[ Penulis: Tjhia Yen Nie. Editor: David Tobing ]
Mengapa di dunia ini ada orang-orang yang sepertinya memiliki berbagai hal yang diidamkan orang lain, tetapi hidupnya berakhir dengan tragis? Sebut saja misalnya Adolf Merckle, orang terkaya dari Jerman, atau Michael Jackson, penyanyi tenar dari Amerika. Kehidupan mereka layaknya bintang yang gemerlapan, dikenal karena ketenaran dan kekayaannya, namun ketragisan akhir hidup mereka tidak menyatakan demikian. Kekayaan, kecantikan, ketenaran, kepandaian, ternyata bukanlah jaminan yang membuat seseorang merasa bahagia hidup di dunia ini.
Lalu apa yang menjadikan seseorang bahagia? Tentu kita dapat menilik jawaban kita masing-masing. Bunda Teresa pernah mengatakan bahwa tadinya dia berpikir bahwa kemiskinan adalah yang lapar, telanjang, dan menggelandang, ternyata kemiskinan yang sebenarnya adalah perasaan tidak diinginkan, tidak dicintai dan tidak diperhatikan.
Perasaan kaya atau miskin ternyata tidak berkorelasi positif dengan banyaknya harta, kecantikan, ketenaran ataupun kepandaian. Kebahagiaan dalam hidup adalah masalah hati dan penerimaan diri. Setiap orang mengalami perjalanan hidupnya masing-masing, dan siapa yang survive adalah mereka yang sukses.
Seperti quote yang ditulis oleh Vivian Greene, “Life isn't about waiting for the storm to pass. It's about learning to dance in the rain.” Mengasihi dan dikasihi adalah kunci untuk melewati badai dalam hidup. Marilah kita mulai dengan penerimaan diri kita masing-masing.