi pengakuan iman GKI yang disebut juga sebagai core value atau identitas GKI?

Yesus Kristus Adalah Tuhan dan Juru Selamat Dunia

Setiap orang dari kita harus menanggalkan ego yang selalu ingin mempertuhankan diri kita sendiri. Kita bukan tuhan. Kita adalah makhluk ciptaan, yang terbatas dan tercemari dosa. Kita tidak memiliki natur ilahi. Dan, kita tidak mungkin menjadi tuhan. Oleh sebab itu, kita perlu menundukkan diri dan mengakui Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat Dunia. Sumber kebenaran adalah Yesus Kristus, bukan kita.

Pdt. Eka Darmaputera menyatakan: “...bahwa kepercayaan akan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat Dunia, merupakan harga mati, harga pas. Sampai kapan pun, selama GKI adalah GKI, kepercayaan itu harus dipertahankan. Kita harus berdiri di atas kepercayaan itu (Darmaputera, 2004, 25).

Sebagai orang yang percaya dan menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat Dunia, tolak ukur kita bukanlah diri kita, melainkan Yesus Kristus itu sendiri. Kita harus menolak ajaran-ajaran yang menempatkan diri kita sebagai manusia yang memiliki natur ilahi, yang meyakini dirinya memiliki kesadaran Kristus (Christ Consciousness), sehingga tidak memerlukan Yesus Kristus, Pribadi Kedua dalam Allah Tritunggal. Ajaran yang demikian berasal dari aliran New Age.

Yesus Kristus Adalah Kepala Gereja

Pengakuan iman bahwa Yesus Kristus adalah Kepala Gereja merupakan hal yang mutlak. Pdt. Eka Darmaputera menyatakan, “…GKI menegaskan imannya yang tidak bisa ditawar-tawar, bahwa KEPALA GEREJA-NYA ADALAH YESUS KRISTUS.” (Darmaputera, 2004, 27).

Yesus Kristus adalah Kepala Gereja. Kolose 1:18, “Dialah kepala tubuh, yaitu gereja. Dialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Dialah yang lebih utama dalam segala sesuatu.” Kita adalah tubuh Kristus. Kristuslah yang memimpin dan mengarahkan kita, jemaat-Nya. Kehadiran gereja ialah untuk melanjutkan karya penyelamatan-Nya.

Dalam kehidupan gereja, menerima dan menempatkan Kristus sebagai Kepala Gereja adalah dasar utama dalam pelayanan. Yesus Kristus adalah yang utama. Kita harus mau dipimpin, diarahkan, dan tunduk kepada Kristus, Pemimpin kita. Apakah dalam kehidupan dan pelayanan, kita sudah menempatkan Kristus sebagai Kepala Gereja kita? Apakah selama ini kita sudah membangun relasi spiritual yang erat dengan Yesus Kristus, Kepala Gereja kita?

Alkitab Adalah Firman Allah

Pengakuan Iman GKI, bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah firman Allah, yang menjadi dasar dan norma satu-satunya bagi kehidupan gereja, harus menjadi acuan kita. Melalui Alkitab, kita mengenal Allah Tritunggal. Pdt. Eka Darmaputera menegaskan, “Kita harus menghormati Alkitab sebagai firman Allah; sebagai dasar dan norma satu-satunya bagi kehidupan gereja, dan bagi kehidupan pribadi kita. Segala sesuatu harus dapat dipertanggungjawabkan secara alkitabiah. Itu kepercayaan GKI." (Darmaputera, 2004, 28).

Pegangan Ajaran Mengenai Alkitab, Lampiran 5, Butir 2 berbunyi, “Alkitab berisikan kesaksian menyeluruh mengenai Allah yang menyatakan diri-Nya, kehendak-Nya, serta karya penciptaan, pemeliharaan, penyelamatan, dan penggenapan-Nya kepada manusia dan dunia. Kesaksian Alkitab mengenai Allah ini cukup dan menjadi ukuran (kanon) bagi iman kita, dan untuk menggumuli kehidupan iman kita dalam kesetiaan kepada-Nya. Kesaksian menyeluruh ini dipahami dan diajarkan secara utuh.

Jadi, Alkitab adalah firman Allah yang diilhamkan oleh Roh Kudus, yang memiliki otoritas untuk mendidik manusia untuk memiliki relasi yang benar dan erat dengan Allah, dan mendidik orang dalam kebenaran. 2Timotius 3:16,”Seluruh Kitab Suci diilhamkan Allah dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”

Tantangan Zaman

Di tengah dunia yang telah jatuh dalam dosa, mempertahankan dan melestarikan pengakuan iman tersebut di atas tidaklah mudah. Karena natur dosa dalam diri kita, kita cenderung mempertuhankan diri kita sendiri. Kita menjadi juru selamat bagi diri kita sendiri. Kita menolak otoritas Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja. Kita menjadikan diri sebagai tuhan, yang berdaulat atas gereja-Nya. Kita juga menolak otoritas Alkitab sebagai firman Allah yang diilhamkan oleh Roh Kudus. Bagi sebagian orang, Alkitab tidak lebih dari kumpulan kisah pengalaman spritualitas penulis pada zamannya.

