Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 07 Oktober 2012
Tantangan yang dihadapi oleh Yosua di masa kepemimpinannya menggantikan Musa tidaklah mudah. Tuhan memang menjanjikan bahwa “Setiap tempat yang diinjak oleh telapak kakimu (Yosua) akan Kuberikan kepada kamu…” (Yos 1:3). Namun hal itu bukanlah seperti membalikan telapak tangan. Sebab semuanya itu baru dapat diperoleh melalui perjuangan, peperangan dengan banyak pengorbanan. Tantangan pertama bagi Yosua tentu saja berasal dari dalam diri sendiri. Bagaimana mungkin ia bisa menggantikan Musa pemimpin besar yang penuh kuasa dan kharisma. Begitu juga tidak mudah baginya memimpin bangsa Israel yang begitu dikenalnya sebagai bangsa yang tegar tengkuk dan suka memberontak. Tantangan berikutnya adalah tembok Yerikho dan bangsa-bangsa lainnya yang gemar memusuhi dan memerangi bangsa Israel. Belum lagi tantangan alam berupa padang gurun dan sungai Yordan yang harus diseberangi. Semua itu harus dilalui oleh Yosua dan bangsa Israel sebelum mereka memasuki Tanah Perjanjian. Sehingga jika dianalisa semua tantangan itu seperti sebuah kemustahilan yang harus dilewati oleh bangsa Israel di bawah kepemimpinan Yosua.
Tuhan pun memahami tugas berat yang harus dipikul oleh Yosua, makanya Ia memperlengkapi Yosua dengan kuat kuasaNya.. Tuhan memastikan kepada Yosua bahwa: “Seorangpun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau seumur hidupmu; seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau: Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau. Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu….”(1:5–6). Yang menarik sepanjang percakapan Tuhan di sini, Ia berulangkali menjamin akan penyertaanNya dan kemenangan umatNya. Namun Tuhan juga meminta komitmen dari Yosua sebagai seorang pemimpin untuk kuat dan tegar, tidak kecut dan tawar hati walau harus menghadapi tantangan yang sangat berat. Dan satu lagi dari perintah Tuhan di sini yang sangat penting adalah KETAATAN dan KESETIAAN kepada Tuhan. “Jangan menyimpang ke kanan atau ke kiri” dengan kata lain, jika Yosua merindukan perjalanannya berhasil dan beruntung maka tidak ada kata lain kecuali ketaatan dan kesetiaan total kepada Allah.
Konteks pembahasan kita dalam Yosua 24:14–15, merupakan kelanjutan dari pidato perpisahan Yosua, ketika ia sudah tua/lanjut umur. Lama setelah akhirnya mereka berhasil memasuki tanah Kanaan, yaitu tanah yang dijanjikan Tuhan. (23:1). Di mana dalam pidato perpisahannya Yosua mengingatkan kembali kepada bangsa Israel akan komitmen ketaatan dan kesetiaan hanya kepada Tuhan. Komitmen ini penting diingatkan lagi oleh Yosua, karena ia menyadari betul bahwa semua keberhasilan, keamanan dan berkat yang mereka terima semuanya itu hanya karena anugerah Allah. (Yosua 23:1–16). Nampaknya Yosua menyadari betul akan sifat manusia yang mudah melupakan. Apalagi ketika hidupnya sudah makmur. Sebab pada saat itu bangsa Israel sudah berada dalam lembaran baru. Bukan lagi bangsa yang berpindah-pindah, berperang, berjuang dengan segala tantangan alam. Tetapi kini mereka menjadi bangsa yang makmur, menetap di satu wilayah yang aman dimana mereka dapat membangun kehidupan, keluarga dan masa depan yang cerah.
Kemakmuran bisa menyebabkan komitmen kesetiaan kepada Tuhan menjadi luntur. Itu sebabnya Yosua mengingatkan dengan tegas supaya orang Israel tetap teguh iman dan kesetiaannya hanya menyembah kepada Allah yang benar. Dan komitmen untuk setia beribadah hanya kepada Allah diteladan oleh Yosua mulai dari keluarganya sendiri. Bagi Yosua kesetiaan harus dimulai dari diri sendiri, dari keluarga dan ‘menular’ kepada orang lain.
Situasi hidup yang berubah-ubah, naik turun bisa saja membuat kesetiaan kita luntur kepada Tuhan. Doa dari Agur bin Yake sebenarnya mengingatkan kita akan hal ini, ia berdoa: “Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya kalau aku kenyang, aku tidak menyangkalMu dan berkata: Siapa Tuhan itu? Atau kalau aku miskin, aku mencuri dan mencemarkan nama Allahku.” (Ams 30:8–9). Pesan dari doa ini sebenarnya sama dengan pidato Yosua (psl 23–24), sama juga dengan perjanjian Allah kepada Yosua (psl 1), yaitu jangan sampai kesetiaan kita berubah karena situasi. Tetaplah setia kepada Tuhan di saat susah mau pun senang, di waktu muda mau pun ajal kian mendekat. Tetaplah taat kepada Tuhan di masa menabur mau pun di masa panen, di dalam kegagalan maupun keberhasilan. Tetaplah setia beribadah kepada Tuhan yang benar selama-lamanya.
Dalam memasuki bulan keluarga tahun ini, walau hidup semakin banyak tantangan marilah kita berkomitmen seperti Yosua “…Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!” (ay 15). Dan Kristus bersabda: “…Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.” (Wahyu 2:10b). Amin
RR