Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 24 Juni 2012

Umat Allah tidak bebas dari badai kesusahan. Sama seperti orang-orang lain, umat Allah pun dapat mengalami berbagai gelombang kesulitan. Ayub, Daud, Paulus, murid-murid Tuhan Yesus adalah contoh-contoh dalam Kitab Suci tentang umat Tuhan yang pernah mengalami kesusahan.

Badai kesusahan bisa disebabkan oleh berbagai hal. Ayub mengalami kesusahan karena perbuatan Iblis dan perkataan teman-temannya. Daud mengalami penderitaan karena perbuatan orang-orang lain dan bangsa-bangsa lain yang menindas. Paulus mengalami kesukaran karena integritasnya dalam pelayanan, tetapi juga karena perbuatan orang lain yang menyerang dan menganiaya, serta situasi kondisi yang serba kekurangan. Murid-murid Tuhan Yesus mengalami kesulitan dan ketakutan karena keadaan alam yang tidak bersahabat dan karena mereka kurang percaya kepada-Nya.

Mereka mengalami badai karena alasan yang berbeda. Tetapi dalam satu hal mereka memiliki kesamaan, yaitu: badai kesusahan mereka hayati sebagai kesempatan. Kesusahan menjadi kesempatan bagi mereka untuk menunjukkan kesetiaan kepada Tuhan.

Mereka tidak berorientasi badai masalah atau gelombang penderitaan, melainkan kepada Allah dan kehendak-Nya. Itu sebabnya badai kesusahan tidak menghancurkan iman mereka. Badai dam gelombang justru dijadikan sebagai kesempatan untuk menunjukkan kesetiaan mereka, yaitu:

A. Setia mengikut Tuhan meskipun hidup dalam badai kesusahan.
Seberapapun besarnya kesusahan yang kita hadapi, kita harus tetap setia mengikut Tuhan. Teladanilah Ayub, Daud, Paulus dan murid-murid Yesus yang tetap setia mengikut Tuhan di tengah-tengah kesusahan hidup yang mereka alami.

Kita bisa belajar seperti Ayub, yang tetap setia mengikut Tuhan di dalam badai kesusahan yang berat. Ketika semua harta lenyap dan kesepuluh anaknya mati, ia masih bisa sujud menyembah dan memuji Allah. Ketika kesusahan ditambah dengan sakit barah yang menggerogoti seluruh tubuhnya sehingga sang istri menyuruhnya mengutuk Allah dan meninggalkan-Nya (mati saja), dia justru menegur dan menasihati istrinya. Ia mengatakan, "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?"

Ayub sempat mempertanyakan kesusahannya dan mengapa Allah membiarkannya hidup sedemikian menderita. Tetapi justru di dalam badai kesusahan itu Ayub mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan berkesempatan mengenal Allah lebih mendalam. Setelah terluput dari badai itu Ayub mengatakan bahwa dahulu hanya dari kata orang saja ia mendengar tentang Allah, tetapi sekarang ia memandang Tuhan dengan matanya sendiri. Itu sebabnya dengan penuh penyesalan ia mencabut perkataannya (Ayb. 42:6).

Badai kesusahan menjadi kesempatan bagi Ayub untuk mengenal Allah lebih mendalam dan menunjukkan kesetiaan kepada-Nya.

B. Setia mengharapkan Tuhan meskipun hidup dalam badai kesusahan.
Di dalam kesusahan mereka tetap bersandar dan berharap pada Tuhan. Ayub, Daud, Paulus dan murid-murid Yesus bersandar dan berharap kepada Tuhan di dalam menghadapi badai kesusahan.

Waktu badai dan gelombang datang menyerbu, murid-murid Yesus sempat cemas dan ketakutan. Tetapi mereka kemudian ingat kepada Tuhan Yesus dan memohon pertolongan-Nya. Ia pun bangkit, lalu menghardik angin dan menenangkan danau. Angin menjadi reda dan danau menjadi teduh sekali.

Setelah terluput dari badai dan gelombang mereka semakin meyakini bahwa Yesus Kritus adalah Tuhan yang layak disembah dan diandalkan.

C. Setia melayani Tuhan meskipun hidup dalam badai kesusahan.
Badai kesusahan bisa membuat seseorang mundur dari pelayanan, tetapi bisa juga membuatnya dapat melayani dengan lebih setia dan efektif.

Rasul Paulus menghadapi rupa-rupa badai kesusahan di dalam melayani Tuhan, tetapi dia tetap setia melayani. Di dalam badai kesusahan itu ia tidak menjadi batu sandungan, sebaliknya dalam segala hal ia dan rekan-rekan kerjanya menunjukkan bahwa mereka adalah hamba-hamba Allah. Mereka tetap melayani dengan rendah hati sambil berpegang pada tangan Tuhan.

D. Setia memuliakan Tuhan meskipun hidup dalam badai kesusahan.
Di tengah badai kesusahan pun orang-orang beriman dapat memuliakan Allah. Di tengah kesusahan Daud melihat kasih, keadilan dan rahmat Tuhan. Itu sebabnya ia bersyukur dan memuji Tuhan. Selain itu, dia pun hendak memuliakan Allah dan menceritakan perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa.

Hendaklah kita tidak berorientasi kepada gelombang masalah dan tidak pula berfokus kepada badai kesusahan, melainkan berorientasi kepada Allah dan berfokus pada kehendak-Nya dalam menghadapi berbagai persoalan dalam hidup. Dengan demikian badai kesusahan tidak akan menjatuhkan dan menghancurkan iman kita, tetapi justru membuat kita semakin bersandar kepada Allah dan bertumbuh di dalam Dia. Kebersandaran pada Allah yang meluputkan kita dari badai.

Badai kesusahan memang merupakan realita di dalam hidup kita. Tetapi sebagai orang-orang percaya hendaklah kita menghayati badai kesusahan sebagai kesempatan untuk menunjukkan kesetiaan kepada Tuhan. Dengan bersandar pada Tuhan kita menghadapi badai. Setelah terluput dari badai kita harus semakin bersandar pada-Nya dan memuliakan-Nya. - AL -