Perubahan-perubahan kecil tentunya mudah untuk dibuat. Merubah warna baju, gaya rambut, dan cara berpakaian tentunya lebih mudah daripada merubah warna cat mobil, gaya berbicara, dan cara berjalan.
Sementara perubahan yang besar biasanya lebih menakutkan karena pengaruhnya yang sangat besar terhadap kebiasaan hidup kita sehari-hari, misalnya kuliah ke luar negeri, perceraian orang tua, menikah, kehilangan pekerjaan, mendapatkan pimpinan yang otoriter, dan sebagainya. Perubahan bisa disebabkan oleh lingkungan tempat kita berada atau dari dalam diri kita sendiri. Perubahan yang terjadi akibat lingkungan, tentunya tidak bisa kita hindarkan, tetapi kita bisa mengubah pola pikir kita tentang perubahan tersebut. Sementara kita sendiri sebagai pribadi, haruslah terus menerus berubah ke arah yang lebih baik. Ada cerita menarik mengenai sepasang suami-istri yang hendak bercerai.
Suatu hari, Laura, nama wanita ini, datang ke kantor Iwan, suaminya. Saat itu Iwan sedang melayani seorang pelanggan. Melihat Laura menunggu dengan gelisah, pimpinan kantor menghampirinya dan mengajaknya berbincang-bincang. Si Bos berkata, “Saya begitu senang, suami Anda bekerja untuk saya. Dia seorang yang sangat berarti dalam perusahaan kami, begitu penuh perhatian dan baik budinya.” Laura terperangah mendengar pujian si bos terhadap suaminya, tapi tak berkomentar apapun. Iwan ternyata mendengar komentar si bos. Setelah Laura pergi, Iwan menjelaskan, “Kami tidak hidup bersama lagi sejak 6 bulan lalu, dan sekarang dia hanya datang menemui saya bila ia membutuhkan tambahan uang untuk putra kami.” Beberapa hari kemudian telepon berbunyi untuk Iwan. Ia mengangkatnya dan berkata, “Baiklah Ma, kita akan pergi makan bersama setelah jam kerja.”
Setelah itu ia menghampiri bosnya dan berkata, “Laura dan saya telah memutuskan untuk mulai memperbaiki lagi perkawinan kami. Dia mulai melihat saya secara berbeda tak lama setelah Bapak berbicara padanya tempo hari.” Bayangkan, perubahan drastis terjadi semata-mata karena perubahan dalam cara melihat. Awalnya, Laura mungkin melihat suaminya sebagai seorang yang menyebalkan, tapi ternyata di mata orang lain Iwan sungguh menyenangkan. Laura-lah yang mengajak rujuk, dan mereka kembali menikmati rumah tangga yang jauh lebih indah dari sebelumnya. Apa yang menarik dari cerita di atas? Ternyata kita bereaksi menurut apa yang kita pikirkan, bukan berdasarkan kenyataan itu sendiri. “We see the world as we are, not as it is.” Akar segala tindakan kita adalah cara kita melihat. Cara kita melihat mempengaruhi apa yang kita lakukan, dan apa yang kita lakukan mempengaruhi apa yang kita dapatkan. Ini disebut sebagai model “See-Do-Get”. Perubahan yang mendasar baru akan terjadi ketika ada perubahan cara melihat.
Stephen Covey mengatakan: “Kalau Anda menginginkan perubahan kecil dalam hidup, ubahlah perilaku Anda, tapi bila Anda menginginkan perubahan-perubahan yang besar dan mendasar, ubahlah paradigma Anda.” Covey benar, perubahan tidak selalu dimulai dari cara kita berperilaku (Do), tetapi bisa juga dimulai dari cara kita melihat (See). Tentu saja, hasilnya akan sangat berbeda. Ada sebuah contoh sederhana. Seorang anak yang berusia empat tahun selalu menolak kalau diberi vitamin. Padahal, itu diperlukan untuk meningkatkan perkembangan otak dan daya tahan tubuhnya. Betapa pun orang tuanya membujuknya, ia tetap menolak. Dengan maksud baik, kadang-kadang sarapan sebelum meminum “sirup” tersebut. Contoh sederhana ini menggambarkan proses perubahan yang bersifat inside-out (dari dalam ke luar). Perubahan ini bersifat sukarela dan datang dari anak itu sendiri. Tidak ada keterpaksaan. Inilah perubahan yang diawali dengan “See”.
Perubahan yang dimulai dengan Do, bersifat sebaliknya, yaitu outside-in. Perubahan seperti ini sering disertai penolakan. Jangankan antara atasan dan bawahan, dengan anak kecil saja, hal ini sudah bermasalah. Pendekatan hukum bersifat outside-in dan dimulai dengan Do. Orang tidak korupsi karena takut akan hukumannya, bukan karena kesadaran. Pada dasarnya orang tersebut belum berubah, karena itu ia masih mencari celah-celah yang dapat dimanfaatkannya. Akar korupsi sebenarnya adalah pada cara orang melihat. Selama jabatan dilihat sebagai kesempatan menumpuk kekayaan, bukannya sebagai berkat yang harus dipertanggung-jawabkan, selama itu pula korupsi tak akan pernah hilang. Inilah pendekatan inside-out. Memang jauh lebih sulit, tetapi efek yang dihasilkannya jauh lebih mendasar.
Karena itu, untuk mengubah hal yang negatif, yang perlu Anda lakukan cuma satu: Ubahlah cara Anda melihat masalah ! Mulailah melihat atasan yang otoriter, bawahan yang tidak kooperatif, orangtua yang cerewet dan pasangan yang mau menang sendiri sebagai tantangan dan berkat yang terselubung. Orangorang ini sangat berjasa bagi Anda karena dapat membuat Anda lebih kompeten, lebih profesional, lebih bijaksana dan lebih sabar. Jadi, apakah anda sebagai mahasiswa hadir kuliah karena takut tidak boleh ikut ujian yang menentukan kelulusan, ataukah karena ingin mendapatkan ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh seorang calon sarjana?
Apakah Anda sebagai karyawan hadir pada suatu meeting karena takut dimarahi bos ataukah karena ingin melakukan yang terbaik untuk perusahaan ? Semuanya tergantung pola pikir anda. Ubahlah semua yang negatif menjadi positif dan hidup anda akan jauh lebih bahagia ! Filipi 4:8 “Jadi akhirnya, saudarasaudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.”