Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 14 Oktober 2012

Alih generasi adalah suatu hal yang bersifat alamiah dan wajar. Dimana semua generasi lama akan berlalu, tergantikan dengan generasi yang baru. Namun yang menjadi pertanyaan apakah kebehasilan yang telah dicapai dapat dipertahankan oleh generasi berikutnya? Atau bahkan apakah generasi baru dapat justru lebih maju? Dengan berbagai prestasi yang spektakuler? Di dalam realita kehidupan, ternyata banyak sekali alih generasi yang mengalami kegagalan. Mengapa demikian? Yang utama karena generasi baru tidak berpegang teguh kepada komitmen yang telah diletakkan oleh generasi sebelumnya. Malahan melirik dan tergoda, akhirnya pindah ke lain hati.  

Yosua menyadari betul akan hal itu. Ketika ia berkata: “Aku telah tua dan sangat lanjut umur….” (ay 2). Sebab itulah ia mengumpulkan segenap orang Israel termasuk para pemimpin pada saat itu. Nampaknya Yosua bermaksud mengingatkan dan mewariskan nilai-nilai yang sangat penting, yang selama ini telah membuat bangsa Israel mengalami keberhasilan, kemenangan, keamanan dan kemakmuran. Untuk itu, Yosua sekali lagi, mau membuka mata orang Israel dengan memaparkan fakta dan kesaksian yang telah mereka jalani dan nikmati selama ini.

Bahwa, “TUHAN, Allahmu, Dialah yang berperang bagi kamu.” (ay 3). Artinya, Allah yang disembah oleh bangsa Israel adalah Allah yang lebih kuat, lebih berkuasa daripada segala berhala, dan ilah-ilah lain yang disembah oleh bangsa-bangsa lain. Kemenangan demi kemenangan yang dialami oleh bangsa Israel sampai berhasil masuk ke tanah perjanjian, menikmati segala berkat Allah, adalah bukti keperkasaan dan kedaulatan Allah. Bahkan yang luar biasa, kesetiaan Allah masih tetap sama, baik kasih maupun kuasaNya serta pembelaanNya terhadap umatNya tak pernah berubah (ay 4-5,9-10).

Justru itulah, Yosua mengingatkan supaya segenap Israel tetap berpegang teguh kepada perjanjiannya dengan Tuhan (ay 6). Jangan menyimpang dan menyembah allah lain (ay 7). Sebaliknya hati mereka harus tetap berpaut hanya kepada Tuhan (ay 8). Dan peringatan yang paling tegas dilontarkan oleh Yosua pada ayat 16:  “apabila kamu melangkahi perjanjian……dan beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah kepada mereka. Maka murka TUHAN akan bangkit atas kamu, dan kamu akan segera binasa….”

Saudara, di masa kini peringatan Yosua masih tetap relevan bagi kita. Kristus telah menjadikan kita orang-orang yang lebih dari pemenang (Rm 8:37). Kasih dan keperkasaan Allah kita telah terbukti dengan bangkit dari kematian mematahkan kuasa maut, kekuatan iblis, dan kutuk dosa. (1 Kor 15:54-57). Kini kita telah memperoleh kepastian keselamatan oleh anugerahNya (Ef 2:8-9). Dan kita yang percaya di dalam nama Kristus adalah alih waris Kerajaan Allah, diterima masuk ke Tanah Perjanjian yang kekal yaitu Yerusalem yang baru. (1 Pet 1:3-4). Dan yang luar biasa kasih, kuasaNya, dan pertolonganNya tak pernah berubah bagi kita: “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin, mau pun hari ini dan sampai selama-lamanya.”   (Ibr 13:8).

Di samping itu, pada era modern ini, rupanya tantangan penyembahan berhala tidak pernah surut. Sementara berhala “tradisional” masih eksis dengan berbagai bentuknya. Mereka berkamuflase melalui berbagai pengobatan alternatif, lewat seni dan budaya yang telah “diisi”, lewat paranormal dengan ramalan masa depannya, susuk untuk kecantikan dan kelanggengan rumah tangga, pesugihan untuk penglaris dan rejeki, perhitungan-perhitungan tentang hari baik, letak rumah, ruangan, pintu, jumlah tangga, dll. Dengan tujuan menolak bala dan mendatangkan rejeki.     

Selain itu, jangan terlampau merasa aman dari bahaya penyembahan berhala karena kita tak menyimpan satu patungpun di rumah. Sebab kini, muncul pula berhala-berhala modern yang menyesuaikan diri dengan teknologi. Seperti berbagai macam game yang berbau okultisme. Jika tidak berhati-hati ada pula “roh zaman modern” dengan budaya hedonisme, materialisme, konsumerisme, yang intinya mempertuhankan sesuatu yang bukan Tuhan. Di mana Allah ditukar dengan benda-benda mati yang dinamakan harta, pangkat dan kenikmatan sesaat. Benda-benda itulah yang dijadikan pusat dan tujuan hidup. Belum lagi anak-anak kita yang gandrung mengidolakan seseorang, sekelompok orang secara berlebihan atau yang dikenal dengan istilah “Idolatry” (penyembahan).  

Dan masih banyak lagi bentuk penyembahan berhala yang dapat menyusup dalam kehidupan kita. Sebab itu, kita harus mawas diri, setiap keluarga Kristen perlu  membangun filter terhadap berbagai serangan yang sulit dibentengi dengan apa pun, kecuali dengan  Firman Tuhan  (Maz 1:1-3; 119:9, 105). Sebab itu setiap orang tua perlu mendengarkan peringatan Yosua, yaitu untuk berkomitmen dan konsisten, membangun mezbah keluarga setiap hari melalui pega (persekutuan keluarga), seperti Yosua membawa keluarganya hanya beribadah kepada Tuhan. Menjadikan Kristus satu-satunya Tuhan yang kita sembah, Dialah  pusat dan tujuan hidup satu-satunya dalam keluarga. Dengan demikian perjalanan kita aman sampai ke Negeri Perjanjian. Amin