Doreen Virtue, mantan penganut Christian Science dan New Age, dalam bukunya, Deceived No More: How Jesus Lead Me out of the New age and into HIS WORD, mengingatkan kita untuk tidak melihat diri sendiri sebagai juru selamat dunia. Yesus Kristus adalah Juru Selamat Dunia. Doreen Virtue menulis demikian,

I was fooled into believing that I was “saving the world” with my teaching. I encouraged my students to go save the world, too. That’s common theme of demonic influence, this idea that you’ve been appointed to be a savior. Let us never forget that Jesus is the Savior of the World, not us. Let us always be humbled by God’s absolute sovereignty. Only God could speak the universe into existence, not us. God doesn’t need us to save the world. He doesn’t need us to orchestrate His second coming. It’s we who need to be saved by God (Virtue, 2020, 34).

Steven Bancarz dan Josh Peck, mantan penganut ajaran New Age, dalam bukunya, The Second Coming of the New Age: The Hidden Dangers of Alternative Spirituality in Contemporary America and Its Churches, mengingatkan kita untuk tidak terperangkap dengan istilah Kristus yang mereka anut. Kristus yang dimaksud belum tentu Pribadi Kedua dalam Allah Tritunggal. Kristus ini tidak mengacu kepada Kristus yang ada di luar manusia, melainkan sebuah kesadaran ilahi yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Pada dasarnya, mereka menganggap manusia memiliki natur ilahi.

Christ, like God, is also impersonal. Jesus is a person, but “Christ” is a reference to a divine state of consciousness. Jesus is not someone outside us . . . Christ Consciousness is believed to be the state of realizing, that one is as Christ was unified with God. To be truly self-conscious (aware of oneself) is to be truly Christ-Conscious (aware of oneself as inseparable from God (Bancarz and Peck, 2018,173)

Jason Jimenez, dalam bukunya, Hijacking Jesus: How Progresive Chrsitians are Remaking Him and Taking Over His Church, mengingatkan kita, bahwa penganut Kristen Progresif menolak otoritas Alkitab. Alkitab bagi kelompok ini dapat ditafsirkan dengan berbagai cara, sesuai dengan pengalaman pembacanya. Bagi mereka, Alkitab bukan firman Allah, tetapi mengandung/berisi firman Allah. Pembaca memiliki otoritas tertinggi dalam menafsirkan Alkitab. Penafsirlah yang menentukan, mana yang berisi firman Allah, dan mana yang bukan firman Allah.

One thing that progressive Christians unanimously agree upon, is that the Bible is not God’s divine authority. According to them, the Bible can be reinterpreted in limitless numbers of ways, because of the power of personal experience. People do not just approach the Bible with blank slate; they come with their own interpretive truth and personal experience. In other words, they are their own authority (Jimenez,2023,24).

Petrus, dalam 2Petrus 2:1 mengingatkan kita untuk waspada terhadap berbagai ajaran yang menyimpang dari Alkitab, “Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu. Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka.”

Spiritualitas Pemimpin

Sen Senjaya, dalam bukunya, Leadership Reformed, menegaskan siapa manusia itu sebenarnya. “Anda seorang berdosa yang diselamatkan oleh anugerah Allah ,,, Dosa-dosa Anda begitu hebat, sehingga Yesus Kristus harus mati untuk menebus Anda. Jangan pernah merasa superior terhadap diri Anda... Anda tidak hanya terbatas dan lemah. Anda adalah orang berdosa dengan hati penipu, bibir najis, dan pikiran yang cemar” (Senjaya, 2020, 120-121).

Steven Bancarz dan Josh Peck mengingatkan. “We are not bad people with good hearts; we are bad people with bad hearts. Our hearts themselves are hardened, depraved, and infected with sin.” (Bancarz and Peck, 2018, 370)

Sen Senjaya mengajak kita untuk melihat dunia melalui empat lensa Alkitab, yaitu penciptaan-kejatuhan-penebusan-penggenapan (Senjaya, 2021, 144). Keempat lensa Alkitab lebih sering disebut dengan akronim CFRC (Creation-Fall-Redemption-Consummation). Pada awal penciptaan, semuanya baik. Karena kejatuhan manusia dalam dosa, seluruh aspek dalam diri kita tercemari dosa. Sumber dosa berasal dari hati kita. Solusinya tidak dapat ditemukan dalam diri kita, tetapi di dalam diri Kristus. Yesus mati di kayu salib untuk menggantikan/menebus kita. Dan, Kristus akan datang kembali untuk memperbarui seluruh ciptaan, di langit dan bumi yang baru.

