Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 3 Agustus 2025
Bacaan Alkitab: Pengkhotbah 1:12-14, 2:18-23; Mazmur 49:1-12; Kolose 3:1-11; Lukas 12:13-21
Bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang seorang yang datang kepada Yesus dan meminta Yesus untuk menyelesaikan perkara pembagian warisan dengan saudaranya (Lukas 12:13-21). Namun Tuhan Yesus menolak, katanya: “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu? ... Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seseorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari kekayaannya itu.” Dari jawaban yang Yesus berikan secara implisit tampak di ayat 15 ada ketamakan dalam diri orang yang berperkara tersebut sehingga ingin punya harta yang berlimpah dan membuat hidupnya tergantung pada harta itu.
Selanjutnya Yesus mengajarkan perumpamaan tentang seorang yang kaya dan berlimpah-limpah hartanya. Ia terus memperluas lumbung-lumbungnya dan tempat-tempat penyimpanan kekayaannya. Dan karena banyak hartanya itulah ia bisa merasakan ketenangan dan kesenangan jiwanya. Namun pada malam itu juga, jiwanya diambil Tuhan. Lalu untuk apakah semua itu?
Dari perumpamaan ini kita belajar beberapa hal:
(1). Yesus tidak anti kekayaan, tetapi Ia anti ketamakan
Mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan menjadi kaya tentu sah-sah saja dan tidak salah, namun ketamakan hanya membuat orang fokus pada mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya untuk diri sendiri. Pada gilirannya, orang yang tamak akan menghalalkan segala cara untuk memperbanyak hartanya: bisa dengan berlaku tidak adil pada para pekerjanya, memeras mereka yang lemah, menipu orang lain dan menjadi pribadi yang begitu egois dan pelit untuk berbagi dengan sesama
Yesus menegur orang yang sedang berperkara warisan dengan saudaranya itu, bisa jadi karena Ia tahu sebenarnya tanpa warisan itupun dibagi, orang tersebut sudah punya cukup harta untuk dinikmati; namun ia ingin lebih lagi dan mulai mengorek-ngorek bagian yang mestinya bisa dinikmati saudaranya yang lebih membutuhkan
Karena ketamakan untuk memperoleh harta yang lebih banyak lagi, kadang hubungan persaudaraan dikorbankan. Ketamakan itu membuat seseorang hanya memikirkan dirinya sendiri dan melupakan kebutuhan orang lain. Inilah yang Yesus tentang.
(2). Yesus mendorong kita untuk kaya di hadapan Tuhan
Mengumpulkan harta di dunia, tidak Yesus larang. Ia tidak memerintahkan kita untuk berdiam diri saja dan jatuh miskin tanpa usaha. Namun kata-Nya: “Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat” (Luk 12:33). Karenanya bagi Yesus lebih penting mengumpulkan harta di sorga dan menjadi kaya di hadapan Tuhan: kaya dalam hal kasih.
Di sisi lain, hal mengumpulkan harta di dunia hanyalah berakhir dengan kesia-siaan. Seperti kata Pengkhotbah: “Kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia... Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin” (Pkh 1:2,14).
Orang yang tamak dan hanya memikirkan diri sendiri tentu akan berpikiran: “sia-sia apa yang saya kumpulkan dengan jerih lelah ini, nanti yang nikmati orang lain”. Tidak demikian dengan orang yang mengumpulkan harta di sorga dan kaya di hadapan Tuhan. Kita berjerih lelah melakukan kebaikan dengan sukacita, tidak menyerah dengan berbagai pergumulan hidup, berusaha optimal untuk menjadi berkat bagi yang lain.
Menjadi kaya dan punya banyak uang bukanlah dosa dan tidak dilarang oleh Tuhan. Tuhan Yesus tidak anti kekayaan. Yang Tuhan Yesus ingatkan adalah jangan sampai kita jadi lupa diri, lupa sesama dan lupa Tuhan saat kita mengejar harta sehingga kerja keras dan usaha kita akhirnya sia-sia, seperti upaya menjaring angin.
Mari nikmati hidup yang terberkati dalam pemeliharaan Tuhan. Hidup yang terberkati bukanlah melulu hidup yang berlimpah dengan kekayaan. Hidup yang terberkati adalah ketika dengan kekayaan yang kita punyai kita bisa berbagi dengan sesama sehingga menjadi kaya di hadapan Tuhan.
Pdt. Danny Purnama