Seberapa dekatkah kita dengan Tuhan? Ini terlihat dari buah kehidupan kita. Kalau kita memiliki relasi yang dekat dengan-Nya, tentunya kita sudah mempersiapkan jalan bagi-Nya. Apa yang kita pikirkan ketika mendengar ungkapan “mempersiapkan jalan bagi Tuhan”? Mendengar ini, saya langsung mengarah pada hal yang diungkapkan Yohanes Pembaptis (Matius 3:3). Apa makna perkataan Yohanes? Ia sedang mengajak orang-orang mempersiapkan diri dan berjumpa dengan Tuhan. Dengan kata lain, perjumpaan dengan-Nya menjadi tujuan akhir dari mempersiapkan jalan.

Mempersiapkan Jalan

Apakah persiapan jalan ini hanya dilakukan Yohanes? Saya rasa tidak. Ungkapan ini masih relevan hingga kini. Lantas, bagaimana kita dapat mempersiapkan jalan bagi Tuhan dan berjumpa dengan-Nya? Saya mengusulkan tiga jalan yang bisa kita tempuh. Pertama, kita perlu memiliki pengenalan akan Kristus. Pengenalan bukan dimulai dari usaha kita, melainkan Dia yang mengenalkan diri kepada kita. Pengenalan bisa berangkat dari ketekunan kita membaca Alkitab, yang menyajikan berbagai pengalaman tokoh iman bersama Tuhan. Tidak menutup kemungkinan, pengalaman tersebut juga bisa terjadi dalam kehidupan kita, dengan narasi yang berbeda. Kuncinya berbicara tentang Allah yang menyertai kita di berbagai situasi kehidupan yang terjadi, baik bahagia maupun dukacita.

Kedua, pertobatan. Pertobatan sering digambarkan melalui kata metanoia, yang diambil dari bahasa Yunani. Metanoia berarti berbalik arah, dari yang jauh menjadi dekat dengan Tuhan, semakin rindu mengikut-Nya. Proses berbalik arah ini bisa distimulasi dengan beragam cara. Ada yang berhasil merenungkan Alkitab, pengalaman, kesaksian, dan kehidupan bergereja. Apa pun bisa dipakai Tuhan untuk membuat kita bertobat, kembali kepada-Nya. Masalahnya, pertobatan bukanlah usaha manusia semata, melainkan kerja Roh Kudus. Sesama dan diri sendiri mungkin berusaha sekuat tenaga, tetapi jika Roh Kudus belum memberkati usaha itu dan menggerakkannya, maka semua akan sia-sia. Oleh karenanya, memohon pertolongan dari Roh Kudus menjadi hal yang perlu kita kerjakan, bila hendak menghadirkan pertobatan.

Ketiga, penyerahan diri pada Tuhan. Penyerahan diri ini berbicara tentang memberikan seluruh keberadaan kita. Bukankah semua yang kita punya memang berasal dari Tuhan, dan sudah sepantasnya kita berikan kepada-Nya juga? Pada praktiknya, penyerahan ini bisa dikaitkan dengan mengasihi Tuhan. Matius 22:37 menunjukkan, mengasihi Tuhan dilakukan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi. Ini adalah panggilan yang perlu kita kerjakan sebagai pengikut Tuhan.

Tantangan

Mempersiapkan jalan bagi Tuhan memang tidak mudah. Kita tentu menjumpai beragam tantangan. Saya memetakan tiga tantangan yang bisa terjadi. Namun, tantangan justru menolong kita semakin bertumbuh dalam Tuhan. Pertama, kala Tuhan tidak memberi apa yang kita inginkan. Doa menjadi jalan untuk mengungkapkan apa yang kita inginkan. Masalahnya, Tuhan sering tidak memberi apa yang kita inginkan, tetapi yang kita butuhkan. Katakanlah, kita berdoa agar Tuhan memberi kita anak. Ternyata, sampai usia pernikahan 20 tahun, Tuhan tidak kunjung memberikannya kepada kita. Apakah Tuhan tidak mendengarkan doa kita? Justru, Tuhan mengetahui seberapa siap kita menerimanya, dan memang itu menjadi kebutuhan kita. Kondisi demikian kerap membuat kita enggan dan kurang mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Seharusnya, ini tidak boleh membuat kita undur. Kita harus tetap semangat dan bertekun mempersiapkannya.

Kedua, kala Tuhan terasa jauh dari kita. Apa benar Tuhan jauh dari kita? Saya menilai, justru kitalah yang jauh dari-Nya. Saat kita jauh dari Tuhan karena dosa, Tuhan mencari kita. Ini terlihat dari sikap Allah terhadap Adam ketika ia jatuh dalam dosa. Ia bertanya, “Di manakah engkau?” (Kejadian 3:9) Apakah Ia tidak tahu keberadaan kita, sehingga perlu bertanya? Menurut saya, Ia tahu, cuma Ia mau kita jujur di hadapan-Nya, dengan segala keberadaan kita. Apa pun keberadaan kita, termasuk dalam dosa, kita justru harus semakin mendekat kepada-Nya. Kasih- Nya begitu kuat ketika kita masih berdosa (Roma 5:8). Anugerah-Nya begitu nyata. Ia melakukannya, karena Tuhan tidak ingin terpisah dari manusia. Gagasan ini seharusnya mendorong kita untuk semakin mempersiapkan jalan bagi Tuhan, bukan malah menjauh dari-Nya.

Ketiga, kuatnya keraguan dan kekhawatiran yang ada dalam kehidupan. Setiap orang di antara kita pasti pernah mengalami dua hal ini. Keduanya bisa membuat kita enggan dan berhenti mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Ini karena kita fokus mengatasi keduanya dengan mengandalkan kekuatan manusia. Tuhan mengingatkan kita agar tidak ragu dan khawatir, termasuk dalam hal-hal kecil, seperti apa yang akan kita makan atau pakai (Lukas 12:22- 23). Tuhan selalu mencukupi kita. Seharusnya, kita terus bergantung kepada-Nya. Dengan pemahaman ini, kita tidak boleh undur mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Tantangan memang bisa melemahkan kita dalam mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Namun, satu hal yang perlu diingat, Tuhan senantiasa menolong kita. Pertolongan Tuhan tidak pernah terlambat dan selalu menyertai kita di setiap musim kehidupan. Pertolongan itu yang harus kita andalkan senantiasa. Pada kenyataannya, kita tidak bisa hidup tanpa Dia. Kita hanyalah ciptaan, dan Tuhan adalah Pencipta kita. Sudah selayaknya, kita terus bertekun dalam panggilan mempersiapkan jalan bagi Tuhan.

*Penulis adalah mahasiswa program doktor di Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta dan simpatisan GKI Gading Serpong.