Dalam kerangka CFRC, kita harus sungguh-sungguh bertobat dan menerima Kristus sebagai Juru Selamat. Hal ini merupakan titik awal bagi kita untuk menjadi pemimpin spiritual. Melalui karya penebusan Kristus di kayu salib, kita membangun relasi yang benar dengan Allah Tritunggal dan sesama kita. Sementara itu, kita menunggu kedatangan Yesus kedua kalinya, untuk memperbarui/menyempurnakan kita, dalam langit dan bumi yang baru.

Kepemimpinan spiritual tidak dinilai berdasarkan seberapa giat keterlibatan dan kesibukan kita dalam pelayanan. Pelayanan yang demikian tidak menjamin bahwa kita telah mempunyai relasi yang benar dan erat dengan Allah Tritunggal. J. Oswald Sanders menulis, “Spiritual goals can be achieved only by spiritual people, who use spiritual methods. How our churches and mission agencies would change if leaders were Spirit-filled! The secular mind and heart, however gifted and personally charming, has no place in the leadership of Church (Sanders, 2007, 32).

Kepemimpinan spiritual menjalin relasi yang benar dan erat dengan Allah Tritunggal. Tanpa memiliki relasi yang erat dengan Allah Tritunggal, segala kehebatan, keterlibatan, dan kesibukan kita dalam pelayanan tidak lebih dari manifestasi keangkuhan kita, yang pada intinya melayani diri kita sendiri.

Pembaruan Hidup

Tidak mudah bagi kita, sebagai pemimpin yang masih memiliki natur dosa, untuk melayani orang yang juga berdosa. Kristus telah mati untuk menebus kita dan dibangkitkan untuk kita semua, termasuk bagi kita, baik pemimpin maupun orang yang kita layani. Oleh sebab itu, perlu kerendahan hati untuk tunduk dan taat kepada Kristus, sebagai pemimpin kita. Hanya anugerah Kristus saja yang dapat mengubah kita dan orang yang kita layani, untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus.

Kita tidak dapat mengandalkan kekuatan kita sendiri untuk mengubah diri kita, selaku pemimpin maupun orang yang kita layani. Hanya relasi yang benar dan erat dengan Allah Tritunggal saja yang memungkinkan terjadinya transformasi pada diri kita, untuk semakin hari menjadi semakin serupa dengan Kristus.

Sen Senjaya menuliskan indikator seorang pemimpin sebagai berikut, “Yang menjadi indikator keselamatan Anda adalah perubahan gaya hidup Anda, bukan keanggotaan gereja, aktivitas pelayanan gereja, atau bahkan pemahaman berbagai doktrin Kristen” (Senjaya, 2021, 83).

Paulus mengingatkan kita dalam Roma 12:2, “Janganlah menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan mana kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan sempurna.” Ada pembaruan hidup dalam diri seorang pemimpin spiritual yang menjalin relasi yang benar dan erat dengan Allah Tritunggal.

Daftar Kepustakaan

LAI,. 2023. Alkitab Terjemahan Baru Edisi Kedua. Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta.

Bancarz, Steven and Peck Josh. 2018. The Second Coming of the New Age: The Hidden Dangers of Alternative Spirituality in Contemporary America and Its Churches. Defender Publishing, USA.

BPMS GKI. 2009. Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Indonesia. PT. Adhitya Andrebina Agung, Jakarta.

Darmaputera, Eka, 2004. “Identitas GKI” dalam Hodos: GKI di Tengah Kepelbagaian Ajaran No.45-2004. Kelompok Kerja Pembinaan GKI Jabar, Jakarta.

Jimenez, 2023. Hijacking Jesus: How Progressive Christians are Remaking Him and Taking Over His Church. Salem Books, Wahington, USA.

Sanders, 2007. Spiritual Leadership: Principles of Excellence for Every Believer. Moody Publishers, Chicago, USA.

Sendjaja, Sen. 2020. Leadership Reformed: Mengapa Pemimpin Membutuhkan Injil untuk Mengubah Dunia. Literatur Perkantas Jawa Timur, Surabaya.

Sendjaja, Sen. 2021. Menghidupi Injil & Menginjili Hidup: 52 Refleksi Injil dalam Keseharian Hidup. Literatur Perkantas Jawa Timur, Surabaya.

Virtue, Doreen. 2020. Deceived No More: How Jesus Led Me out of the New Age and into His Word. Emanate Book, Tennesse, USA.