Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 3 November 2013
“Kadang terjadi, orang-orang yang sudah lama menjadi Kristen, bahkan secara turun-temurun, ternyata hidupnya belum juga berubah. Hidupnya sehari-hari dalam pekerjaan dan masyarakat masih menampakkan kejahatan, kecurangan, penindasan, atau penghancuran. Jadi, ada ketidak-cocokan antara iman dan kehidupan nyata.” (Tabita K. Christiani, Dian Penuntun, Ed. 16, 261).
Mengapa hal ini bisa terjadi? Pdt. Tabita mengungkapkan pandangannya: “Kemungkinan besar karena ia belum mengalami perjumpaan yang sangat pribadi dengan Tuhan. Barangkali doa dan ibadah yang ia lakukan sekadar sebagai kebiasaan atau kewajiban, sehingga tidak mengubah kehidupannya.” (Tabita, 261).
Perjumpaan dengan Tuhan membawa pembaharuan hidup. Itulah yang dialami oleh Zakheus. Perjumpaan pribadi Zakheus dengan Tuhan Yesus membuatnya mengalami pembaharuan hidup yang menyeluruh.
Dilihat dari standar dunia, Zakheus tergolong orang yang sukses, karena ia memiliki kedudukan, kekayaan, dan kuasa. Ia punya kedudukan sebagai kepala pemungut cukai. Ia diberi wewenang untuk mengumpulkan pajak sesuai dengan keputusannya dari orang-orang di kota Yerikho. Biasanya pemungut cukai mengutip pajak yang lebih besar dari ketentuan Roma, sehingga hidupnya kaya. Selain itu, sebagai orang yang punya kontrak kerja dengan Roma, ia juga memiliki kuasa, sehingga orang-orang takut terhadap dirinya.
Zakheus sukses di mata dunia, tetapi ada sesuatu yang hilang di dalam kehidupannya. Keterhilangan itu bukan hanya karena orang-orang Yahudi menjauhi dirinya dan menganggapnya sebagai “orang berdosa” yang bekerja pada penjajah, tapi juga karena ada kekosongan di kedalaman batinnya. Ia menyadari adanya keterhilangan itu, sehingga ia mencarinya. Ia mencarinya pada tempat yang tepat, yaitu pada diri Tuhan Yesus.
Ia sangat berkeinginan untuk melihat Tuhan Yesus. Ketika Ia masuk ke kota Yerikho, ia ingin melihat-Nya, tapi keinginan itu mendapatkan halangan. Halangan pertama datang dari luar, yaitu karena adanya orang banyak yang menghalangi dirinya untuk bertemu Tuhan. Halangan kedua ada pada dirinya sendiri, yaitu kondisi perawakannya yang pendek membuatnya sulit melihat Yesus. Kendatipun demikian, semua halangan itu tidak memupuskan keinginannya untuk melihat Tuhan Yesus.
Ia berlari mendahului orang banyak, lalu memanjat pohon ara untuk melihat Tuhan Yesus, yang akan lewat disitu. Rupanya usahanya tidak sia-sia. Tuhan Yesus datang kepadanya, memandang dirinya, dan memanggilnya. Tuhan Yesus berkata kepanya: “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang dirumahmu.”
Zakheus taat dan meresponi panggilan-Nya. Ia segera turun dan membawa Tuhan Yesus ke rumahnya. Bukan hanya pintu rumah yang dibuka Zakheus bagi Tuhan, tetapi juga pintu hatinya. Ia tidak hanya menerima Tuhan Yesus di dalam rumahnya, tetapi juga di dalam hatinya. Kehadiran Tuhan mengisi kekosongan bathinnya dan memberi sukacita di hatinya.
Perjumpan Zakheus dengan Tuhan Yesus membawanya pada suatu pengakuan dosa dan pembaharuan hidup. Zakheus yang sebelumnya hanya tahu memperkaya diri dan tidak peduli kesusahan orang, kemudian diubahkan menjadi orang yang peduli kepada sesama, berani mengakui kesalahan, dan mau berubah. Perjumpaan dengan Tuhan membuat Zakheus menyadari dosa, mengakui dosa, dan meninggalkan dosa.
Tuhan Yesus menganugrahkan keselamatan kepada Zakheus. Bukan hanya untuk kehidupan yang kekal, tetapi keselamatan itu sudah dimulai saat ini dan di dunia ini.
Perjumpaan yang membawa pembaharuan hidup, sebagaimana dialami Zakheus, kiranya menjadi pengalaman berharga bagi setiap orang percaya. Jika seseorang mengatakan bahwa dirinya adalah orang Kristen atau murid Kristus yang telah mengalami perjumpaan dengan Tuhan, salah satu tandanya adalah pembaharuan hidup. Firman Tuhan mengatakan: “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang” (2 Kor. 5:17).
AL