“TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN.” Ratapan 3:25-26
Teman-teman pasti mengenal hewan anjing. Anjing adalah hewan keturunan serigala yang sudah dijinakkan sekitar 15.000 tahun yang lalu, dan sejak saat itu anjing telah menemani manusia dalam banyak kegiatan, baik sebagai hewan pekerja maupun sebagai hewan peliharaan. Inilah alasannya mengapa anjing sering disebut sebagai man’s best friend, teman terbaik manusia. Anjing memiliki banyak karakter positif seperti bersikap ramah, santai, percaya diri, lucu, dan sebagainya. Namun satu karakter paling istimewa dari hewan ini adalah kesetiaan. Kesetiaan seekor anjing terhadap tuannya telah terdokumentasi dengan baik selama bertahun-tahun, dan salah satu contoh yang terkenal adalah Hachiko.
Dikisahkan Hachiko yang merupakan anjing ras Akita yang hidup di Jepang pada sekitar tahun 1920- 1930an. Hachiko merupakan hewan peliharaan Professor Ueno, seorang guru di Universitas Tokyo. Setiap hari, beliau pulang pergi naik kereta menuju universitas tersebut, dan setiap hari juga Hachiko selalu mengantar dan menjemput tuannya di Stasiun Shibuya. Kebiasaan ini terus berlangsung sampai pada tanggal 21 Mei 1925 ketika Professor Ueno mendadak meninggal dunia saat mengajar di kelas, sehingga beliau tidak pernah lagi kembali ke stasiun Shibuya. Akan tetapi, Hachiko dengan kesetiaannya tetap pergi ke stasiun tersebut untuk menunggu kedatangan tuannya kembali pulang. Dia muncul tepat saat kereta yang biasa ditumpangi tuannya tiba di stasiun. Hachiko terus menunggu selama 9 tahun sampai dia mati pada tanggal 8 Maret 1935. Setelah dikremasi, dia lalu dikuburkan bersama tuannya. Kini, patung Hachiko dapat dilihat di Stasiun Shibuya, Tokyo. Kesetiaannya pada Professor Ueno telah menjadi inspirasi bagi banyak orang di seluruh dunia, bahkan masyarakat Jepang menjadikannya sebagai karakter panutan sampai hari ini.
Dua ribu tahun yang lalu, seorang nabi bernama Yeremia juga menunggu sesuatu yang sangat ia inginkan: belas kasihan Tuhan. Selama bertahun-tahun ia menderita berbagai macam kesusahan seperti penganiayaan fisik, hukuman yang tidak adil dan direndahkan oleh sesamanya. Ia pun meratapi kejatuhan Yerusalem ke tangan Kerajaan Babilonia. Walaupun Yeremia merasa sangat terpuruk oleh keadaan tersebut, ia memiliki sebuah harapan; bahwa Allah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, dan bagi jiwa yang mencari Dia (Ratapan 3:25). Yeremia menggunakan pengharapannya untuk mendorong bangsa Israel yang sama-sama berduka untuk tetap menunggu dengan diam pertolongan Tuhan (ayat 26). Menunggu dengan diam berarti tetap bekerja dalam ketenangan dengan pemahaman bahwa Allah akan menolong.
Yeremia dan orang Israel menderita atas kejatuhan Yerusalem, namun tetap berharap dan menunggu janji Allah untuk pemulihan. Hachiko menderita menunggu tuannya yang tidak kunjung kembali, namun ia tetap pergi ke Stasiun Shibuya setiap hari untuk menunggu kereta yang akan membawa tuannya. Mengapa mereka tetap menunggu meskipun mereka sangat menderita? Karena memiliki harapan! Ya, harapan bahwa mereka akan mendapatkan hal yang sangat diinginkan. Harapan itulah yang membuat mereka dengan kesabaran rela menunggu.
Kita pun sedang menunggu, teman-teman. Menunggu kapan masa pandemi Covid-19 ini akan berlalu. Kapan kita bisa keluar rumah dengan rasa aman untuk bertemu dengan teman-teman dan guru, kapan bisa berjalan-jalan tanpa dihantui rasa takut. Namun, Allah mengajak kita untuk bersabar dan terus berharap kepadaNya, karena hal ini pun pasti akan berlalu. Yuk, kita tetap giat melakukan aktivitas sehari-hari dengan sikap yang positif seperti Nabi Yeremia, yang walaupun meratap dapat berkata, “Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (ayat 22-23).