Homi Socius, manusia adalah makhluk sosial. Pada dasarnya, manusia tidak dapat hidup seorang diri. Manusia harus hidup di dalam persekutuan bersama dengan orang lain dan saling bergantung satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi, sebab sejak semula Allah tidak menciptakan manusia seorang diri saja. Ia menciptakan manusia seturut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1:27). Selain itu, Allah yang kita kenal dalam ke-Tritunggal-an-Nya, juga merupakan Allah yang bersekutu. Dengan demikian, manusia tidak akan pernah dapat hidup seorang diri.
Sayangnya, dosa kemudian merusak relasi dalam persekutuan. Baik relasi manusia dengan Allah, sesama, dan alam semesta. Di dalam keberdosaannya, manusia tidak dapat memulihkan persekutuannya sendiri. Oleh karena itu, manusia membutuhkan Sang Juruselamat, yaitu Yesus Kristus. Dengan demikian, persekutuan yang semula rusak, dapat kembali dipulihkan.
Hal ini juga terjadi di dalam Injil Yohanes 20:19-31, yang menceritakan bagaimana persekutuan para murid tercerai-berai setelah kematian Tuhan Yesus di kayu Salib. Ada murid-murid yang berupaya untuk menyelamatkan diri mereka sendiri, ada pula yang tidak memedulikan murid lainnya. Mereka hidup, tetapi harapannya telah hancur. Yesus tidak menginginkan hal itu terjadi. Sehingga, Ia hadir di dalam perkumpulan para murid ketika itu. Ia mengucapkan “Damai Sejahtera bagi kamu”, ini merupakan salam persaudaraan yang sekaligus sebuah harapan bagi teman bicaranya agar mengalami kesejahteraan, keteraturan, dan kedamaian pikiran. Melalui salam ini, Yesus ingin menyapa para murid sebagai sahabat yang ada di dalam persekutuan yang akrab. Setelah itu, Tuhan Yesus memberikan tugas perutusan kepada para murid untuk meneruskan damai sejahtera kepada dunia luar. Yesus tidak ingin para murid hanya mengisolasi diri di dalam ketakutan dan kehilangan harapan. Ia ingin agar para murid bersaksi bahwa hanya di dalam persekutuan Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus, persekutuan mereka juga dipulihkan dan damai sejahtera terjadi di muka bumi ini.