Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 17 Febuari 2013

Hari Minggu ini kita memasuki Pra Paska I. Kita akan menjalani empat puluh hari Pra Paska, hingga hari Jumat Agung dan Paska.

Pdt. Ariel Aditya Susanto (GKI Jemursari Surabaya) dalam buku Rancangan Khotbah Dian Penuntun (Edisi 15, Minggu 17 Februari 2013) mengungkapkan : “Melalui perenungan di Minggu Pra Paska I ini kita akan bersama-sama mengawali sebuah perjalanan panjang menuju hari peringatan peristiwa sakral yang menjadi intisari iman Kristen, yaitu peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Sebuah perjalanan, yang kalau kita jalani dengan kesediaan berefleksi mendalam, akan menciptakan ungkapan syukur yang tak terbatas, terutama atas anugerah keselamatan yang Kristus sediakan buat kita lewat kematian (dan juga kebangkitan-Nya).”

Pdt. Ariel menjelaskan bahwa empat puluh hari Pra Paska sering diidentikkan juga sebagai Masa Puasa (akhir-akhir ini tradisi Puasa Pra Paska mulai diperkenalkan lagi di banyak jemaat GKI). Masa Puasa empat puluh hari ini merujuk pada puasa yang pernah dilakukan oleh Musa (Kel 24:18), Elia (1 Raj. 19:8), dan Tuhan Yesus sendiri (bacaan hari ini: Luk. 4:1-13).

Puasa membawa kita untuk mengarahkan tubuh dan roh/jiwa kita untuk sepenuhnya bersandar pada Allah dan hidup memuliakan-Nya. Puasa menguatkan kita untuk dapat menang atas segala pencobaan dari iblis, keinginan dunia, dan hawa nafsu daging.

Setelah Tuhan Yesus berpuasa selama empat puluh hari, Iblis datang mencobai-Nya.  Iblis mencobai Tuhan Yesus melalui tiga aspek itu.

Pertama, Iblis mencobai Tuhan Yesus melalui keinginan jasmani, yaitu mengubah batu menjadi roti (Luk. 4:3). Iblis mengira bahwa mencobai Yesus dengan keinginan jasmaninya akan makanan merupakan cara yang paling ampuh. Setelah berpuasa selama empat puluh hari, dalam keadaan-Nya sebagai manusia, tentulah Ia sangat lapar dan butuh makanan. Tetapi Iblis tidak memperhitungkan, bahwa selama berpuasa, Yesus justru memusatkan hati dan pikiran-Nya kepada Allah dan kehendak-Nya. Bukan kebutuhan jasmani yang diutamakan-Nya, tetapi firman Allah. Pencobaan Iblis itu dipatahkan-Nya dengan firman: ”Ada tertulis, Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Mat. 4:4).

Kedua, Iblis mencobai Tuhan Yesus dengan kekuasaan. Kemudian Iblis membawa Yesus ke tempat yang tinggi dan dalam sekejap mata memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia. Iblis itu berkata kepada-Nya, "Asal Engkau mau berlutut menyembah aku, maka semua kerajaan yang indah ini dengan segala kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu, karena semua ini milikku dan dapat kuberikan kepada siapa saja sesuka hatiku" (Luk. 4:5-6, FAYH). Sebenarnya dalam hal ini Iblis tidak berdusta, karena firman Tuhan menyatakan bahwa sebenarnya segala kuasa di sorga dan di bumi ada di tangan Tuhan (lihat Mat. 28:18-20). Menanggapi tawaran Iblis, Tuhan Yesus justru mengungkapkan tujuan keberadaan manusia dan seluruh ciptaan, yaitu untuk memuliakan Allah dan berbakti kepada-Nya. Tuhan Yesus berkata: ”Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Luk. 4:8).

Ketiga, Iblis mencobai Tuhan Yesus dengan hal-hal spriritual. Ia membawa Yesus ke Yerusalem,  menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, dan memakai ayat-ayat Kitab Suci untuk mencobai-Nya (Luk. 4:9-11). Dengan menggunakan firman Tuhan terlepas dari konteksnya, Iblis mengatakan bahwa kalau Ia menjatuhkan diri dari bubungan Bait Allah maka Ia akan ditantang para malaikat sehingga kaki-Nya tidak terantuk ke batu (Luk. 4:9-11). Hal itu adalah suatu pengalaman rohani yang luar biasa dan dapat disaksikan oleh banyak orang yang sedang berada di Yerusalem. Kendatipun demikian, Tuhan Yesus dapat menang atas pencobaan itu. Ia menjawabnya: ”Ada firman: Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu” (Luk. 4:12).

Di awal Minggu Pra Paska ini kiranya kita dapat mengintrospeksi diri: Apakah kita sudah terperdaya oleh bujuk rayu dan pencobaan dari Iblis? Adakah hal-hal yang telah dipakainya untuk menjerat kita? Jika kita belum jatuh, hendaklah kita dengan kekuatan dari Tuhan menjauhkan diri dari pencobaan. Jika ada yang telah jatuh, mohonlah pengampunan dan pembaharuan dari-Nya. Jangan biarkan Iblis terus mengekang kita dengan tipu daya dan dosa. Biarlah kita dapat berdoa: ”Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari yang jahat” (Mat. 6:13a).

Kiranya kita dapat membiasakan diri untuk berpuasa dengan benar. Bukan puasa yang egosentris; misalnya agar permohonan dikabulkan Allah atau keingian jasmani dipenuhi-Nya. Melainkan puasa yang Theosentris, yaitu untuk memiliki persekutuan yang lebih intim dengan Allah, semakin bertumbuh dalam pengenalan akan Allah dan kehendak-Nya, serta hidup yang memuliakan-Nya.

Puasa yang benar itu itu meningkatkan spiritualitas dan mendatangkan kuasa. Tetapi bukan itu yang dicari, melainkan hadirat Allah dan kehidupan yang memuliakan-Nya.

Hidup yang memuliakan Allah akan dipenuhi dengan ucapan syukur. Biarlah dengan berpegang teguh pada iman di dalam Tuhan Yesus, kita dapat senantiasa hidup dengan ucapan syukur!

 
AL