Mengambil keputusan untuk mengikut Kristus merupakan suatu hal yang amat besar dalam hidup seseorang. Keputusan tersebut mengubah keseluruhan jalan hidup. Tidak sedikit yang mengalami penolakan, pengucilan, bahkan ancaman serta penganiayaan akibat pilihan menjadi pengikut Kristus.
Injil Markus ditulis untuk komunitas Kristen yang mengalami kesulitan dan tekanan. Mereka dikucilkan oleh teman dan keluarga karena percaya kepada Yesus Kristus. Selain itu, pejabat-pejabat negara di wilayah Romawi pada masa itu juga kerap menekan kelompok baru ini. Jadi mereka hidup dalam suasana anti-Kristen, dibenci banyak orang dan ditekan serta mengalami aniaya.
Bagi kita yang hidup di zaman sekarang mungkin sangat sulit membayangkan bagaimana “harga” yang harus dibayar sebagai orang-orang Kristen – yang sebagian besar orang-orang Yahudi – untuk meninggalkan iman tradisional mereka dan kemudian mengikut Kristus. Dengarlah doa yang dinaikkan setiap pagi oleh orang-orang Yahudi yang membenci murid-murid Yesus:
“Untuk para murtad, kiranya tidak akan ada lagi harapan. Dan semoga para penganut Nazaret ini dan para sesat ini segera binasa.” (doa ke-12 dari doa Shemoneh Esreh atau 18 doa yang harus dinaikkan setiap pagi oleh orang Yahudi – sejak tahun 86 AD sebagai hasil keputusan sidang para penatua Yahudi di Jamnia).
Maka kisah penolakan terhadap Yesus oleh orang-orang Nazaret merupakan contoh untuk menggambarkan risiko yang harus dihadapi oleh umat Kristen awal dalam relasi-relasi sosial mereka. Penolakan yang dialami orang Kristen sudah dialami Yesus sendiri yang ditolak justru oleh orang-orang sekampung-Nya di Nazaret.
Di tengah kondisi seperti itu, sebagai pengikut Kristus, ada panggilan mulia untuk menjadi saksi dan membawa pesan Injil atau Kabar Baik. Tuhan Yesus sudah menyiapkan para murid kala mengutus mereka untuk menyebarkan pesan Injil. Mereka dibagi kelompok berdua-berdua. Yesus mau supaya para murid dalam memenuhi tugasnya tidak bekerja sendirian, melainkan bekerjasama dengan yang lain supaya mereka saling menguatkan, mengingatkan, dan menopang. Dengan demikian mereka bisa tetap teguh menjadi pembawa pesan Injil di tengah kerasnya tantangan dan penolakan yang terjadi.
Tuhan Yesus juga membekali tugas para pembawa pesan itu dengan memberi mereka kuasa. Kuasa di sini merupakan kekuatan untuk melakukan tugas, sekaligus otoritas terhadap roh-roh jahat.
Keteguhan para pembawa pesan itu juga dimiliki Yehezkiel dan Paulus. Yehezkiel diutus ke tengah bangsanya yang keras kepala dan tegar hati. Ia diteguhkan oleh Allah: “Jangan takut!” Kepada Paulus yang di tengah tugasnya mengabarkan pesan Injil mengalami kelemahan karena ada “duri dalam daging”, Tuhan berkata: “Cukuplah anugerah-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.”
Menghadapi penolakan dari sesama dan menghadapi kelemahan tubuh, para utusan Injil, pembawa pesan Kabar Baik tidak boleh menyerah. Kita diteguhkan untuk terus melakukan tugas membawa pesan Injil karena Tuhan sudah memberi kuasa, Dia menyakinkan agar kita jangan takut karena kasih karunia atau anugerah Tuhan itu cukup, bahkan di tengah kelemahan yang ada dalam diri kita. Mari tetap teguh menjalani hidup sebagai pengikut Kristus dan tetap teguh dalam memenuhi tugas panggilan sebagai pembawa pesan Injil bagi sesama.