Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 30 September 2012

Ada sebuah film menarik yang bersettingkan pertandingan kualifikasi piala dunia antara Iran melawan Bahrain di tahun 2006. Film berjudul “Offside” ini mengisahkan tentang Iran yang menerapkan undang-undang pelarangan wanita untuk memasuki stadion.

Menariknya ada beberapa wanita nekat yang ingin menonton pertandingan itu. Salah satu dari mereka menaiki bus penuh dengan supporter. Nyaris saja ia ketahuan oleh semua orang, untungnya pria yang duduk di sampingnya tidak membocorkan identitasnya. Sesampai di stadion ia harus membeli tiket dari calo yang mematok harga tinggi sekali karena ia seorang wanita. Saat pemeriksaan di pintu masuk ia ketahuan dan harus ditahan di luar tembok stadion dengan pengawalan tentara. Di sana ia bertemu dengan wanita-wanita lain dengan berbagai penyamaran mirip laki-laki. Parahnya ada wanita yang menyamar sebagai tentara dengan berseragam lengkap. Di luar tembok mereka tetap antusias mendengar teriakan-teriakan supporter. Kegelisahan dan rasa penasaran mereka akhirnya terbayar setelah berhasil membujuk salah satu tentara yang mengintip ke arah lapangan untuk menjadi komentator pertandingan. Kisah ini mengingatkan kita kepada perempuan Siro Fenisia.        
Perempuan Siro-Fenisia berasal dari Kanaan berkebangsaan Yunani. Dalam pandangan bangsa Israel (umat pilihan Allah) posisi perempuan itu boleh dibilang tidak masuk hitungan. Selain dari bangsa non Yahudi juga dia hanyalah seorang perempuan, yang harus berhadapan dengan sistem masyarakat Yahudi waktu itu yang masih begitu tinggi tingkat diskriminasinya baik karena status kebangsaan maupun gender.

Hal yang menarik dari perempuan itu, dia sangat mengerti siapa Yesus. Terlihat dari bagaimana ia menyapa Yesus “kasihanilah aku ya Tuhan, Anak Daud..” (Mat. 15:22) itu menunjukkan bahwa selama Yesus berkeliling melayani boleh jadi dia juga mengikutinya ke mana-mana atau dia banyak mendengar dan menyaksikan karya-karya Yesus, kemudian ketika Yesus berada di Tirus tempat asalnya dianggap kesempatan baginya untuk memohon pertolongan kepada Yesus dan yakin bahwa dia akan mendapatkannya.

Ketika dia menyampaikan permohonan kepada Yesus seakan tidak dihiraukan bahkan terkesan menghina perempuan itu, bahkan murid-murid Yesus meminta Yesus mengusir dia karena dianggap mengganggu           (Mat. 15:23) Apa yang Yesus lakukan terhadap perempuan itu pasti bukan karena faktor golongan atau gender melainkan Yesus ingin melihat seberapa jauh dia kenal Yesus, seberapa dalam dia yakin bahwa Yesus adalah penolong baginya dan mempercayai Yesus dalam hidupnya. Itu tampak ketika Yesus memuji dia dengan panggilan “Hai ibu, besar imanmu…”

Apa yang bisa kita renungkan dari perempuan yang diabaikan itu?
Pertama: Perempuan itu mengenal Yesus bukan sekedar sebagai tabib yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit tetapi dia mengenal Yesus sebagai Tuhan yang menyelamatkan (Tuhan, anak Daud). Tuhan sebagai Juruselamat, yang membebaskan dan memberi keselamatan.

Kedua: Perempuan itu mempercayai Tuhan Yesus dengan iman yang berpusat bahwa Yesus adalah Tuhan, dia tidak terpengaruh dengan sikap, kata atau perlakuan Yesus maupun murid-muridNya yang ada dalam hatinya bahwa Yesus itu adalah Tuhan yang patut dipercayai.

Ketiga: Perempuan itu telah menunjukkan model iman yang hidup dengan tidak putus asa dan tidak mengenal menyerah tetapi apa yang dia percayai tentang Yesus itu yang dia wujudkan melalui keyakinannya memohon terus-menerus kepada Yesus. Jika kita ingin mengalami kuasa Tuhan milikilah iman yang hidup seperti perempuan Siro-Fenisia. (band.   I Samuel 1 doa Hanna).                                                                                                                                                                                                                  SO