“Cogito, ergo sum,” yang berarti “aku berpikir, maka aku ada."
Hidup di jaman post-modern, dengan media sosial dan arus informasi yang cepat, membuat kita hidup dalam kebisingan tekanan sosial. Kita bisa melihat rumput tetangga hanya sejauh genggaman tangan. Disadari atau tidak, hidup dipacu untuk berlomba mencapai atau mencentang daftar tugas. Standar sosial kian hari kian meningkat. Pada akhirnya, jarak antara idealisme dan realitas semakin jauh, sehingga menjadi tempat ternyaman bagi si cemas untuk tinggal di dalamnya.
Rasa takut berasal dari masa kini, sedangkan rasa cemas berasal dari masa depan. Cemas bekerja dengan membuat skenario-skenario negatif di kepala akan hal-hal di masa depan yang belum tentu terjadi. Kecemasan yang dipelihara pada akhirnya dapat merusak masa depan seseorang. Seorang filsuf, René Descartes, terkenal dengan jargonnya, “Cogito, ergo sum,” yang berarti “aku berpikir, maka aku ada”. Sebuah jargon yang masuk akal. Bayangkan, jika isi pikiran kita hanya terdiri atas kecemasan. Seperti apa bentuk keberadaan kita? Bagaimana kita dapat mengambil keputusan? Bagaimana kita dapat menata hidup apabila dikontrol oleh pikiran yang penuh kecemasan?
Saudara-saudara yang terkasih dalam Kristus, jangan biarkan si cemas menghantui masa depan dan mengontrol hidupmu. Mungkin tetanggamu sudah menanam rumput Swiss, tetapi kamu baru bisa mengandalkan rumput liar. Tidak apa-apa. Nikmati setiap prosesnya, karena hidup bukan seperti lari jarak pendek, melainkan seperti maraton. Fokus pada tujuan, namun tetap atur nafas dan atur tempo hidupmu dengan seimbang. Jika si “hantu” dari masa depan mengintip, izinkan dia masuk dan melihat-lihat, namun jangan biarkan dia tinggal menetap. Jika dia sudah mulai mendominasi pikiran, ambil jeda sejenak, tarik nafas, dan embuskan. Fokus untuk menenangkan diri dengan mengatur napas. Pikirkan dua hal, yaitu mana yang berada dalam kontrol kita, dan mana yang berada di luar kontrol kita. Fokuskan pikiran pada hal-hal yang ada dalam kontrol kita. Selanjutnya, serahkan hal yang berada di luar kontrol kita kepada Tuhan, Sang Empunya kehidupan.
Kita adalah tuan rumah atas hidup kita. Kita memiliki wewenang untuk mengizinkan tamu seperti apa yang boleh masuk dalam hidup kita. Namun ingatlah, kita juga adalah ciptaan Tuhan. Tuhan yang memiliki otoritas penuh atas kehidupan kita. Sebagai ciptaan-Nya, kita memiliki banyak keterbatasan. Jika bergantung pada kekuatan diri sendiri, kecemasan akan menyerang dan menemukan tempat yang nyaman dalam diri kita. Maka ingatlah untuk selalu mengandalkan Sang Pencipta. Seperti yang tertulis pada Amsal 3:5-6 (TB2), “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam seluruh hidupmu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” Tuhan Yesus memberkati.