Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 04 November 2012
Produser Amerika yang terkenal, Jed Harris, suatu hari merasa bahwa dia kehilangan pendengarannya. Dia segera pergi untuk kontrol ke seorang dokter spesialis. Dokter itu mengeluarkan jam emasnya dan bertanya, “Apakah Saudara dapat mendengar detakan jam ini?” “Tentu,” jawab Harris. Dokter spesialis itu pun berjalan ke pintu dan menanyakan pertanyaan yang sama lagi. Harris memusatkan konsentrasinya dan berkata, “Ya, saya dapat mendengarnya dengan jelas.” Kemudian dokter itu berjalan pula ke ruang sebelah, dan mengulangi pertanyaan itu untuk ketiga kalinya. Harris menjawab bahwa ia dapat mendengar detakan jam tersebut. “Saudara Harris,” kata dokter itu menyimpulkan, “pendengaranmu tidak bermasalah. Saudara hanya tidak memberi perhatian untuk mendengarkan.” (Clifton Fadiman, Little, Little, Brown Book of Anecdotes)
Hal yang sama bisa terjadi pada umat Allah masa kini. Bukan pendengaran kita yang bermasalah, kita hanya tidak memberikan perhatian untuk mendengarkan suara-Nya. Hati dan pikiran kita telah dipenuhi dengan berbagai perkara, sehingga kita tidak mendengarkan firman yang disampaikan Tuhan kepada kita. Banyaknya persoalan, kekuatiran, kesibukan, atau kesenangan dunia telah membuat kita tidak lagi memusatkan perhatian untuk mendengarkan Dia.
Seruan Allah yang disampaikan-Nya kepada umat Israel pada jaman nabi Musa (Ul. 6:4) dan jaman Tuhan Yesus (Mrk. 12:29), disampaikan juga kepada kita pada jaman ini, “Hai umat, dengarkanlah!”
Kita harus memberi perhatian untuk mendengarkan suara-Nya. Bukan hanya sekedar mendengar, melainkan mendengarkan dengan sepenuh hati, pikiran, dan ketaatan.
Mendengarkan Tuhan melibatkan pikiran. Pikiran yang mengenal Tuhan dan mengakui keberadaan-Nya: “TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” (Ul. 6:4b) Tuhan itulah Allah kita, bukan illah-illah yang lain. Dialah satu-satunya Allah kita, maka kita harus mengakui-Nya, mengenal-Nya, dan memahami kehendak-Nya.
Mendengarkan Tuhan melibatkan hati, yaitu hati yang mengasihi Dia. Firman yang disampaikan melalui Musa (Ul. 6:5), kemudian ditegaskan kembali oleh Tuhan Yesus: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu” (Mrk. 12:30). Hati yang mengasihi Tuhan itu harus diwujud-nyatakan dengan mengasihi sesama (Mrk. 12:31; bd. 1 Yoh. 4:20-21).
Mendengarkan Tuhan melibatkan tindakan ketaatan. Apa yang diperintahkan Tuhan hendaklah kita perhatikan, yaitu kita taati dan kita lakukan (Ul. 6:6). Lebih dari itu, hendaklah kita mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anak kita (Ul. 6:7a). Hendaklah kita membicarakannya di dalam rumah dan di luar rumah, waktu beristirahat dan waktu bekerja (Ul. 6:7b, BIS).
Hai umat Tuhan, dengarkanlah suara Tuhan! Janganlah hanyut dalam berbagai persoalan, kekuatiran, kesibukan, atau kesenangan dunia, sehingga kita tidak lagi mendengarkan Dia. Sisihkan waktu setiap hari untuk membaca firman-Nya. Pusatkan hati dan pikiran untuk mendengarkan suara-Nya.
Sungguh indah mendengarkan firman Tuhan dan mentaati kehendak-Nya!
AL